Mata-mata

26 17 5
                                    

Hari ini, matahari bersinar begitu cerah. Aku yang sedang membaca buku di sebuah kursi panjang di dekat taman. Tiba-tiba; tanpa sengaja, ekor mataku melihat seseorang yang bersembunyi di balik pohon dan terus melihat ke arahku seperti orang yang sedang memata-matai. Sayangnya, orang itu memakai topi untuk menutupi sebagian wajahnya.

Aku kemudian bangkit dari tempat dudukku dan berpura-pura berjalan ke depan tanpa melihat ke arahnya.

Ketika jarak di antara kita sudah dekat, aku langsung berbelok ke arah kiri untuk menghampirinya nya. Tapi sepertinya, orang tersebut menyadari keberadaan ku. Dia diam-diam berbalik ke belakang untuk menghindari ku. Orang tersebut kalah cepat dariku, karena sejurus kemudian aku sudah berada di depannya.

"Kamu orang yang dari kemarin ngikutin aku, kan?"  Tanyaku kemudian.

Orang itu terlihat kaget saat mengetahui bahwa aku sudah curiga dengannya.

"Gue minta maaf." Ujarnya meminta maaf.

"Kenapa ngikutin aku?"

"Gue cuma di suruh." Jawabnya.

"Siapa yang nyuruh kamu?"

"Arsa. Dia yang udah nyuruh gue buat ngikutin lo. Dia cuma pengen mastiin kalau lo baik-baik aja."

"Emangnya dia pikir aku anak kecil yang harus di jagain?"

"Dia cuma nggak pengen ada orang lain yang deketin lo." Ucapnya menambahkan.

"Memang nya kenapa? Dia juga bukan siapa-siapa gue."

"Karena Arsa sayang sama lo. Dia nggak pengen ada orang lain yang gangguin lo."

"Bilangin sama dia, gue bukan anak kecil yang harus di jagain. Gue bisa jaga diri gue sendiri. Dan satu hal lagi, bilangin sama orang yang udah nyuruh lo itu, kalau gue bukan mainan yang bisa seenaknya di jadiin bahan taruhan."

"Oke. Gue bakal bilang semuanya sama dia." Ucapnya sambil berlalu.

Ternyata selama ini aku telah salah menilai dia. Aku pikir, dia berbeda dari yang lain. Tapi ternyata dia lebih brengsek dari Kak Raka. Harusnya aku dengerin ucapan Amel waktu itu.

***

Aku pulang ke kostan dengan perasaan yang sedih. Ucapan Kak Denis waktu itu terus terngiang-ngiang di kepalaku. Aku masih tidak menyangka jika Kak Arsa benar-benar tidak punya hati. Dia hanya menjadikan aku sebagai bahan taruhan. Apakah aku serendah itu, hingga dia dengan seenaknya mempermainkan perasaanku?

Ayolah, Naya! Kamu harus kembali lagi menjadi Naya yang dingin, jutek dan tidak mudah terbawa perasaan. Atau kamu akan merasakan lagi yang namanya di kecewakan. Semua cowok itu sama aja! Mereka semua brengsek! Ucapku prustasi.

Aku berbaring di ranjang dan menatap langit-langit kamar.  Meratapi diriku sendiri yang diterpa banyak sekali masalah. Apa aku tidak berhak bahagia?

Drt drt!

Tiba-tiba Handphone ku berbunyi dan aku segera meraihnya. Rupanya Kak Arsa berusaha meneleponku.

Aku pun langsung terduduk. Meski dengan berat hati, aku mengangkat panggilan tersebut.

"Kenapa!" Tanyaku dingin.

"Kok jutek banget sih, jawabnya." Ucapnya di seberang telepon.

"Biasa aja! Kenapa?" Aku masih bersikap dingin.

"Bisa ketemu sekarang? Ada hal yang mau gue bicarakan sama lo."

"NGGAK BISA! LAGI SIBUK!"

"Gue cuma pengen meluruskan kesalahpahaman di antara kita. Beri gue waktu sepuluh menit aja buat menjelaskan semuanya " Ucapnya memelas.

Diary Naya (TAMAT)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang