Hani memasak nasi, sayur bening, sambal tomat, dan tempe tahu goreng untuk makan malam. Di momen seperti ini Hani ingin mengucapkan terima kasih pada Rumanah yang sudah mengajarinya memasak. Rumanah sangat tahu kalau Hani berbakat. Meski kini waktunya sering dihabiskan di kantor, jiwa memasak Hani masih menggelora.
Setelah masakannya jadi, Hani menggelar tikar kecil di lantai. Lalu meletakkan hasil masakan tadi serta dua piring dan sendok bersih di sana. Setelah itu dia beranjak menuju ruang tamu, memanggil Dika yang masih sibuk dengan gorden sarungnya. Pria itu merelakan salah satu sarungnya untuk dijadikan gorden dadakan. Beruntung jendela di rumah ini hanya dua, di depan dan di kamar, satu sarung sudah cukup.
"Dik, makan dulu."
"Bentar. Ini tinggal masang paku satu lagi," kata Dika tanpa menoleh ke arah Hani sebab sedang memaku kayu yang mengaitkan sarungnya.
Hani terus memperhatikan. Pikirannya mengembara. Andai yang melakukannya saat ini adalah Pram, pasti hatinya tumbuh bunga-bunga yang mekar.
Dulu Pram tidak keberatan jika dimintai tolong oleh Hani. Pun Hani tidak sungkan meminta jika butuh bantuan. Pram dengan cekatan menyelesaikan masalah kekasihnya. Dan itu membuat Hani tambah cinta.
Andai saja Kirana tidak datang, tentu sekarang yang sedang ada di sini adalah Pram, bukan Dika.
"Selesai!" Dika turun dari kursi kayu pinjaman dari tetangga. Menepuk kedua tangannya sebanyak dua kali. Membuat Hani langsung tersadar dalam lamunannya.
"Kamu masak apa?" Suara Dika terdengar jelas di telinga Hani. Pertanda jarak mereka sudah dekat.
"Liat aja, deh. Kamu pasti suka."
Dika langsung duduk di tikar. Melihat tahu dan tempe selera makannya jadi meningkat. Laki-laki itu langsung mengambil piring. Saat akan mengambil nasi, Hani menyentuh tangannya.
"Sini, biar aku aja."
Dika terpaku. Hingga tanpa sadar kalau Hani sudah mengambil alih sendok nasi. Meletakkan nasi, sedikit sayur, dan menambahkan potongan tempe tahu.
"Nih, sambelnya ambil sendiri, ya." Hani mengangsurkan piring Dika yang sudah terisi, sementara si empunya tak bereaksi apa pun.
"Dika!"
Dika terkesiap. "Eh, iya. Makasih, ya." Tangannya menerima piring itu.
Hani kemudian mengisi piringnya sendiri. Lalu, mereka berdua makan tanpa bersuara. Sesekali Hani melirik Dika, lagi-lagi yang berada di bayangannya adalah Pram. Saat masih bersama, mereka berdua sering makan malam bersama di luar. Dari warung kecil sampai restoran mewah.
Buru-buru Hani melenyapkan bayangan Pram di kepala. Ini bukan saatnya untuk mengenang mantan.
"Dik, aku beli kursi sama meja boleh, ya?" Hani membuka percakapan. Kata Rumanah, meski ingin beli sesuatu pakai uang sendiri, tetap harus ada izin dari suami.
KAMU SEDANG MEMBACA
SATRU - [Terbit]
Romance[Juara #1 kategori Best Branding] Hani masih menyimpan rasa pada Pram-mantan kekasihnya-saat memutuskan menikah dengan Dika. Hani pikir dengan hidup bersama Dika, semuanya akan baik-baik saja. Namun, Hani lupa jika Dika adalah manusia biasa yang bi...