Vano berusaha untuk menahan emosinya, kali ini dia berusaha agar tetap tenang dan tidak terpancing dengan ucapan Emil yang bernada mengejek. Vano menarik resleting tasnya mengeluarkan selembar kain handuk dari dalam dan menyampirkannya ke bahu. Menutup kembali ranselnya dengan kasar, kakinya hendak melangkah menuju ruang ganti.
Namun dari kejauhan terlihat Karel berjalan mengarah kepadanya. Dengan santainya Karel menghampiri Vano dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
Kini mereka saling berhadap-hadapan, berdiri sekian meter. Vano menjatuhkan tas ranselnya ke tanah. Menatap tajam mata elang Karel yang sedang memperhatikannya sejak tadi.
"Jadi begini cara lo merebut posisi gua, menyabotasenya dengan cara memakai privilege lo sebagai anak pemilik yayasan sekolah ini?" Karel berjalan perlahan sedikit mendekat ke arah Vano.
"What are you talking about?" tanya Vano tak mengerti.
"Enggak usah berpura-pura, pak Wijaya meminta pak Burhan untuk mengeluarkan gua dari tim basket. Karena lo ingin menggantikan posisi gua sebagai kapten tim basket kan?"
Vano mengernyitkan dahinya, tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh Karel.
"Honestly, gua enggak ngerti apa yang lo omongin ke gua barusan. Dan tuduhan lo terhadap gua itu udah termasuk fitnah jatuhnya. Soal diri lo yang dikeluarkan dari tim basket. It wasn’t my business."
Vano meraih kembali tas ranselnya, bergerak mengangkat kakinya meninggalkan Karel, namun baru beberapa langkah, Karel menghadangnya dengan cara menyentuh bahu kiri Vano.
"Gua tahu lo orang yang berpengaruh di sekolah ini. Tapi kalau cara lo menyaingi gua dengan cara seperti ini. Mengandalkan nama besar orang tua lo. It's a looser."
Vano menepis tangan Karel dari bahunya. "I'm not a looser." teriak Vano "gua ditunjuk oleh pak Burhan sebagai kapten tim basket, itu semata-mata bukan karena kemauan gua. Dan bukan juga karena gua ingin menggeser posisi lo sebagai kapten tim basket di sekolah ini. Seharusnya lo tanya langsung ke pak Wijaya, kenapa lo bisa sampai dikeluarkan dari tim basket.
Dan satu hal lagi yang perlu lo ingat, meskipun gua adalah anak dari pemilik yayasan sekolah ini. Gua enggak pernah memakai privillege itu untuk ambisi diri gua sendiri."
Vano langsung mengangkat kaki membiarkan Karel seorang diri. Karel terdiam sesaat, memikirkan ucapan Vano barusan.
Jika memang benar semua itu tidak ada sangkut pautnya dengan ambisi Vano yang meminta bantuan kepada orang tuanya selaku pemilik yayasan Archipelago High School.
Untuk menyuruh pak Wijaya agar mengeluarkan Karel dari tim basket supaya dia dapat menggantikan posisi dirinya sebagai kapten dalam tim di sekolah ini.
Lalu kemudian apa alasan pak Wijaya mengeluarkan Karel dari tim basket Archipelago High School secara tiba-tiba? apapun yang Vano inginkan sebenarnya bisa saja di dapat dengan mudah, mengingat dia adalah anak pemilik dari yayasan sekolah ini.
Sementara itu ditaman sekolah Claudia, Airin dan Luna tengah ber-selfie ria dengan smartphone keluaran terbaru milik Claudia. Dengan latar belakang air mancur, serta pepohonan hijau yang rindang. Mereka mengabadikan momen indah itu.
"Airin, tolong fotoin gue dong sama Luna kita foto berdua dulu, nanti gantian ya." usul Claudia.
"Oke, baiklah." kata Airin. Airin mulai memotret keduanya.
"Yang bagus loh rin." pesan Claudia mewanti-wanti.
"Calm down, I will do my best."
KAMU SEDANG MEMBACA
VERSUS [SELESAI]
Novela JuvenilCerita ini mengikuti perjalanan beberapa anak remaja ambisius, Vano Mahendra Dinata, yang hidup dalam dunia yang penuh dengan persaingan sengit. Vano memiliki impian besar untuk sukses dalam karier atau pencapaian tertentu, namun di sepanjang jalan...