스물다섯 번째 장.

1.2K 227 16
                                    

Di tempat lain, Seokjin yang sejak tadi sampai mulai melangkah menuju ruang sidang istana.

Dengan langkah kaki yang begitu kokoh, dia seolah berkata jika tidak takut apapun saat ini. Di telah mengambil resiko besar dengan mencuri stempel kerajaan, hasil akhirnya bagaimana tetap tidak ada lagi pilihan mereka untuk mundur.

Srek!

Langkahnya di hadang oleh dua orang pengawal kerajaan. Menutup akses pintu masuk ruang sidang istana, pedang itu kini menyilang tepat di hadapan wajah sang pangeran.

"Apa ini?"

"Ibu suri tidak mengizinkan siapapun masuk, tanpa seizin darinya."

"Kau menghadang ku?"

"Perintah ibu suri, pangeran Kim."

"Buka."

"Pangeran—"

"Buka!" Pekik Seokjin. Justru mengundang pengawal lain datang.

Menodongkan banyak senjata tajam ke arahnya, Seokjin mengepalkan tangan hingga membuat gulungan dokumen yang Jungkook beri tak berbentuk.

"Kalian berani menusuk ku?"

"Tentu."

"Gila, benar-benar sudah gila."

Prank.

Seokjin meraih sebilah pedang pengawal tadi. Mulai melawan sebisa mungkin, meski tidak imbang dan dia tidak yakin akan selamat saat ini.

Para pengawal itu terus mendesak ruang gerak Seokjin. Mengincar organ vital yang mungkin bisa membunuh laki-laki itu dalam sekejap mata.

Brak.

Tombak menancap tepat di daun pintu hanok ruangan itu. Seokjin melirik sesaat, melihat perdana menteri Kim datang dengan dua orang yang terikat pasrah di belakang sana.

Alisnya melemas, menandakan sedikit rasa lega melihat orang yang Seokjin cinta datang tepat waktu. Laki-laki juga perempuan paruh baya itu adalah orang tua pengawal kerajaan yang kini menjadi saksi atas kasus yang tengah menimpa Taehyung.

Seokjin sengaja meminta Namjoon untuk membawanya ke dalam istana. Tanpa sepengetahuan ibu suri juga para antek-anteknya, Seokjin menyekap orang tua pengawal kerajaan itu pada ruangan lain di dalam istana yang tidak terjamah oleh siapapun.

"Maaf aku terlambat."

Ucap Namjoon, mengambil ancang-ancang untuk membantu Seokjin mengatasi keributan itu. Dua orang tadi aman berada dalam jangkauan orang kepercayaan Namjoon, dengan perdana menteri Kim yang kini mulai turun tangan dalam kekacauan tersebut.

"Aku pikir kau tidak akan datang." Ucap Seokjin, dengan gerak tubuh yang tak terhenti.

"Mana mungkin, aku tidak bisa membiarkan mu menghadapi ini sendiri."

Seokjin tersenyum tipis. Kembali fokus pada perkelahiannya, tetes darah mulai mewarnai pedang yang dia punya. Cipratan darah tak terelakkan, Seokjin hanya bisa pasrah kala noda itu mengenai permukaan kulit wajahnya.

Bruk!

Hantaman kuat dari kaki perdana menteri Kim, berhasil membuka pintu hanok itu. Tidak! Bukan membuka, yang dia lakukan justru merusak pintu ruang sidang istana tersebut.

"Wah.." Gumam Seokjin.

"Aku berlebihan, pintunya rusak."

"Ya apa mau di buat, sudah terjadi dan marilah masuk." Jawab Seokjin sekilas, dengan kepala yang menggeleng kecil.

"Kalian—"

"Berjumpa lagi, salam hormat pangeran Vadhyaksa." Ucap Seokjin, tanpa membungkuk menatap paman yang mulia raja Vadhyaksa.

PANSORITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang