(7) Rasa Penasaran

16 7 0
                                    

Karena Chika terlalu lama di toilet, mereka jadi tidak kebagian tempat di kantin sultan. Alhasil, mereka pun kembali ke kantin rakyat di sebelah.

Arumi dan Chika duduk terlebih dahulu di sebuah meja kosong dekat warung Ibu. Sedangkan Gio mampir sebentar untuk mengambil harta miliknya—permen jahe kesukaannya.

"Gila Arum! Ini pertama kalinya gue ngobrol beneran sama Gio tahu gak?!" bisik Chika yang duduk di hadapannya sambil mencondongkan tubuh. "Tangan gue aja sampai gemeteran pas sok akrab sama dia tadi," sambungnya sambil menunjukkan tangan mininya.

"Gue kira lo emang udah dekat sama dia," sahut Arumi membuat Chika bertepuk tangan antusias.

"Natural banget kan gue!" serunya di akhiri tawa bangga membuat Arumi tersenyum hanya dengan melihatnya.

Gio kembali bergabung setelah mengambil seplastik permen jahe kesukaannya. "Chika, bisa geser dikit?"

Bukannya bergeser, Chika malah mematung di tempat. Ia terlalu syok karena Gio memanggil namanya, padahal mereka belum berkenalan.

"Chika, lo—"

"KOK LO TAHU NAMA GUE?!" pekiknya membuat semua mata melihat ke arahnya.

Gio tersentak, tetapi segera mengontrol ekspresi wajahnya dan tersenyum. "Lo kan dulu cukup terkenal, jadi gue tahu," jelasnya seketika membuat wajah terkejut Chika pudar.

Gadis itu lalu bergeser. "Duduk-duduk," ucapnya dengan tenang.

Arumi yang menyadari perubahan ekspresi Chika hendak bertanya. Namun saat itu pesanan mereka datang. Nasi goreng untuk Arumi dan bakso untuk Chika, di tambah dengan es jeruk yang menjadi minuman favorit di kantin rakyat.

"Eh, ngomong-ngomong lo gak makan?" tanya Chika begitu menyadari kalau Gio sama sekali tidak memesan apapun.

"Gue udah makan."

"Kapan?"

"Tadi pas bolos."

Arumi yang awalnya hanya fokus makan jadi mengangkat wajah.

Chika menatapnya polos. "Emang boleh?" tanyanya.

Gio mengangguk sambil tersenyum. "Asal jangan ketahuan," jelasnya membuat Chika manggut-manggut mengerti.

Sedangkan di hadapan mereka, Arumi memandang tak percaya. Kedua orang itu jangan disatukan. Chika terlalu polos untuk Gio yang terlampau bebas. Beberapa saat kemudian Arumi menggeleng. Tidak, mungkin itu hanya pikirannya saja. Lagipula pemikirannya itu hanya berdasar pada image mereka di matanya, bukan aslinya. Ia belum mengenal mereka lebih jauh. Jadi lebih baik jangan langsung membuat kesimpulan seperti itu.

"Oh iya, sukro!" Chika bangkit kemudian berlari menuju Warung Ibu, meninggalkan kedua orang itu dalam kecanggungan.

Arumi melirik Gio sekilas sebelum kembali mengambil suapan baru. Pemuda itu pun mulai membuka satu bungkus permen jahe lalu memakannya.

Diam-diam Gio menatap Arumi. Mungkin saja saat ini bisa jadi kesempatannya untuk memperbaiki hubungan dengan gadis itu. Meskipun ragu, pemuda itu kemudian mengangguk pasti.

"Arum, ngomong-ngomong sebelum ini lo sekolah di mana?" tanyanya memulai pembicaraan.

Arumi tidak jadi menyuap nasi goreng itu. Ia menyimpan sendoknya lalu mengangkat wajah. Wajahnya datar, sama sekali tidak terlihat ada emosi di sana. Seketika menambah kesan menakutkan darinya.

Gio yang sudah takut duluan jadi memalingkan wajah.

"SMA Bima Negeri."

Spontan Gio kembali menatapnya. Ia benar- benar tidak menyangka kalau Arumi akan menjawab pertanyaannya semudah itu. Ia kira gadis itu akan menjawabnya dengan jutek atau lebih parah tidak menggubrisnya sama sekali.

Be(Twins) [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang