Episode 08

13 3 0
                                    

Langit biru dengan kabut tipis menghiasi langit. Sinar matahari belum tampak. Semilir angin yang bertiup menggoyangkan dahan pepohonan, menyebabkan embun menetes membasahi tanah yang kering. Kicauan burung yang hinggap di dahan pohon memecah kesunyian pagi itu.

Luna telah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Gadis cantik berkulit putih yang memiliki tinggi badan 165 cm itu mengikat rambutnya, dengan kunciran ekor kuda.

"Luna, sarapan dulu sayang." teriak Sarah--Ibunda, tangannya sibuk menata piring satu persatu diatas meja makan dengan gaya lesehan.

Luna keluar dari dalam kamarnya, berjalan setengah melompat-lompat menarik ujung belakang sepatu pada tumit kaki yang belum masuk sepenuhnya.

"Maaf Bu aku sarapan di sekolah aja, aku buru-buru takut ketinggalan bus nanti."

"Hari ini kamu naik bus?" tanya Iskandar--Ayahanda, yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi, hanya mengenakan singlet dan celana boxer. Tangannya sibuk menggosok-gosok kepalanya dengan handuk. Mengeringkan rambutnya yang masih basah.

"Iya yah."

"Sepeda kamu kemana?"

"Ada tapi rantainya selalu lepas, kalau dipaksakan takut putus dijalan."

tak selang berapa lama Bara lewat di hadapan mereka sambil menenteng ember berisi air bekas cucian motor.

"Kalau gitu kakak anterin aja pakai motor delivery ayah."

Motor bebek klasik Honda Super Cub yang dibeli oleh Iskandar saat masih bujang dahulu, motor keluaran tahun 1958 menjadi kendaraan satu-satunya yang mereka punya, motor tersebut dipergunakan untuk mengantar-antar barang atau mie ayam pesanan pelanggan.

"Enggak usah kak, nanti kelamaan, sekolah aku kan jauh, belum lagi nanti macet dijalan. Ayah kan mau ke pasar. Kasian Ayah nanti buka kiosnya kesiangan motornya di pakai. Aku naik bus aja."

Luna buru-buru mencium tangan Sarah, lalu Iskandar, juga Bara untuk berpamitan.

"Aku berangkat ya."

"Hati-hati, nak." pesan Sarah.

Cuaca pagi ini tampak mendung, seolah dewa langit tengah memainkan kanvas dengan kuasnya, menyapu warna biru dengan warna abu-abu tua.

Luna menelusuri tiap gang-gang kecil, yang menembus ke arah jalan raya dan tak jauh dari sana terdapat halte bus yang akan mengantarkannya untuk pergi ke sekolah.

Sesampainya di halte, Luna berdiri di tepian trotoar beratapkan canopy, kedua bola matanya lurus memandangi kendaraan yang berlalu lalang di hadapannya. Tidak butuh waktu lama bus yang ditunggu akhirnya datang juga.

Pintu bus terbuka secara otomatis, Luna mulai memasuki bus tersebut. Di dalam bus Luna berjalan mencari kursi yang masih kosong. Namun sepertinya, semua kursi telah terisi penuh oleh para penumpang.

Terpaksa Luna memilih berdiri, sambil memegang handles. Sosok lelaki jangkung yang tengah duduk dibarisan paling belakang dekat jendela.

Earbud bluetooth yang terpasang di telinga memainkan lagu favoritnya, sorot mata lelaki itu tak sengaja melirik ke arah Luna. Sadar tak ada satupun orang yang memberikan tempat duduk untuknya.

Lelaki itu berinisiatif bangkit dari singgasananya dan membiarkan Luna untuk duduk di kursi.

"Hei!" panggil lelaki itu.

Luna menoleh, lelaki itu memberikan isyarat agar Luna menghampirinya.

"Ada apa?"

"Duduk sini."

VERSUS [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang