Bertemu Ayah biologis

150 9 2
                                    


"Chel." Sapa lelaki yang berstatus ayah biologis dari calon anaknya.

Kenapa nih orang ada di sini sih, ngapain coba ketemu lagi sama dia.

Membatin Rachel merasa tidak nyaman bertemu dengan Devan. Cowok yang seharusnya menjadi suaminya itu tampak kacau entah apa yang ia lakukan sebelumnya dan mengapa dia ada di sini?

"Apa?" Berusaha untuk bersikap biasa saja, namun Rachel sebenarnya sudah tidak ingin bertemu kembali dengan Devan sekarang ia sudah menikah dengan Abian.

"Bisa kita bicara? Ada yang ingin aku sampaikan ke kamu." Pintanya setengah memohon.

"Enggak ada yang perlu di bicarakan lagi Dev. Kita udah selesai, apalagi yang ingin lo bicarakan? Soal yang di perut gue. Tenang, dia aman dan sehat lagipula aneh banget kalo elo mengkhawatirkan dia." Terang Rachel heran.

Devan tak bergerak di tempatnya, sorot matanya memancarkan kerapuhan. Rambutnya berantakan, wajah kuyu tak bercahaya tidak seperti Devan yang terkenal dengan pesonanya yang luar biasa. Rachel akui bagaimanapun Devan tetap ayah biologis calon anaknya sekalipun Abian yang akan di panggil papa oleh anaknya kelak. Melihat keadaan kacau Devan, di lubuk hati paling dalam Rachel merasa iba. Apakah ini adalah bentuk teguran tuhan pada Devan? Karena ia tidak mempertanggung jawabkan perbuatannya, meskipun tidak sepenuhnya salah dia.

"Aku hanya butuh waktu kamu sebentar, Chel." Pintanya sekali lagi, dan Rachel semakin tidak nyaman.

"Oke, mau bicara di mana?" Menolak pun Rachel tidak tega, baiklah akan ia turuti maunya, semoga setelah ini Rachel tidak di ganggunya lagi.

Ada kelegaan dari hembusan napas Devan saat permintaannya di penuhi oleh Rachel. Devan mengajak Rachel untuk mengobrol di salah satu cafe yang terletak tidak jauh dari apartemen Celine dan Eveline.

"Mau bicara apa?" Rachel tidak mau membuang-buang waktu, dengan bertemu tanpa sepengetahuan suaminya saja ini sudah salah, apalagi harus berlama-lama berdua.

"Apa kamu bahagia dengan pernikahan kamu?"

Rachel membuang muka ia pikir Devan akan membahas calon anaknya, berapa usainya, jenis kelaminnya atau Rachel mengidam apa?

"Kamu bisa lihat sendiri, apa ada kamu mendengar aku bertengkar dan bercerai dari suamiku?!"

Devan menunduk sejenak apa sekarang ia menyesal dengan keputusannya? Kalau iya, selamat. Penyesalan memang berada di akhir, dan Devan telah mengambil keputusan yang akan ia sesali sekarang.

"Chel aku masih cinta sama kamu, apa bisa kita kembali seperti dulu setelah kamu melahirkan nanti." Cowok dengan bibir merah itu pun memohon penuh harap.

"Enggak, Rachel nggak akan pisah dari gue.!" Pekik Abian tidak terima.

Napasnya memburu suaranya memekik keras seakan dirasuki makhluk asing yang membuatnya tidak bisa mengontrol diri dan emosi. Abian menatap nyalang pada sorot mata Devan yang memancarkan permohonan pada istrinya.

"Kamu kenapa ada di sini?" Ucap Rachel masih tidak percaya, mengapa suaminya ada di sini tahu dari mana dia keberadaannya.

"Kenapa emangnya? Kamu keberatan aku ada di sini?!" Sahut Abian tidak terima, bisa-bisanya istrinya ini menanyakan alasan keberadaannya, sungguh terlalu.

"Mau apa lagi lo sama istri gue? Nggak usah ganggu Rachel lagi, di udah jadi milik gue, gue punya hak sepenuhnya atas hidup dia." Abian mengultimatum Devan dengan fakta dan kenyataan yang ada, agar mantan kekasih istrinya itu sadar sudah tidak ada lagi kesempatan untuk dia mengharapkan Rachel kembali padanya.

Rachel tak bergeming baru kali ini ia melihat Abian semarah ini, selama hidup bersama Abian jarang sekali mengeraskan suaranya. Suaminya itu selalu bersikap sabar dan mengalah.

Hai Brother, I feel fineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang