17. Mereka yang Bersama

92 21 0
                                    

Sudah sekitar 10 menit lamanya Chio ada di dalam mobil. Merasa bosan di dalam mobil, akhirnya Chio keluar. Duduk di cap mobil sembari memainkan ponselnya. Setelah bosan duduk, Chio berjalan mondar-mandir di sekitar mobil untuk membunuh rasa bosannya.

"Lama juga ya? Dulu gue waktu nembak orang sebentar banget. Apa Arin lanjut nge-date sama Yovan ya?" Chio membuang nafas gusar. Ia merasa membuang-buang waktu, menunggu Arin disini. Tidak mungkin Arin akan menemuinya hanya untuk memamerkan pacar barunya.

Berpikir sekian menit, akhirnya Chio memutuskan untuk masuk ke mobil dan pulang. Chio menyalakan mesin mobilnya. Entah kenapa kakinya terasa susah sekali mau menginjak pedal gas. Jauh di lubuk hatinya ada perasaan mengganjal.

"Sial! Gue kepikiran Arin terus!" Erang Chio memukul setir mobilnya.

Chio lantas mematikan mesin mobilnya. Mengetuk-ngetuk setir mobil dengan jari jemarinya. Bimbang tentang perasaan cemasnya terhadap Arin. Sisi lainnya merasa kesal karena cemas disaat kondisi seperti ini.

"Gak ada salahnya kalau gue kesana kan? Gue cek dia bentar, abis itu pulang." Putus Chio pada akhirnya.

***

"Sekarang udah lengkap semuanya. Thanks, Ra udah mau dateng. Gue nyiapin ini semua buat lo di bantu Arin. Sahabat lo. Thanks juga buat Arin, udah mau dateng dan bantuin gue banyak. Sorry, waktu itu gue bohong. Semoga hari ini lo bisa jadi saksi." Ucap Yovan secara lugas. Netranya menatap lekat kedua mata Ara.

Detik berikutnya Yovan mengambil bucket bunga krisan yang sudah disiapkan. Melangkah kembali ke tempat Ara berdiri. Tepat di depan Ara, Yovan kemudian berlutut dengan senyum tampannya. Menyodorkan bucket bunga yang ia pegang di tangannya.

"Pertama-tama aku bener-bener berterimakasih kepada Tuhan karena telah menciptakan kamu. Berterimakasih kepada ibu yang telah melahirkan kamu. Berterimakasih pada ayah yang telah membesarkan kamu. Kamu sangat istimewa bagi aku, Ra." Ucap Yovan tegas.

"Kamu pantes dapet semua yang baik dan sempurna, dan aku pengen mencoba yang terbaik buat kasih semuanya buat kamu. Aku gak sempurna dalam hal apapun, tapi aku pengan jadi sempurna buat kamu, Ra." Lanjut Yovan.

"Aku pengen membantu kamu dalam banyak hal. Aku juga pengen dukung kamu selama kamu ijinin. Terimakasih udah jadi Jocelyn Arabella yang hebat. So, tolong terima perasaan aku ini." Lanjut Yovan mengakhiri pengungkapan perasaannya.

Ara menitikkan air matanya terharu. Terasa mimpi, Yovan memintanya untuk menjadi pacarnya.

"Iya, aku mau, Yovan."

Deg

Sesuatu dalam tubuh Arin remuk. Seluruh tubuh Arin mati rasa. Bibirnya bergetar. Kepalanya terasa berputar-putar. Detak nadinya seakan melemah. Menatap Ara dan Yovan tanpa ekspresi. Telinganya sudah tidak sanggup mendengar suara lagi.

Terbayar sudah perasaan cemas yang Arin rasakan tadi. Terbayar sudah perasaan bingung yang Arin rasakan tadi. Terjawab sudah semua pertanyaan yang ada di kepala Arin. Tersadar bahwa dirinya bukanlah tokoh utama yang akan merasakan kebahagiaan. Melainkan tokoh pendamping yang mau tidak mau merasakan keperihan.

Saat memeluk erat Yovan, pandangan Ara teralihkan oleh sahabatnya yang menatap kosong ke arahnya. Ara lalu berlari menghampiri Arin. Memeluk erat Arin. Tapi tangan Arin beku. Tidak mampu membalas pelukan Ara. 

"Thanks for everything. I love you so much." Lirih Ara di telinga Arin. Arin masih menatap kosong ke depan. Tidak membalas perkataan Ara. Sekuat tenaga menahan air matanya untuk tidak jatuh di hari bahagia sahabatnya itu.

Belum sempat melepaskan pelukan Ara, ada yang menarik kuat tubuh Arin supaya terlepas dari pelukan Ara. Ya benar, orang itu adalah Chio. Orang yang sedari tadi menyaksikan runtuhnya ekspetasi Arin. Orang yang sedari ingin sekali meninju wajah Yovan tapi menahan diri hanya untuk Arin.

MY PERFECTIONIST BOYFRIEND [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang