Chapter 18. JIWATMA

131 9 1
                                    

Jiwatma berarti roh hidup, yang diambil dari bahasa Sansekerta.

Gea mematung di tempat, lalu terjatuh pingsan saat melihat jelas bola mata merah itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gea mematung di tempat, lalu terjatuh pingsan saat melihat jelas bola mata merah itu. Hingga keesokan harinya, Candy terperanjat saat mendapati Gea yang tergeletak di dekat pintu kamar. Buru-buru Candy menghampiri Gea, dan berteriak memanggil Farrel dan Rama. Beberapa saat mereka berdua datang, dengan raut panik memandang Gea yang tidak sadarkan diri.

“Tolong bantu angkat Gea,” pinta Candy membuat Farrel serta Rama bergegas menggendong tubuh Gea, untuk ditidurkan di atas ranjang.

“Kak Gea, kenapa bisa kaya gini, Kak?” tanya Rama mendapat gelengan ringan dari Candy, sedangkan Sara masih berdiam diri di ambang pintu kamar.

“Waktu gue bangun tidur, tiba-tiba gue lihat Gea udah tidur di lantai,” adu Candy.

Sedangkan, Sara yang mulai terbangun dari tidurnya tampak gelisah, saat ia tidak melihat keberadaan Jihan di sampingnya, maupun di sekitar kamar. “Jihan!!” panggil Sara beranjak ke luar, tetapi di luar sedang hujan. “Jihan, kamu di mana?!” teriak Sara berdiri di teras rumah, suaranya itu terdengar keras sampai ke dalam.

“Sara, kenapa cari Jihan?” tanya Candy bingung, membuat Rama hendak ke luar untuk menemui Sara. Namun, Gea lebih dulu sadarkan diri sambil berteriak memanggil nama Jihan. Sehingga, Sara yang berada di luar bergegas masuk kembali.

“Gea, lo kenapa?” tanya Candy panik, saat melihat keringat dingin bercucuran di kening Gea.

Begitu pula Farrel yang menduga, “Kayanya lo kerasukan lagi, ya.”

Sara yang tiba-tiba masuk ke kamar, langsung menyerbu Gea dengan berbagai pertanyaan. “Kak Gea, kenapa teriak sebut nama Jihan? Kak Gea tahu Jihan ada di mana?”

“Jihan, nggak ada di kamar dan di sekitar rumah. Apa Kak Gea, lihat Jihan?” tanya Sara lagi, kali ini mengubah raut Gea yang ketakutan, menjadi sendu. Gea menangis menatap Sara yang berdiri di sisi ranjang, kemudian menceritakan kejadian semalam kepada mereka semua.

“Maafin gue, ya, Sar,” lirih Gea merunduk pasrah. Cairan bening yang sudah tertampung, akhirnya terjatuh juga di kedua pipi Sara. Sebab, bukan hanya Sara yang merasa kehilangan Jihan, tetapi mereka semua.

Sara membasahi bibir bawahnya, lalu terduduk lemah di tepi ranjang. “Semalam aku juga mimpi, kalo Jihan bakalan pergi meninggalkan kita semua,” lirih Sara membuat Rama berlutut saat mendapati luka pada lutut Sara.

“Lutut kamu kenapa terluka, Sar?” tanya Rama mengusap darah segar, yang masih basah membekas di lutut Sara. Sehingga, Sara tersadar bahwa ia sempat terjatuh saat akan mengejar kepergian Jihan, di mimpinya semalam. Ia pun langsung memberitahu mereka semua, tentang mimpi itu. Namun, ia semakin yakin jika semalam ia sedang tidak bermimpi, melainkan sedang berada di dalam penglihatannya.

Sehingga, Rama langsung membersihkan luka pada lutut Sara, dan menutupnya menggunakan plester yang ia bawa. Lalu, Farrel tampak panik dan berkata, “Kita nggak punya waktu banyak, jadi lebih baik kita kemasi barang-barang terus pergi dari sini,” ujar Farrel membuat Rama bertanya, “Pagi ini? “

DESA SESUK [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang