Arumi melangkah meninggalkan Gio dengan penuh amarah. Ia benar-benar tidak suka dengan bercandaan Gio yang menurutnya sungguh keterlaluan. Gadis itu menghentikan langkah lalu menoleh ke belakang. Semoga saja pertemuannya barusan adalah yang terakhir.
Arumi menurunkan pandangan, menatap kalung perak di tangannya. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukannya jika kehilangan kalung itu. Menggenggamnya erat sejenak, ia pun kembali memakainya.
"Arumi!"
Suara cempreng milik Chika terdengar beriringan dengan suara langkah kaki. Begitu menoleh, Arumi melihat Chika yang berlari ke arahnya.
"Kok diem di sini sih? Gue nungguin loh dari tadi." Chika mengerucutkan bibir. Sebelum Arumi sempat menjawab, ia menarik tangan gadis itu dan membawanya pergi. "Udahlah, kita ke kantin aja."
Arumi belum terbiasa dengan sifat teman barunya itu yang menurutnya sangat ... wah. Ia akhirnya hanya dapat diam saat dirinya diseret menuju kantin olehnya.
"Nah, kita sampai!" ujar Chika sambil melepaskan tangan Arumi.
Arumi mengedarkan pandangan. Sebentar, ada yang aneh. Ia menoleh pada Chika sekilas sebelum kembali memandang pemandangan di depannya heran. "Kok ... kantinnya ada dua?"
Seakan sudah menunggu pertanyaan itu, senyuman Chika kembali mengembang. "Iya ada dua, kantin sultan sama kantin rakyat!"
Chika menunjuk kedua kantin tersebut. Karena bersebelahan, dari keduanya terlihat perbedaan yang kontras. Baik dari segi interiornya maupun petugas yang melayaninya.
"Itu seriusan begitu namanya?" tanya Arumi tak percaya.
Sambil menggeleng-geleng, Chika terkekeh. "Nggaklah! Itu murid sini yang namain. Ya ... sesuai namanya, makanan di kedua kantin itu beda. Kalau mau ala restoran di kantin sultan, kalau mau yang biasa semacam bakso, nasgor, ya di kantin rakyat," jelas gadis itu membuat Arumi manggut-manggut mengerti. "Lo sendiri mau ke mana?"
Chika bergumam pelan seraya berpikir, tapi tak lama ia jadi menunjuk Arumi. "Mumpung lo masih baru disini, gue ikut lo. Btw, menu hari ini steak loh!" katanya memberi tahu.
Arumi membulatkan mulut takjub. "Wow!" serunya dan detik kemudian wajahnya berubah datar. "Tapi gue mau ke kantin biasa aja," sambungnya sambil tersenyum simpul.
Mata Chika berkedip beberapa kali sebelum berkomentar, "Lah, kirain." Gadis itu cukup takjub dengan perubahan ekspresi Arumi yang cepat. "Yaudah, ayo!" ajaknya.
Suasana di kantin 'rakyat' mengingatkan Arumi dengan kantin di sekolah lamanya. Tidak ada perbedaan yang begitu kontras, hanya saja kantin di sini terlihat lebih sepi. Mungkin karena kebanyakan murid lebih memilih makan di kantin sebelah.
Saat Arumi tengah sibuk mengamati sekeliling, makanan yang dipesan datang. Chika menggeser mangkuk bakso miliknya kemudian melirik piring di depan Arumi. "Lo serius mau siomay doang? Disini makanannya gratis loh."
"Gue lagi gak nafsu makan," jawab Arumi sambil menyendok saus kacang di piringnya.
Chika hanya ber-oh ria setelah itu mulai memakan bakso di hadapannya.
Tangan Arumi sibuk mengaduk-aduk siomay di piring. Kepalanya tertunduk dengan pikiran yang mulai terbang entah kemana.
Belum satu hari Arumi sekolah di sini, tapi sudah banyak hal yang terjadi. Dari lubuk hatinya mulai muncul sedikit keraguan atas keputusannya.
Sejak Tante Mila—kakak dari ibunya—bilang akan menyekolahkannya di sekolah yang sama dengan Denis, Arumi sudah ragu. Karena ia tahu betul tentang seluk-beluk sekolah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be(Twins) [Slow Update]
Teen FictionSetelah kepergian ibunya, Arumi menginginkan kehidupan yang tenang. Namun, bagaimana jadinya jika ia malah terlibat dalam rahasia dua orang pemuda yang akan membuat hidupnya jauh dari kata tenang? ©Pinterest #1 bff 011124