Semua ini bersumber dari Reyhan yang meminta pada orang tuanya agar berbicara langsung kepada kepala yayasan untuk menahan semua kegiatan yang berkaitan dengan Karel di sekolahnya. Sebagai bentuk aksi protes atau balasan dan rasa ketidaksukaannya terhadap Karel.
Karel tak tinggal diam, ia bergegas menemui Reyhan, meminta kejelasan padanya tentang apa yang baru saja dia dengar dari mulut Vano.
"Gua akan mencari Reyhan dan meminta penjelasan ke dia tentang hal ini." ucap Karel melangkah pergi meninggalkan Vano.
Karel memasuki ruang kelas, mencari Reyhan. Namun saat itu Reyhan sedang tidak berada di dalam kelas. Karel mencoba mencarinya ke seluruh sudut area sekolah. Dia menemukan Reyhan beserta anggota geng lainnya, tengah asik bermain gitar di taman sekolah.
Karel mempercepat langkahnya, lalu kemudian menarik kerah baju seragam sekolah Reyhan dan melayangkan pukulan ke wajahnya.
BUGG!!!
Anggota geng lainnya terkejut saat mengetahui Karel tiba-tiba datang menghampiri tongkrongan mereka. Aktifitas menyanyi mereka pun terhenti. Reyhan terdorong ke udara sambil menahan rasa sakit pada ujung bibirnya, matanya nyalang menatap tajam ke arah Karel.
"Jelasin ke gua sekarang soal lo dan bokap lo yang meminta kepala yayasan untuk mengeluarkan gua dari tim basket dan melarang gua untuk ikut olimpiade?" tutur Karel dengan nada tinggi.
Keempat anggota geng lainnya, hanya terdiam sambil melihat aksi keduanya dengan saling menatap satu sama lain.
"Lo semua diam di tempat, enggak usah ikut campur masalah gua dengan Reyhan. Jangan jadi pecundang yang beraninya main keroyokan." Karel menunjuk satu persatu ke arah anggota gengnya.
"Sekarang lo jelasin ke gua, atau gua akan bongkar niat busuk lo dengan cara gua sendiri." Karel memberikan ultimatum kepada Reyhan.
Reyhan maju beberapa langkah kemudian mendorong tubuh Karel, bahu Karel sedikit terhempas ke belakang. Karel berkacak pinggang, sambil menatap sinis ke arah Reyhan hingga emosinya kembali memuncak, dia berlari ke arah Reyhan dengan cepat dan mendorong tubuh Reyhan kuat-kuat hingga terhuyung ke tanah. Saat itu juga Karel menghujaninya dengan pukulan-pukulan tanpa henti.
Mereka berkelahi saling beradu kekuatan, murid-murid yang berada di taman pun mengerubungi dan melihat perkelahian antara Rey dan Karel. Suasana sudah mulai tidak kondusif. Hingga kabar tentang pertikaian antara Rey dan Karel sampai terdengar ke kelasnya.
Seisi kelas berlari menuju taman untuk melihat pertikaian Rey dan Karel. Tak terkecuali Luna, Airin dan Claudia mendengar Karel sedang berkelahi dengan Reyhan di taman. Membuat satu sekolah gempar dibuatnya.
Vano yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa tersenyum dari kejauhan. Sepertinya Vano berhasil memantik api kemarahan Karel. Sehingga dengan mudahnya memprovokasi mereka berdua.
Luna khawatir ia takut ini akan menjadi masalah baru untuk Karel. Luna hendak melangkah untuk melerai keduanya. Namun Claudia buru-buru mencegahnya.
Claudia memberi isyarat dengan menggelengkan kepalanya sebagai tanda agar Luna tidak kesana. Namun raut wajah Luna yang tidak dapat ditepis lagi ia benar-benar merasa khawatir. Sebelum akhirnya pak Burhan datang berhasil melerai keduanya.
"Apa-apaan ini?" ujar Pak Burhan tegas menatap anak muridnya, menarik tubuh Karel berusaha memisahkan keduanya.
Karel melepas seragam sekolah Reyhan kemudian berdiri disisi kanan pak Burhan, "kalian berdua bertengkar lagi?"
Semua pasang mata tertuju pada Karel dan Reyhan seolah-olah mereka sedang menonton sebuah pertandingan Spartan di sebuah coliseum. Dan pak Burhan sebagai arbitrator-nya.
"Kalian memang tidak ada kapoknya ya sama sekali." kata pak Burhan.
"Sekarang saya tahu pak, alasan bapak dengan pak direktur Wijaya mengeluarkan saya dari tim basket serta tidak mengikutsertakan saya ke dalam olimpiade. Itu semua karena permintaan orang tua Reyhan kan pak?"
Pak Burhan terlihat pucat saat mendengar ucapan Karel barusan, garis-garis wajahnya tampak beku, binar redup kedua bola matanya seperti menyembunyikan sesuatu. Beberapa murid yang menyaksikan dan mendengar ucapan Karel tampak terkejut.
"Kenapa bapak diam saja? Apa yang saya katakan barusan benar kan? Apa yang bapak dan pak direktur Wijaya lakukan itu tidak dibenarkan. Bapak tidak seharusnya melindungi yang salah. Dan jangan bapak melakukan hal itu ke murid bapak lagi."
Karel terus mendominasi pembicaraannya kali ini. Dia tidak ingin hal ini terjadi pada murid-murid lainnya. Baginya itu tidak adil dan sangat menghambat kemajuan dan kemampuan siswa dalam berprestasi.
"Tapi kamu tahu perintah itu datang dari siapa?" pak Burhan melempar pertanyaan dengan penuh penekanan.
"Iya, tentu saja saya tahu. Sayangnya, pemilik yayasan sekolah ini juga ikut andil dan mengamininya." Karel memberi jeda.
"Pemilik yayasan sekolah ini merasa takut akan kehilangan donatur terbaiknya, siapa lagi donatur itu kalau bukan orang tua Reyhan. Sehingga permintaan orang tua Reyhan dikabulkan oleh pemilik yayasan sekolah ini." tuturnya.
Pak Burhan tidak dapat berkata apa-apa lagi. Dia merasa bahwa dirinya seperti sedang dalam sebuah permainan papan catur yang di skakmat langsung oleh Karel.
"Kalian berdua selepas pulang sekolah nanti, temui saya diruangan pak direktur." ucap pak Burhan mengangkat kaki dari hadapan mereka.
Karel menoleh tajam ke arah Reyhan sebelum akhirnya Karel melangkah pergi meninggalkan taman.
Sementara itu murid-murid membubarkan diri, sekelompok anak basket yang menyaksikan kejadian tersebut tak langsung beranjak pergi dari tempat.
Mereka tengah membuat sebuah rencana untuk mengembalikan Karel lagi ke dalam tim basket Archipelago High School agar ia bisa mengikuti pertandingan olimpiade.
"Ternyata dugaan gua benar bahwa ada sesuatu yang enggak beres dari alasan dikeluarkannya Karel dari tim basket kita." ucap Emil.
"Bodohnya, selama ini kita menduga bahwa Vano lah yang menyabotase posisi Karel dalam tim basket Archipelago." kata Rayyanza dengan senyum sinis.
"Ini enggak bisa dibiarin, sebagai anggota tim kita harus melakukan sesuatu agar Karel bisa kembali lagi ke dalam tim basket sekolah ini." usul Kiano.
"Setuju, kita enggak ingin ini semua terjadi pada murid-murid lainnya. Hanya karena segelintir orang yang memiliki kekuasaan, dengan mudahnya menjatuhkan lawan hanya dengan bermodalkan uang." jelas Rafathar.
"Gua ada ide." sahut Bagaskara menggantungkan kalimatnya.
Sementara itu di lain tempat, Bara terlihat sedang duduk di halte beratapkan canopy. Kedua matanya lurus memandangi badan jalan.
Suara hiruk pikuk kendaraan roda dua maupun roda empat saling bersahut-sahutan penuh kebisingan. Cuaca siang itu tampak terik, dia tak tahu lagi harus melangkah kemana.
Hatinya sedang kacau bergelut dengan isi kepalanya. Sudah banyak sekali lamaran yang sudah ia buat, namun tak pernah membuahkan hasil. Lelah sudah pasti dirasakannya. Dia tak tahu lagi harus berkata apa kepada orang tuanya nanti.
Lagi dan lagi Bara merasa telah mengecewakan perasaan mereka. Bara menenggelamkan wajahnya penuh sesal, tampak sedikit agak gusar.
Hingga samar-samar suara perempuan yang sedang sibuk berbicara melalui sambungan telepon, merubah arah pandangannya.
Wajahnya tampak tak asing lagi bagi Bara. Wanita itu seperti pernah dilihatnya, tapi entah dimana. Wanita itu tiba-tiba langsung memutus sambungan teleponnya, menyisakan guratan kesedihan di wajahnya.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
VERSUS [SELESAI]
Teen FictionCerita ini mengikuti perjalanan beberapa anak remaja ambisius, Vano Mahendra Dinata, yang hidup dalam dunia yang penuh dengan persaingan sengit. Vano memiliki impian besar untuk sukses dalam karier atau pencapaian tertentu, namun di sepanjang jalan...