Chapter 11. Bekasakan Iku Ono

141 15 0
                                    

Bekasakan berarti hantu atau lelembutan, diambil dari bahasa Sansekerta. Dan, Iku Ono bahasa Jawanya dari  itu ada.

“Sara, kamu jangan takut, ya,” ujar Rama yang mulai memeluk Sara dari samping

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sara, kamu jangan takut, ya,” ujar Rama yang mulai memeluk Sara dari samping.

Sara mengangguk ringan. “Iya, Ram.”

Satu per satu bola mata merah bermunculan, tanpa menampakkan wujudnya. Mereka semua semakin ketakutan, ketika dikelilingi oleh begitu banyak bola mata merah di bangunan itu. Sementara, Sara terus menggenggam kuat kalung berliontin jengglot pada lehernya, yang mulai memancarkan sinar dan berkilau. Lalu, angin berembus sangat kencang hingga membuka pintu bangunan yang tertutup rapat, sekaligus membuat bola mata merah yang berada di sekeliling mereka menghilang. Kegelapan pun lenyap, saat cahaya dari sinar matahari menembus kaca jendela serta menyelinap di balik sela-sela bangunan yang sudah retak.

“Aaaa!!” Gea kembali menjerit, saat melihat seorang penduduk yang tergeletak di depan mereka.

“Itu petani, yang membantu kita penelitian ‘kan?” tanya Candy curiga.

Farrel pun mendekat, untuk memeriksa keadaan penduduk—yang berprofesi sebagai petani. “Iya, ini  petani yang hilang itu.”

Lalu, Farrel membalikkan posisi tubuhnya yang terlungkup menjadi terlentang. Mereka semua berteriak, begitu dengan Farrel yang langsung terperanjat ke belakang. Pada saat, melihat keadaan petani itu. Dengan kondisi wajah yang hancur tercabik-cabik, dan kedua matanya kosong tanpa bola mata. Bahkan, sekujur tubuhnya pun berlumuran darah. Kemudian bagian perut terdapat luka yang masih terbuka—seperti terkena cakaran dari kuku—membentuk tiga garis.

Farrel menggeleng setelah memeriksa denyut nadi. “Petani ini udah nggak bernyawa,” katanya kemudian.

“Apa dia benar diterkam sama binatang buas?” tanya Candy melempar pandangan dengan Farrel, tetapi Farrel menggeleng tidak yakin. Lantas, Gea pun berlari ke luar dari bangunan itu. Sehingga mereka menyusul kepergian Gea, dan meninggalkan jasad petani dengan kondisi yang tidak wajar di sana.

“Gea, tunggu!” teriak Candy yang mengkhawatirkan Gea, sebab ia pergi dengan penuh ketakutan.

Mereka mengatur napas, saat tiba di rumah penginapan. Namun, jumlah mereka berkurang satu. “Jihan, mana?!” tanya Arga yang mulai menyadari, jika Jihan tidak bersama mereka.

“Jihan!” panggil Candy mengedarkan pandangan, dengan tubuh yang berputar penuh memandang lebatnya pepohonan di sekitar.

“Jangan-jangan, Jihan masih ada di bangunan itu? Dan, dia kejebak di sana?” tebak Arka membuat ketakutan mereka, semakin bertambah. Mereka semua kompak menatap jalanan yang naik dan lurus dari kejauhan, pintu gerbang sebagai pembatas antara desa dan kawasan hutan terlarang pun dapat terlihat. Walau, dengan tatapan penuh kekalutan sekaligus keraguan untuk kembali ke sana.

DESA SESUK [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang