Pulang Kampung

74 65 22
                                    

Sejak tadi pagi, aku sudah di sibuk kan dengan panggilan telepon dari Ibu. Dia menyuruhku untuk segera pulang saat ini. Ibu bilang, kalau Bapak saat ini tengah sakit dan terus menerus memanggil namaku.

Padahal, aku berencana untuk pulang saat libur semester nanti. Tapi karena aku khawatir dengan keadaan Bapak, maka aku memutuskan untuk pulang hari ini juga.

Aku bahkan sudah tidak peduli dengan semua tugas-tugas kuliahku. Yang ada di pikiranku saat ini adalah segera pulang ke rumah dan melihat keadaan Bapak.

Setiap aku mendengar kabar bahwa Bapak sakit, aku selalu merasa khawatir. Aku takut sesuatu terjadi pada Bapak. Mengingat umur Bapak yang sudah sepuh, aku semakin takut untuk kehilangan Bapak. Karena dari kecil, aku memang cenderung lebih dekat dengan Bapak ketimbang dengan Ibu.

Suatu hari Bapak pernah bilang, bahwa aku adalah anak kesayangannya. Mungkin, karena aku adalah anak bungsu. Dan anak perempuan satu-satunya. Karena kata ibu, dari dulu Bapak sangat mendambakan mempunyai anak perempuan. Dan ketika aku lahir, Bapak begitu menyayangiku.

Pernah suatu hari, ketika aku masih berumur 7 tahun, aku mengalami sakit demam dan kejang-kejang. Bapak sampai menangis karena tidak tega melihat keadaanku saat itu.

Mengingat itu semua, tanpa terasa air mataku jatuh. Tiba-tiba, aku jadi rindu dengan Bapak.

Aku bahkan hampir lupa, jika aku harus segera pulang ke rumah. Akhirnya, aku menelepon Amel untuk memberitahunya bahwa hari ini aku akan pulang. Kebetulan, tadi pagi dia sudah berangkat ke kampus. Jadi aku belum sempat memberitahunya.

Setelah menelepon Amel dan membereskan semua pakaianku, aku bergegas menuju ke sebuah terminal bus dengan menggunakan ojek online.

Setelah sampai di sana, aku segera mencari bus yang akan mengantarkanku ke tempat tujuan. Karena bus yang akan aku tumpangi sudah hampir penuh, aku buru-buru untuk mencari tempat duduk. Setelah menunggu kurang lebih 10 menit, akhirnya bus yang aku tumpangi melaju menuju ke tempat tujuanku.

***

Setelah melalui perjalanan kurang lebih selama 4 jam, akhirnya aku sampai di kampung halamanku. Sebuah desa yang masih sangat asri, dengan pemandangan sawah yang membentang dari ujung ke ujung. Sebuah gunung yang menjulang tinggi, membuat pemandangan di sekitarnya semakin indah. Yang akan membuat siapapun betah dan berlama-lama memandanginya.

"Assalamualaikum," aku mengucap salam ketika sampai di depan rumah.

"Waalaikumussalam." Jawab Ibu dari dalam.

"Ibu, sehat?" Tanyaku sambil mengecup tangannya yang sudah mulai keriput karena dimakan usia.

"Alhamdulillah, Ibu sehat. Kamu gimana, sehat? Akhirnya kamu pulang juga Neng." Ucap Ibu dengan wajah yang berbinar.

"Iya, Bu. Neng khawatir sama keadaan bapak."

"Ya sudah, ayo masuk. Bapak sudah nunggu kamu."

"Iya, Bu." Aku pun berjalan di belakang Ibu.

"Mending kamu simpan dulu tas kamu di kamar, Neng. Setelah itu, kamu pergi ke kamar bapak, ya. Ibu akan siapkan makanan untuk kamu."

"Bu! Jangan lupa ikan asin sama sambalnya!" Ucapku terkekeh.

"Ibu kira kamu udah nggak suka ikan asin sama sambal." Ucap Ibu sedikit meledek.

"Ya, nggak lah, Bu. Neng mah lidah nya juga lidah Sunda. Jadi kalau makan tanpa sambal dan ikan asin itu rasanya kaya ada yang kurang." Ucapku terkekeh.

Kulihat Ibu hanya tertawa kecil mendengar ucapanku. Ibu kemudian berjalan ke dapur untuk menyiapkan makanan.

Aku membuka pintu kamarku. Kamar yang selalu aku rindukan. Tidak ada yang berubah. semuanya masih sama, seperti terakhir kali aku meninggalkan kamar ini. Aku yakin ibu pasti selalu membersihkan dan merawat kamar ini setiap hari.

Tanpa aku sadari, ternyata Bapak sudah berdiri di depan pintu kamarku sambil tersenyum.

"Neng! Kok senyum-senyum sendiri, Lagi mikirin apa?" Tanya Bapak dengan suara yang sangat pelan.

"Kok Bapak ada di sini? Harusnya kan Bapak istirahat aja di kamar. Biar nanti neng yang samperin Bapak ke kamar." Ucapku seraya berjalan ke arah Bapak.

"Bapak udah kangen banget sama kamu. Kalau nungguin kamu mah lama. Nanti yang ada bapak keburu tua." Ucap bapak sedikit terkekeh.

"Iyaa, pak. Maaf. Tadi neng di suruh ibu buat nyimpen dulu tas ke kamar. Baru setelah itu neng akan pergi ke kamar bapak." Ucapku sedikit merasa bersalah.

"Gimana kuliah kamu, lancar?" Tanya Bapak antusias.

"Alhamdulillah, Pak, lancar." Ucapku tersenyum.

"Alhamdulillah kalau gitu. Bapak senang dengernya." Ujar bapak.

"Iya, Pak. Neng pokoknya janji sama bapak sama ibu, kalau neng nggak bakal ngecewain kalian."

"Bapak percaya sama kamu. Tapi sebenarnya, ada yang ingin Bapak sampaikan sama kamu." Ucap Bapak. Kali ini raut wajahnya terlihat begitu serius.

"Bicara aja, Pak. Nggak usah grogi gitu. Lagian ngomong sama anak sendiri aja kok kaya mau nembak pacar aja sih. " ucapku tertawa.

"Kapan kamu siap untuk menikah?" Tanya bapak tanpa basa-basi.

Deg!

Seketika, aku langsung terdiam dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh bapak. Kenapa bapak mendadak bertanya seperti itu? Apa itu artinya, bapak ingin aku segera menikah?

Pertanyaan bapak yang tiba-tiba, membuatku seketika sibuk dengan pikiranku sendiri.

Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri. Apa maksud dari pertanyaan bapak tadi? Kenapa bapak tiba-tiba bertanya seperti itu? Semua pertanyaan itu seolah-olah berputar di kepalaku.

"Neng! Kok diem aja bapak tanya?" Ucap Bapak membuyarkan lamunanku.

"Kenapa Bapak tiba-tiba bertanya seperti itu? Neng kan masih 19 tahun. Kuliah aja baru semester empat. Lagian, kalau neng nikah sekarang, kasian suami neng nanti. Soalnya neng masih suka bangun siang. Hehe,"ucapku terkekeh.

"Bapak udah tua neng. Bapak nggak tau lagi apa Bapak masih bisa melihat kamu menikah atau tidak. Ucap bapak dengan raut wajah sedih.

Bapak harap, kamu pikirkan baik-baik ucapan bapak. Menikahlah! Cuma itu permintaan bapak."

"Iyaa, Pak. Neng akan pikirkan lagi nanti."

"Ya sudah, sekarang kamu istirahat. Pasti kamu cape, kan? Bapak akan pergi ke kamar bapak."

Setelah bapak pergi, aku menutup kembali pintu kamarku. Entah apa yang harus aku lakukan sekarang.

Aku tidak menyangka, jika permintaan bapak kali ini adalah permintaan yang sangat berat untuk aku penuhi.

Aku masih ingin melanjutkan kuliahku, mengejar semua impianku, menjadi penulis terkenal dan keliling dunia seperti cita-citaku dulu.

Tapi sekarang, semua itu menjadi seperti mustahil bagiku. Ya Tuhan! Apa yang harus aku lakukan.?

Diary Naya (TAMAT)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang