Kebahagiaan yang Hilang

17 6 0
                                    

Aku langsung bergegas pulang ke rumah setelah mendapat telepon dari Ibu. Dia tidak bilang apa-apa saat berbicara di telepon. Ibu hanya memintaku untuk segera pulang.

Setelah melalui perjalanan selama kurang lebih empat jam, aku akhirnya sampai di rumah.

"Assalamualaikum." Aku mengucap salam

"Wa'alaikumussalam." Jawab Ibu dari dalam.

"Masuk, Neng. Ada yang harus Ibu bicarakan sama kamu." Ucap Ibu tanpa basa-basi.

Aku hanya menurut saja, mungkin Ibu benar-benar ingin berbicara serius denganku.

"Duduk!" Perintah Ibu.

Bahkan Ibu tidak memberiku waktu istirahat walau hanya sebentar.

"Neng baru sampai, Bu. Apa nggak bisa neng istirahat dulu sebentar?" Ucapku memelas.

"Kamu boleh istirahat setelah Ibu selesai bicara." Ucap Ibu tegas.

"Sebenarnya ada apa, Bu? Kenapa Ibu nyuruh Neng pulang?" Tanyaku kemudian.

"Kamu harus menerima lamaran Raka, Neng."

Deg!

Tanpa ada angin dan hujan, tiba-tiba Ibu menyuruhku untuk menerima lamaran Bang Raka. Ada apa ini sebenarnya?

"Maksud, Ibu?" Aku berusaha mencerna perkataan Ibu.

"Bapak sakit keras, Neng. Dia bilang sama Ibu, kalau Bapak cuma ingin melihat kamu menikah." Ucap Ibu terisak.

"Tapi, Bu. Bukannya selama ini Ibu mendukung Naya, kenapa sekarang ibu malah nyuruh Naya buat menerima lamaran Bang Raka?" Ucapku terisak.

"Maafin Ibu, Neng." Ucap Ibu sambil menangis.

"Kemarin Bapak pingsan, Neng. Ibu langsung bawa Bapak ke Rumah Sakit. Dokter bilang, kalau Bapak punya penyakit komplikasi, dan itu sudah parah."

"Apa? Bapak punya riwayat penyakit komplikasi?" Tanyaku tak percaya.

"Iya, Neng. Ibu mohon sama kamu untuk terima lamaran Raka, dan menikah sama dia. Ibu cuma ingin kamu menikah sama Raka, karena itu permintaan terakhir Bapak." Ucap ibu semakin terisak.

Aku hanya diam, tidak percaya dengan semua yang terjadi. Kenapa kebahagiaanku begitu cepat berganti?Apa aku memang tidak pantas untuk bahagia?" Batinku.

"Apa Bapak benar-benar ingin Naya menerima lamaran itu, Bu?"

"Iya, Neng. Ibu mohon sama kamu, turuti keinginan Bapak sekali ini saja."

"Jika itu bisa membuat Bapak sama Ibu bahagia, Naya bersedia untuk menerima lamaran Bang Raka dan menikah dengan dia."

"Kamu serius, Neng?"

"Iya, Bu. Naya akan berusaha untuk  mencintai Bang Raka." Ucapku.

Saat ini, tidak ada lagi air mata yang terjatuh. Aku benar-benar sudah lelah dengan semua ini.

Aku hanya berharap, jika semua pengorbananku saat ini bisa membuat Bapak  dan Ibu bahagia. Dan hubunganku dengan Bapak bisa kembali lagi seperti dulu.

"Neng ke kamar dulu, ya. Mau istirahat." Ucapku berlalu dari hadapan ibu.

"Kamu nggak mau makan dulu?" Tanya Ibu.

"Naya nggak lapar."

"Ya sudah, tapi kalau kamu lapar ngambil sendiri, ya. Ibu udah masak banyak buat kamu."

"Iya, Bu."

Aku menutup pintu kamar lalu menguncinya dari dalam.

Aku mencoba menghubungi Kak Arsa untuk membicarakan hubungan kita.

Diary Naya (TAMAT)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang