"Ehm, begini aja deh, lamaran kamu kasih ke aku, nanti aku bawa, kalau ada info lowongan di kantor ku. Akan ku kabari secepatnya. Kebetulan aku ditempatkan di bagian HRD, gimana?"
Bara menimbang-nimbang, "Kerja kantoran? Apa aku bisa?"
"Ya, belum tahu sih, nanti ditempatkan dimana. Dicoba aja dulu. Enggak ada salahnya kan menaruh lamaran ke berbagai tempat. Siapa tahu ada rejeki kamu disana."
"Boleh deh, aku titip lamaran ini ke kamu ya. Semoga ada kabar baik." ujarnya penuh harap.
"Insya Allah." jawab Bianca.
****
Bel kembali berbunyi, menandakan pelajaran hari ini telah usai. Lorong kelas kembali dipenuhi murid-murid yang berjalan keluar dari ruangan sambil menggendong tas mereka masing-masing, sebagian ada yang menuju parkiran sekolah, sebagian lagi ada yang hanya sekedar berjalan kaki menuju halte.
"Luna, titip tasnya Karel ya. Enggak keberatan kan?" perintah Zein Hamid sang ketua kelas, langsung menaruh tas Karel diatas meja belajar Luna.
"Oh' iya enggak apa-apa, Zein. Kebetulan gue juga mau jenguk dia di ruang UKS." ucap Luna merapihkan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas.
"Makasih ya, salam buat Karel semoga cepat sembuh. Sorry gua belum bisa jenguk dia. Gua lagi buru-buru, ada rapat OSIS soalnya."
"Iya, santai aja."
"Yaudah gua duluan ya Lun."
"Iya, good luck ya Zein!"
Setelah dirasa beres semuanya, Luna bangkit dari kursinya lalu mengajak Airin dan Claudia untuk beranjak meninggalkan kelas.
"Yuk!" ajak Luna.
"Tasnya Karel biar gue aja yang bawa." sosok Helen and the genk menghampiri Luna, ia berdiri sambil melipat kedua tangannya di dada memasang wajah juteknya.
"Enggak usah, makasih. Takut ngerepotin. Ayo Clau, Ai." Luna menarik lengan Claudia mengajaknya untuk cepat-cepat pergi dari hadapan Helen and the gank. Dia tidak ingin berurusan dengan Helen.
"Eh, eh, tunggu dulu. Gue belum selesai ngomong." Helen menarik tas Luna. Hingga langkahnya tertahan, dan tubuhnya tertarik ke belakang.
"Lo bisa enggak, enggak usah tarik-tarik tas temen gue?" Claudia menepis tangan Helen tidak terima temannya diperlakukan seperti itu, Claudia berusaha menyerang Helen.
"Apa lo?" namun Luna dan Airin mencoba menahannya.
"Eh-eh, udah-udah Clau. Lo enggak perlu kepancing sama orang kayak gitu. Orang kayak dia itu suka kalau kita ladenin. Udah biarin aja." saat mereka bertiga hendak pergi, Helen meneriaki Luna.
"Luna, lo dengar enggak gue ngomong apa? Biar gue aja yang bawa tasnya Karel. Sini." seraya merentangkan tangan kanannya di hadapan Luna.
Claudia menahan lengan Luna untuk tidak memberikannya pada Helen, "Jangan Lun, lo itu maunya apa sih? Lo mau cari muka di depan Karel? Enggak akan pernah bisa. Karena Karel enggak suka sama tipe cewek urakan kayak lo."
"Bangs*t lo ya! Nyari ribut lo sama gue?" tidak terima Helen mendorong bahu Claudia.
"Lo yang nyari ribut duluan sama gue." Claudia membalas perlakuan Helen kepadanya.
Keduanya saling menatap begitu dekat, adu bacot, makian, seakan tidak ada jarak lagi diantara keduanya. Sementara Airin dan Luna mereka tengah kebingungan ia berusaha menenangkan Claudia.
Agar tidak terpancing emosinya dengan ocehan-ocehan Helen yang bernada provokatif. Sebab itu akan menjadi masalah besar nantinya kalau sampai mereka saling bertengkar.
Helen mulai menarik pundak Claudia, lalu menjambak rambutnya. Claudia tidak tinggal diam, dia juga balik menjambak rambut Helen mengacak-acak rambutnya, menarik seragam sekolahnya lalu menendang perut Helen.
Luna, Airin, bingung ia berusaha melerai keduanya. Namun tidak bisa, tenaga Claudia jauh lebih besar. Sementara Helen dia memang keras kepala sekali selalu saja mencari perkara. Mengingat Claudia dulu dia juga merupakan mantan anak taekwondo. Helen akan habis jika harus melawan Claudia.
Suasana kelas sudah mulai tidak kondusif, disaat semua murid sudah meninggalkan ruangan kelas. Tersisa tinggal hanya mereka yang masih berada di dalam kelas. Lalu tak lama sosok Vano terlihat memasuki ruang kelas, hendak ingin mengambil sesuatu barang yang tertinggal di dalam lokernya.
Namun Vano dihadapkan dengan situasi genting yang mengharuskannya untuk menghampiri kedua wanita yang saat ini sedang bertempur saling menyerang satu sama lain.
Vano berlari menghampiri mereka, lalu mencoba melerai dan memisahkan keduanya.
"Berhenti enggak?" teriak Vano. Membiarkan tubuhnya menjadi tameng berdiri ditengah-tengah mereka. Dorongan heroik dari dirinya yang begitu besar untuk melindungi gadis yang dulu pernah ada di masa lalunya.
Posisi Vano yang berdiri menghadap ke arah Claudia, tanpa disadari ia reflek memeluk Claudia mempererat dekapannya melindungi gadis itu dari serangan Helen yang masih melancarkan aksinya. Claudia tenggelam dalam pelukannya.
Claudia menghirup aroma yang menguar dari tubuh Vano, wangi woody perpaduan antara cedarwood, sandalwood, atau agarwood daun birch dan akar nilam aroma parfum bernuansa kayu. Wangi yang menyegarkan dan meninggalkan jejak memori tersendiri baginya.
Aroma ini, ucap batin Claudia. Dengan cepat ia menepis perasaan itu mehapus segala memori yang dulu pernah ada saat masih mengenakan seragam putih biru.
Sontak hal itu membuat seluruh mata memandang yang berada di ruangan itu terkejut, melihatnya.
"Helen, stop it!" kali ini suara Vano lebih mendominasi terdengar keras hingga menggema ke seluruh ruangan. Membuat Helen akhirnya bernyali ciut dan menghentikan aksinya. Suasana mendadak canggung, hening, semua mata tertuju ke Vano yang sedang memeluk Claudia.
Sadar, Vano buru-buru melonggarkan pelukannya dan seolah-olah seperti sedang tidak terjadi apa-apa. Vano terlihat salah tingkah kemudian mengalihkan itu semua dengan berpura-pura merapihkan seragam sekolah yang dikenakannya.
"Pergi enggak lo sekarang?" kata Vano dengan nada penuh penekanan mengusir Helen and the genk untuk meninggalkan ruang kelas.
"Lo kenapa jadi belain dia sih Van? Jelas-jelas..." bukan Helen namanya jika tidak memiliki sifat keras kepala dan susah untuk dikasih tahu.
"Diam! Gua enggak butuh penjelasan dari lo. Oke, kalau lo enggak dengar omongan gua." Vano menggapai lengan Claudia menarik dan membawanya meninggalkan ruang kelas.
"Kita yang keluar, ayo!" ajak Vano membawa Claudia, Airin dan Luna mengikuti langkah mereka dari belakang. Helen hanya mencebik kesal melihat pemandangan yang baru saja dilihatnya.
Di lorong koridor sekolah, Claudia menarik lengannya dari genggaman Vano. Langkah mereka terhenti sejenak, sesaat keduanya saling memandang, dengan tatapan sinis.
Airin dan Luna berada dibelakang memandangi Vano dan Claudia yang berada di depannya. Mereka berdiri berjarak sekian meter di belakang Vano dan Claudia dan fokus mengamati keduanya.
Bahkan kejadian saat Claudia menarik lengannya dari genggaman Vano, terlihat jelas dimata dua sahabatnya itu. Tanpa sepatah kata, Claudia membalikan badan seiring matanya yang terus menatap Vano dengan sinis. Vano terdiam mengamati sikap Claudia.
Claudia menghampiri dua sahabatnya itu, meraih tangan Airin lalu menggandengnya dan berjalan meninggalkan koridor sekolah.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
VERSUS [SELESAI]
Teen FictionCerita ini mengikuti perjalanan beberapa anak remaja ambisius, Vano Mahendra Dinata, yang hidup dalam dunia yang penuh dengan persaingan sengit. Vano memiliki impian besar untuk sukses dalam karier atau pencapaian tertentu, namun di sepanjang jalan...