•|Prolog|•

7.4K 401 247
                                    

❗❗❗

Alana mengerang pelan ketika ia merasakan lengan besar menimpa tubuhnya. Kantuk yang masih mendominasi membuat matanya benar benar sulit untuk dibuka. Sekali lagi ia meringis kesakitan dibawah sana ketika ia mencoba bergerak. Hingga sang pemilik lengan kekar di pinggangnya itupun ikut tersadar bersamaan dengan Alana yang kini sudah mampu membuka matanya penuh kesadaran.

"Udah bangun?" Suara berat khas yang tidak asing mengaur didalam ruangan kecil ini. Alana jelas tahu persis pemilik suara ini.

Ia membalikkan tubuhnya untuk mencapai seseorang yang kini tengah menyembunyikan kepala di tengkuk leher polos miliknya.

Pandangan mereka bertemu satu sama lain. Menatap intens dengan guratan penuh tanya di sana. Alana benar - benar masih mematung ketika semburat senyum tampak dari bibir lelaki yang ada di atas ranjang bersama dengannya sekarang.

"Thanks ya Lan, buat semalam,"

Alana mengerjapkan matanya berkali - kali memastikan penglihatannya tidak salah. Ia memang menderita rabun jauh, namun dengan jarak sedekat ini Alana masih mampu melihat dengan jelas lelaki didepannya ini adalah.....

"NONOOO!!!"

Alana terkejut bukan main, Jeevano—musuh bebuyutan yang selama ini selalu Alana hindari keberadaannya sekarang malah berada didepannya dengan jarak sedekat ini.

"Jangan teriak - teriak, gue capek. Kita baru selesai main jam 3 barusan." Jeevano menarik pinggang Alana untuk mendekat. Namun usahanya gagal ketika Alana malah menjauhkan tubuhnya dari lelaki itu.

Alana langsung berdiri dengan berbalut kain tipis yang ia dapatkan entah darimana asalnya. Dengan mata melotot, Alana masih tak sadar dengan keadaannya pagi ini. Ia memandangi kamar kostnya yang penuh pakaian berserakan dilantai. Ia yakin pakaian itu ia kenakan semalam sebelum ia pulang dari kampus untuk mengerjakan tugas.

Sedangkan Jeevano, lelaki yang masih rebahan di atas ranjang Alana itu adalah lelaki yang terakhir kali Alana temui di gerbang kost semalam dan kini sedang meringis menampakkan senyumnya disaat Alana memandang kebingungan.

"Lo kenapa sih?" Jeevano bersuara kembali.

"Lo nidurin gue ya?"

"Lo lupa ya?" Lelaki itu malah melempar pertanyaan balik ke Alana.

"Pemerkosaan nih namanya, dasar cabul. Gue lapor polisi nih awas aja," ucap Alana mengancam. Namun Jeevano malah menampakkan tawanya di sana.

"Lana, sini duduk dulu, gue jelasin." Jeevano menarik tubuhnya merubah posisi menjadi duduk di atas kasur dengan sprei abu - abu polos itu, tak lupa ia juga menarik selimut untuk menutupi bagian bawah tubuhnya yang tak tertutupi oleh apapun.

"Nggak, lo pasti mau memperkosa gue lagi kan?" wanti Alana. Bahkan ia kini enggan untuk mendekat ke arah ranjangnya. Alana memilih untuk duduk di kursi yang terletak tak jauh dari pintu keluar, untuk berjaga - jaga kalau Jeevano menerkamnya lagi.

"Pede banget lo, siapa juga yang mau sama lo," balas Jeevano.

"Ini buktinya apa, lo nidurin gue. Pasti lo ngasih obat tidur ke gue terus lo giniin gue kan? Ngaku gak lo," cerca Alana. Lagi - lagi Jeevano tertawa diatas kebingungan Alana saat ini.

"Sini dulu, gue jelasin apa yang terjadi semalem." Lagi - lagi Jeevano meminta Alana untuk naik keatas ranjang. Dan lagi - lagi juga Alana menggelengkan kepalanya.

One Night WishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang