Secepat itukah?

182 11 2
                                    

Menikmati kesendirian, itulah yang tegah Rachel lakukan di dalam kamar, hari-harinya hanya di habiskan dengan membaca dan menonton. Jarang keluar kamar, hanya keluar ketika makan dan pergi ke sekolah saja. Alvin pun kini lebih banyak menghabiskan waktunya di luar, jarang di rumah. "Bun, Rachel pamit keluar ya, jalan-jalan. Bosan di rumah terus Bun."

Cea yang sekarang kesehatannya semakin membaik, mendekati putrinya.
"Kamu kenapa? Akhir-akhir ini lebih sering mengurung diri di kamar."

"Aku enggak apa-apa kok Bun, emang lagi malas keluar kamar aja. Lagian sekarang kan rumah makin sepi Bun, papa Sering pulang malam bahkan hari libur papa tetap aja kerja."

"Iya, Abang kamu juga lagi sibuk juga."

"Sibuk apa Bun, pacaran? Emang iya."

"Chel, jangan gitu. Abang kamu sudah dewasa, udah cukup umur untuk menikah. Wajar aja sekarang Alvin lebih dekat dengan pacarnya, mungkin Abang kamu mau menjalin hubungan yang lebih serius lagi."

Cea mencoba menasehati putrinya, Cea mulai mengerti bukan Alvin yang tidak memperdulikan adiknya. Tapi, setelah berbulan-bulan hidup dengan putrinya kembali Cea semakin tahu bagaimana sikap dan watak putrinya itu.

"Bun, aku sudah siap kok kalau Bang Al menikah. Aku akan menjaga diriku sendiri dan enggak akan bergantung ataupun menyusahkan bang Al lagi, udah ya Bun nanti di sambung lagi ngobrolnya, aku pamit dulu Bunda."

Keluar dari dalam rumah, Rachel menunggu taxi online menjemputnya. Hari ini, Rachel ingin menenangkan diri di laur sendirian. " Ya Allah lama banget sih taxinya datang, mana 10 menit lagi."

Rachel melihat jam tangannya, hal menyebalkan dalam hidup ini adalah menunggu, dan Rachel sangat membenci itu.

***

"Vin, kamu serius sama keinginan kamu itu?" Becca tampak gugup setelah Alvin menyampaikan niat baiknya.

"Aku serius Becca, emang kamu enggak mau aku seriusin? Kamu mau hubungan kita gini-gini aja?"

"Ya enggak lah, aku hanya kepikiran dengan Rachel. Sampai sekarang kan adik kamu itu enggak suka sama aku."

Alvin meraih tangan Becca, menggenggamnya lembut mencoba memberikan kehangatan di setiap sentuhannya. Alvin tahu, Becca khawatir dengan Rachel, mengingat adiknya itu sangat tidak suka dengan Becca.

"Bek, aku udah capek hidup sendiri sekalinya punya kekasih kamu tahu kan berakhir bagaimana?" Becca tahu, Alvin sudah menceritakannya.

"Becca, kamu mau menikah dengan aku?"

Alvin yang masih menggenggam tangan Becca pun tidak menyadari ada siapa yang tengah mengamati mereka.

"Secepat itukah, Abang memutuskan menikah, memutuskan bertanggung jawab untuk hidup perempuan lain selain bunda dan adik perempuannya?"

Saat memutuskan untuk makan di restoran ini, Rachel di buat gagal fokus oleh mobil yang terparkir di parkiran restoran yang mirip sekali dengan mobil abangnya, dan plat mobilnya pun sama. Tadinya ingin mencari restoran lain untuk makan, tapi untuk apa? Toh Rachel lapar dan kebetulan ingin memakan Steak, peduli setan dengan Abangnya Rachel tetap masuk ke dalam restoran.

"Mbak, saya pesan steak dengan varian yang berbeda ini tiga porsi ya, tingkat kematangannya Medium aja."

"Siap kak, maaf ya kak di sini sistemnya langsung di bayar ya kak, mohon menunggu sebentar." Rachel mengeluarkan kartu Atm-nya dan memberikan pada kasir restoran itu.

Rachel sengaja memilih duduk di tempat yang berhadapan dengan meja Alvin dan Becca agar mereka tahu, Rachel yang mereka anggap seperti benalu yang selalu merepotkan dan merusak waktu kebersamaan mereka, juga bisa melakukan apapun sendiri.

Hai Brother, I feel fineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang