Cinta Seorang Ibu

52 52 14
                                    

Semenjak kejadian dua hari lalu, aku mengurung diri di kamar ini. Aku hanya keluar kamar ketika waktu sholat tiba saja. Selebihnya, aku lebih banyak menghabiskan waktuku di kamar untuk menghindari bertatap muka dengan bapak.

Bahkan sejak dua hari lalu, aku hanya makan satu kali. Walaupun Ibu sudah sering kali membujukku untuk makan, tetap saja tidak berhasil. Selera makanku benar-benar hilang semenjak kejadian itu.

Ibu juga sudah beberapa kali membujukku untuk keluar kamar. Tapi aku bersikeras untuk tetap berdiam diri di kamar ini. Sedangkan Bapak? Sepertinya dia sama sekali tidak peduli. Buktinya sampai saat ini, Bapak tidak pernah berbicara kepadaku lagi semenjak kejadian tempo hari.

Seperti sore ini, aku merasakan seluruh badanku menggigil kedinginan. Aku juga merasa sangat pusing dan hampir terjatuh ketika hendak mengambil air minum.

Aku pun bergegas untuk mengambil handphoneku di atas meja dan berusaha menghubungi seseorang.

"Halo, Nis! Kamu di rumah? Bisa tolongin teteh nggak?" Ucapku kepada Anisa anak dari om Gilang. Sedangkan om Gilang sendiri, dia adalah adik kandung dari Ibu. Dan satu-satunya saudara kami yang paling dekat.

"Iya, teh. Nisa baru pulang sekolah. Kok tumben nyuruh ke rumah? Teteh lagi pulang, ya?" Tanyanya.

"Iya. Teteh lagi di rumah sekarang. Kamu ke sini, ya. Teteh nggak ada temen. Nanti kamu sekalian makan di sini aja."

"Ya udah. Nisa mau ganti baju dulu. Nanti langsung ke rumah teteh. Tapi jangan lupa traktir bakso, ya.  Hehe." Ucapnya terkekeh.

"Gampang itu mah. Nanti teteh beliin dua porsi sekaligus."

"Janji, ya. Kalau nggak Nisa nggak mau ke rumah teteh, nih!" Ucapnya merajuk.

"Dasar ya, bocil! Kerjaannya makan mulu. Katanya dulu lagi diet, kenapa sekarang malah pengen makan bakso?"

"Enak aja! Nisa tuh sekarang udah gede tau. Sekolah aja udah masuk SMA. Jadi bukan anak kecil lagi. Lagian kan Nisa udah lama nggak di traktir sama teteh. Nggak papa lah kali-kali. Ya, kan?"

"Ya udah, iya. Tapi ada syaratnya."

"Syaratnya apa?" Tanyanya penasaran.

"Dalam waktu 10 menit udah harus ada di sini!" Ucapku terkekeh.

"Siap bos!"

Tuuut tuuut....

Nisa memutuskan panggilan telepon secara sepihak.

Giliran masalah makanan aja, pasti langsung gercep. Dasar Anisa!

***

10 menit berlalu, akhirnya Anisa datang ke rumah. Seperti biasanya, walaupun terkadang tingkahnya seperti anak kecil, tapi dia adalah anak yang disiplin terhadap waktu. Buktinya sekarang dia bisa datang tepat waktu.

Tok.. tok..

"Assalamualaikum, teh Naya! Nisa boleh masuk nggak? Ucapnya sambil mengetuk pintu.

"Waalaikumussalam. Masuk aja, Nis.  Pintunya nggak dikunci." Ucapku.

"Teteh kapan pulang? Kok tumben Nggak ngabarin Nisa?" Tanyanya.

"Iya maaf, ya. Soalnya teteh nggak kepikiran sama kamu." Ucapku terkekeh.

"Oh jadi sekarang udah lupa sama Nisa?" Tanyanya cemberut.

"Bukan gitu, Nis. Teteh sebenarnya lagi banyak masalah." Ucapku sedih.

"Masalah apa? Cerita dong sama Nisa. Biasanya juga teteh cerita banyak hal sama aku.

Eh, ngomong-ngomong, wajah teteh kenapa pucat banget? Teteh lagi sakit, ya?" Nisa menyentuh keningku dengan tangannya.

Diary Naya (TAMAT)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang