Telu - Jangan Ada Air Mata

1.3K 205 30
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Skakmat!"

Anwar mengembuskan napas berat seraya mengacak rambutnya. Bisa-bisanya dia kalah lima kali main catur dengan Joko. Lihat saja sekarang temannya itu membusungkan dada.

"Jangan lupa bayar utang," kata Joko sembari merapikan bidak catur ke tempat semula.

"Kan, aku sudah bilang bayar nanti kalau udah buka amplop."

Sofyan yang berdiri di belakang langsung menjitak kepala Anwar. "Sebagai leader SKJ jangan malu-maluin, dong!"

"Kamu kemarin, kan, habis dapet orderan banyak. Asal kamu tau, di sebagian rejeki kamu ada hak aku. Mana sini!" sambung Joko.

"Ya, jangan, dong. Uang ini masih buat modal bayar sound system."

"Astagfirullah, bener-bener." Sofyan geleng-geleng.

"Alamat kamu nggak dapet jatah malam pertama dari istrimu kalau tahu masih punya utang," timpal Joko.

Anwar mengelus dada. "Ya Allah amit-amit. Iya-iya, Joko, nanti kubayar."

Joko ini orangnya perhitungan soal uang. Kalo ada yang utang walau cuma 500 perak, bakal dikejar sampai kiamat kalau orangnya belum bayar-bayar. Joko tidak mau menyulitkan si pengutang hanya gara-gara utang yang belum dibayar. Makanya jarang ada orang yang pinjam atau utang ke Joko karena rasanya sama saja kayak dikejar dept collector. Beda dengan Anwar, dia justru senang utang dengan Joko sebab Joko terus menagih tanpa embel-embel nggak enak sama teman.

Sepeda motor milik Dika berhenti tepat di depan pangkalan. Sang pemilik melepas helmnya, meraih kresek putih berisi empat bungkus es kelapa dari gantungan dek motor, lalu menghampiri teman-temannya.

"Tumben baru muncul." Sofyan langsung menyerobot kresek yang dipegang Dika. Membagikan plastik berisi es kelapa ke Joko dan Anwar.

Dika duduk di bangku panjang. Mengambil sebatang rokok dan korek di meja. "Ada penumpang minta dianterin jauh banget."

"Wah pantesan ke sini bawa oleh-oleh. Pasti tipnya banyak." Anwar mulai membuka karet yang mengikat plastik. Begitu sudah terbuka, Anwar memasukkan sedotan dan menyeruput airnya.

"Iya, dong. Baik, kan, aku."

Dika sendiri belum menyentuh es itu, malah merokok dulu. Otaknya sibuk memikirkan Hani. Entah apa sebabnya tiba-tiba teringat gadis manis berlesung pipit itu. Obrolan kemarin tentang Pram membuat perasaannya campur aduk.

Ponsel di dalam sakunya bergetar. Dika segera mengeluarkan benda itu. Senyumnya mengembang ketika melihat nama penelepon. Siapa lagi kalau bukan perempuan yang sedang Dika pikirkan.

"Kamu di mana?" tanya gadis itu di seberang.

"Di pangkalan. Kenapa?"

"Ke jembatan sekarang bisa?"

SATRU - [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang