24장.

1.3K 237 21
                                    

Saat hari menjelang pagi, yang mulia tidak ada di dalam kamar itu. Dia entah pergi kemana, tanpa pamit hingga membuat Taehyung juga yang lain sedikit kebingungan.

"Dia belum kembali?" Tanya pangeran Min.

Hoseok, juga Taehyung menggeleng sebagai jawaban. Tidak, bahkan keduanya tidak mendengar pertanda apapun tentang kembalinya laki-laki itu. dia juga meninggalkan kudanya, membuat Hoseok dan Taehyung semakin merasa cemas.

"Aku akan mencarinya lagi."

"Pangeran Min, bisa aku ikut?"

"Tunggulah saja, di luar berbahaya."

"Kau yang seharusnya berhati-hati. Jika pergi seorang diri, bisa saja mata-mata istana kini tengah mengintai." Ucap Taehyung.

Belum sempat melangkahkan kaki untuk mencari yang mulia, sekelompok orang kini terdengar berjalan mendekat ke arah hanok tempat mereka tinggal.

Mengamati suara tadi, Min Byung Choon mengintip pada celah kayu hanok. Beberapa orang dengan pakaian yang rapih berdiri tepat di depan tempat tinggal mereka, melirik ke arah Hoseok dan Taehyung untuk memastikan kedatangan segerombolan orang tersebut.

"Lihat lah!" Ucap pangeran Min.

Mendekat ke sana, Hoseok juga Taehyung bergantian mengintip situasi yang berada di luar. Banyak orang mencurigakan, tengah mengamati tempat tinggal mereka saat ini.

"Mereka siapa?" Tanya Hoseok.

"Tidak tahu. Tetap di dalam, aku akan memeriksa ke luar."

"Pangeran—"

"Taehyung, diam di dalam sini hanya akan menunda kematian."

Taehyung meremat jari jemarinya sendiri. Gemetar, gugup dia bingung harus melakukan apa. Satu sisi khawatir dengan yang mulia raja, di sisi lain Taehyung juga tidak ingin pangeran Min terluka.

Di tempat lain, istana hendak melakukan upacara adat untuk menurunkan Jungkook dari tahtanya. Ibu suri membuat kabar jika yang mulia kabur dari tahta, hingga mengharuskan istana mencari raja yang lain.

Seokjin tengah berkuda di sebuah jalan yang tidak pernah dia lalui sebelumnya. Tidak bersama perdana Mentri Kim, Seokjin sudah menitip pesan untuk mengulur waktu upacara adat yang tengah pihak istana lakukan.

"Astaga, akhiri ini Jungkook!"

Racau Seokjin, berada di atas guncangan kuda yang terpacu. Lengannya mengepal tali kekang itu, sorot matanya menajam seolah membelah jalanan sepi tanpa satupun pengawal.

Di ujung jalan, melihat seorang laki-laki yang tidak asing lagi. Seokjin memelankan laju kudanya, menghentikan tunggangan itu tepat di hadapan sang adik.

Jungkook! Tengah berdiri dengan selembar gulungan yang entah berisikan apa. Mereka telah menyusun rencana, bahkan tanpa sepengetahuan siapapun.

"Bagaimana?"

"Semua bukti tertulis, ada dalam gulungan ini." Jawab Jungkook.

Seokjin mengangguk, meraih sebuah benda yang bersembunyi di balik hanboknya. Mengeluarkan itu, dengan memberikannya pada sang adik dengan terburu-buru.

"Stempel kerajaan, aku telah mencurinya demi kau."

Melihat benda yang sebenarnya tidak asing lagi baginya, meraih itu dari genggaman Seokjin seraya menyimpannya dengan baik.

"Terimakasih, kau tahu satu pengorbanan lagi kan? Ulur waktu sebelum aku sampai, jika tidak hari ini adalah hari terakhir untuk kita semua."

"Cih, bocah sialan ini selalu saja menyusahkan." Gerutu Seokjin.

PANSORITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang