Arsa Nata Prawira

85 64 30
                                    

"Apa kau ingat saat pertama kali kita bertemu? Awalnya, kita tidak saling mengenal bukan? Namun, semesta mengenalkan kita tanpa sengaja."           -Anaya Anantara Sabila-

Aku tiba di kostan dengan nafas terengah-engah. Untung saja dia tidak mengejar ku sampai ke sini.

Ya Tuhan, ternyata orang itu mengerikan juga. Atau jangan-jangan, dia adalah seorang psikopat yang menyamar jadi mahasiswa? Hiiihhh membayangkan nya saja aku sudah bergidik ngeri.

Ketika sedang asyik melamun, aku di kejutkan dengan suara ketukan pintu dari luar.

"Nay! Lagi apa sih di dalem? Dari tadi aku panggil nggak nyaut-nyaut. Hayo, lagi mikirin Bang Eza ya? Selidik Amel.

"Diihhh, Apaan sih, Mel. Bang Eza siapa?" Aku balik bertanya.

"Ya ampun, Naya! Abis kejedot pintu lu? Atau, salah minum obat? Kenapa tiba-tiba jadi amnesia?" Tanya Amel khawatir.

"Gini ya, gue jelasin sama lo. Yang gue maksud itu bang Eza senior kita di Kampus. Mahasiswa Semester enam, Jurusan Ilmu Komunikasi yang naksir berat sama cewek dingin dan jutek seperti Anaya Anantara Sabila." Jelas Amel panjang lebar.

"Iya, udah tahu kali." Ucapku tertawa.

"Lagian nih, ya,  aku itu bukan lagi mikirin bang Eza. Tapi lagi jatuh cinta." Aku balik menggoda Amel.

"Hah! Lo serius? Jatuh cinta sama siapa?" Tanya Amel antusias.

"Kepo banget, sih. Mau tahu aja, atau mau tahu banget?" Tanyaku membuat Amel semakin penasaran.

"Mau tahu banget lah!"  Ucapnya antusias.

Saat sedang asyik mengobrol dengan Amel, tiba-tiba HP ku berbunyi.

Tiiing...

Sebuah pesan WA masuk ke HP ku.
Dari nomor tidak di kenal.

[Heh, cewek dingin dan kaku kaya kanebo kering! Lo udah sampe kostan belum?"

Diiihhh! Siapa sih ni orang? Kenal juga nggak, udah ngajak perang aja. Batinku.

Tapi karena penasaran. Aku pun membalas pesannya.

[Maaf, ya. sepertinya anda salah orang.  Nama saya Naya. Nama lengkap saya Anaya Anantara Sabila.]

[Anaya Anantara Sabila? Nama yang bagus. Tapi sayang, nama itu nggak cocok buat lo. ]

[Enak aja! Kalau ngomong itu jangan sembarangan. Mau aku laporin atas tindakan pencemaran nama baik?]

[Jutek amat, sih. Jadi cewek jangan jutek-jutek, nanti susah dapat jodoh.]

[NGGAK PERCAYA!]

[Yeeh, di bilangin nggak percayaan]

[Ngapain juga harus percaya sama kamu? Kenal juga nnggak.]

[Ya udah.  Kenalin,  nama gue Arsa Nata Prawira. Boleh di panggil sayang.]

[Dasar cowok aneh!]

[Haha... tapi gue pastiin, lo bakal jatuh cinta sama gue.]

[NGGAK AKAN!]

[Kita lihat aja nanti!]

[Oke! Siapa takut!]

[Ya udah, gue lagi ada tugas nih. Kita lanjut lagi besok ya. Dah sayang.]

Apaan sih, tuh orang. Nggak jelas banget. Baru juga kenal udah manggil sayang. Dasar cowok aneh.

Aku terus saja mengomel, sampai nggak sadar kalau Amel ternyata masih ada di sebelahku dengan wajah keheranan.

"Woy! Kenapa lu? Dari tadi ngomel-ngomel nggak jelas. Lagi chattingan sama siapa, sih?"

"Apaan, sih? Kepo banget! Bukan siapa-siapa kok."

"Jangan bohong! Dari tadi gue perhatiin lu kali."

"By the way, kamu tahu yang namanya Arsa?"

"Arsa yang mana?"

"Itu, lho, Arsa Nata Prawira. Tahu, nggak?"

"Arsa Nata Prawira?" Tanya Amel dengan wajah yang kaget.

"Iya, katanya sih gitu. Kamu tahu?"

"Lo beneran nanya gue? Siapa sih yang nggak kenal sama Kak Arsa. Udah baik, cool, pinter, anak motor lagi. Pokoknya dia itu idaman semua cewek di kampus. Tapi sayangnya, dia itu dingin banget orangnya. Cocok sih kalo sama lo."

"Cocok apaan? Yang ada, kita itu udah kaya Tom and Jerry. Nggak bakal bisa akur."

"Jadi, tadi lo chattingan sama Kak Arsa?

"Iya, kenapa emang?"

"Kok bisa?"

" Jadi gini, tadi itu, pas aku pergi ke ATM buat ngambil uang kiriman dari ibu, aku ketemu sama dia dan teman-temannya juga. Tapi yang bikin aku kesel, masa dia ngatain aku cewek penggaris sih. Katanya, aku itu datar, lurus, kaku nggak jauh beda sama penggaris. Nyebelin banget nggak, sih?

"Hahaha... Emang bener sih, lo itu emang nggak beda jauh sama penggaris. Buktinya nih, ya, kalau lo jalan  aja lo nggak pernah liat kanan kiri tahu, nggak? Yang ada Luruuus aja. Terus yang bikin gue kesel kalo lagi jalan sama lo, nggak pernah tuh  gue lihat lo senyum." Cibir Amel.

Tuk!

Aku memukul kepala Amel, enak aja dia ngatain aku cewek penggaris. Temen apaan coba yang berani ngatain temennya sendiri?

"Awww... sakit tahu!"

"Syukurin! Siapa suruh tadi ngata-ngatain, hah?"

"Iya, iya, maaf! Gue kan cuma bercanda." Ujarnya.

"Ngomong-ngomong nih, ya. Kayanya kalian jodoh deh. Soalnya sama-sama jutek, dingin, kuliah di jurusan yang sama pula."

"Jangan ngaco deh, Mel!" Ucapku kesal.

"Gue serius, Nay. Pertemuan kalian itu udah di takdirin sama Tuhan. Buktinya, lo sama dia punya banyak kesamaan. Dan itu bukan sebuah kebetulan, kan?"

"Ya bisa aja itu cuma  sebuah kebetulan. Atau, bisa jadi dia salah satu kembaran aku. Kata orang, kita itu punya tujuh kembaran di dunia, berarti aku tinggal nyari yang sisanya aja. Bener, nggak?" Ucapku terkekeh.

"Sumpah, ya. Lo tuh makin ngaco. Kebanyakan nonton film tahu, nggak? Lama-lama, gue bisa ketularan nggak jelas kaya lo.

Pokoknya menurut gue nih, ya. Di dunia ini nggak ada yang namanya kebetulan. Semua yang terjadi di dunia ini, itu semua udah takdir dari Tuhan. Termasuk pertemuan lo sama kak Arsa."

"Iya, benar juga, sih." Ucapku berpikir.

"Udah ah, gue mau balik ke kamar gue dulu. Kalau kelamaan di sini, gue takut lo kerasukan sama kembaran lo yang lainnya." Ucap Amel sambil berlalu.

Haha... Apa katanya? Kerasukan sama kembaran yang lain? Ada-ada aja tuh anak.

Aku hanya bisa tertawa mendengar ucapan Amel.

Sebenarnya, aku setuju dengan semua yang Amel katakan. Kalau setiap kejadian di dunia ini, semua itu adalah takdir dari Tuhan. Tapi, apakah pertemuanku dengan kak Arsa juga sebuah takdir?

Entahlah. Yang pasti, saat ini, aku menjadi penasaran dengan seorang ARSA NATA PRAWIRA.

Diary Naya (TAMAT)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang