Menginjakkan kaki di lantai dua, Arumi mengintip satu per satu kelas yang dilewatinya. Ia hendak mencari Denis, tetapi ia tidak tahu di kelas mana kakaknya itu berada. Matanya terus mengedar. Langkahnya pun penuh kehati-hatian—sebenarnya karena takut ketahuan oleh murid-murid di sini.
Saat akhirnya ia menemukan kelas yang di dalamnya terdapat ransel milik Denis, tiba-tiba ia merasakan kehadiran di belakangnya.
"Lihat apa?" Pertanyaan dari seseorang di belakangnya membuat ia menoleh. Matanya segera mendapati gadis berhijab putih yang menatap penuh selidik.
Tak mau disalahpahami, Arumi segera menjelaskan maksud tujuannya. "Aku nyari Kak Denis yang ada di kelas ini. Tadi sebelum kesini sempet aku chat tapi dia gak aktif. Emh, Kakak tahu di mana dia?"
Raut wajah gadis yang tak diketahui namanya itu perlahan rileks. Spontan menunjuk ke ujung koridor. "Denis ada di sana."
"Makasih, Kak." Selesai berpamitan, Arumi pun pergi ke tempat Denis berada. "Kak!" panggilnya membuat Denis yang tengah membelakanginya spontan menengok.
"Arum? Lo ngapain ke sini?" Denis menyimpan minumannya di atas dinding pembatas sebelum menghampiri Arumi. Makin mendekat, wajah pucat adiknya pun tampak lebih jelas. "Lo pusing?" tanyanya.
"Iya, cuman bukan itu," jawabnya asal.
"Bukan itu gimana?" Denis menyentuh kening Arumi. Rasa hangat langsung menjalar di telapak tangannya. "Tuhkan, lo demam lagi! Sekarang—"
"Kak, dengerin dulu!" Arumi menukas dengan cepat. Begitu Denis memusatkan perhatian padanya, ia melanjutkan, "Aku mau nanya."
"Nanya apaan? Itu bisa nanti. Sekarang lo harus—"
"Kak!" Arumi menatapnya tajam.
Denis menghela napas. "Oke! Cepetan apa?" Ia pun mengalah.
"Tadi pagi Kakak nyuruh aku buat gak terlalu deket sama Kak David kan? Terus kalau Gio? Kalau dia gimana?" Arumi memandangnya lekat, sungguh penasaran. Sejak di sekolah tadi, ia sudah menunggu momen ini, momen ketika kebingungannya akan terjawab.
Alis Denis terangkat sebelah. "Kenapa lo tiba-tiba nanya beginian?"
Arumi memutar mata lelah. "Udah kek jawab aja."
Denis menghembuskan napasnya lalu melipat kedua tangan di dada. Diam beberapa saat, benaknya mengingat sosok pemuda yang menggendong Arumi di depan rumahnya kemarin. "Gio ya?" Denis melirik Arumi sekilas. "Setahu gue dia itu terkenal suka bolak-balik BK, tapi pas dia nganterin lo kemarin, gue rasa dia gak seburuk itu."
"Jadi?"
"Ya terserah lo."
Arumi menyatukan kedua alisnya. "Kakak gak keberatan kalau misalnya aku deket sama dia?"
Denis menipiskan bibir kemudian mengedikkan bahu. "Dia emang agak bandel sih, tapi kayaknya dia baik."
"Kalau gitu kenapa kalo Kak David—"
"Jangan dia. Gue peringatin lo."
Di bawah sorotan mata Denis yang berapi-api dan telunjuk di depan wajahnya, Arumi sama sekali tak gentar. Ia balas menatapnya tepat. "Kenapa dia beda? Kalau standar Kakak cuma sebatas baik, yang nganterin aku ke UKS kemarin kan dia."
Denis menurunkan tangan lalu memalingkan wajah. "Lo gak tau apa-apa," ucapnya dengan suara pelan.
"Makanya kasih tahu aku!" Arumi sungguh tidak mengerti pemikiran Denis. Seenaknya menyuruh ini itu, tetapi ketika ditanya alasannya, dia tidak mau memberi tahu.
Denis mendelik. "Udahlah, sono balik!" usirnya lalu berpaling.
"Kak, plis deh ...," desak Arumi sambil mengekor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be(Twins) [Slow Update]
Teen FictionSetelah kepergian ibunya, Arumi menginginkan kehidupan yang tenang. Namun, bagaimana jadinya jika ia malah terlibat dalam rahasia dua orang pemuda yang akan membuat hidupnya jauh dari kata tenang? ©Pinterest #1 bff 011124