24. Beautiful Girl

79 19 0
                                    

Arin menyanyikan lagu yang ia dengar di earphone-nya dengan pelan. Menikmati lagu sembari mencatat materi papan tulis. Rasanya senang bisa mencatat sambil mendengarkan lagu kesukaannya. Tiap kata yang ditulis terasa berirama dengan lagu. Membuat Arin terlalu larut, sampai memejamkan matanya.

"Taraaaaa!" Teriak Ara. Sebungkus roti rasa kopi dengan sekotak susu coklat sudah berada di depan wajah Arin.

Arin langsung meraih pesanannya itu. "Thanks ya, Ra!"

Akibat dari terlambat menulis catatan, akhirnya Arin meminta tolong pada Ara untuk membelikan makanan. Ia rasa tidak sempat untuk pergi ke kantin. Maka dari itu, ia meminta tolong Ara. Syukurlah, sahabatnya itu selalu siap membantu.

"Eh, lo udah siapin apa aja buat Sabtu nanti?" Tanya Ara sembari melahap makanannya. Ia bertanya soal persiapan Arin untuk kegiatan perkemahan hari Sabtu. Ara bertanya sebab hari ini sudah hari Kamis, dan Ara khawatir karena Arin tinggal sendiri.

"Emangnya apa aja yang harus disiapin?" Mimik wajah Arin berubah manyun. Benar perkiraan Ara, Arin belum menyiapkan apapun.

"Udah gue duga. Kalau barang-barang perkelompok, biar gue aja yang bawa buat berdua. Nanti lo bantu bawa aja disana. Tapi barang-barang individu, harus lo siapin." Jelas Ara.

"Kayak apa?" Tanya Arin lagi.

"Hmmm... Kayak snack yang pengen lo bawa, obat-obatan pribadi terus sleeping bag. Sebenernya sleeping bag  ada disana, tapi gue gak jamin nyaman deh. Soalnya bekas orang-orang kan?" Jelas Ara.

"Duh tapi gue gak punya sleeping bag." Lanjut Arin.

Sudah ke sekian kalinya Ara ikut sedih dengan keadaan Arin. Jika dilihat hidup seseorang normalnya, tidak mungkin sebuah keluarga tidak memiliki alat berkemah seperti sleeping bag. Minimal dalam sebuah keluarga pasti memiliki, walaupun hanya satu set. Ara baru ingat kalau Arin perempuan tangguh yang hidup mandiri. Keluarga Arin yang berada diluar negeri mana sempat membelikan Arin hal sepele macam ini.

Sayangnya dalam dua hari ini, Ara ada masalah keluarga yang mengharuskannya langsung pulang. Ia tidak bisa menemani Arin untuk membeli alat kemah tersebut. Meski merasa bersalah pada Arin, tapi tidak bisa Ara pungkiri masalah keluarganya juga penting. Ara hanya bisa membantu dengan memberitahu toko tempat membeli alat kemah yang ada di dekat apartemen Arin.

Walaupun sedih, tapi Arin bisa memaklumi hal ini. Ia malah bersyukur, diberikan sahabat yang sangat baik seperti Ara. Ia pikir, mungkin ia bisa membeli alat kemah itu sendiri. Terbiasa hidup sendiri, masa tidak bisa membeli alat kemah sendiri? Pikir Arin. Dalam situasi seperti ini, ia hanya bisa menerima yang terjadi. Karena apa yang terjadi tidak seluruhnya buruk. Tergantung kita bisa melihatnya dari sisi mana.

***

Sore hari yang cerah ini, Arin memutuskan untuk mengepel lantai apartemennya. Memutar lagu kesukaan dengan cukup keras. Membuatnya sesekali menarikan tarian yang tidak jelas. Arin ingat kalau ia tidak rajin membersihkan apartemennya, ia akan dimarahi oleh Bapak Valenchio yang terhormat. Nyatanya semenjak dekat dengan Chio, Arin jadi tertular sifat perfeksionis Chio. Ia jadi rajin membersihkan dan merapihkan apartemennya. Tapi, ia belum se-perfeksionis Chio tentunya.

Lagu yang ia putar diponselnya tiba-tiba meredup suaranya. Tanda ada pesan masuk diponselnya. Arin menyandarkan gagang pel pada dinding, kemudian melangkah untuk mengambil ponselnya di atas meja. Tertera pesan masuk itu berasal dari Chio.

Ganti baju, terus turun ke lobby!

Mau ngapain? Suka gak jelas lo!

MY PERFECTIONIST BOYFRIEND [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang