Muda-mudi berseragam putih abu tersebut tampak terlena dengan film romantis yang terputar pada laptop di kamar bernuansa putih dan merah muda. Kepala si pemuda terbaring nyaman di atas paha sang gadis, lalu sesekali gadis itu menyuapi kekasihnya dengan berondong jagung.
Si pemuda lantas bangkit, duduk menghadap sang kekasih dengan sikunya bertumpu pada ujung kasur. Ditatapnya lamat-lamat tiap inci wajah cantik yang tampak masih serius melihat layar laptop.
"Erlang, kenapa ngeliatin akunya sampe kayak gitu?" tanya Lembayung.
"Kamu cantik."
Lembayung terkekeh. "Kamu baru aja bilang gitu beberapa menit lalu."
"Terus? Aku bahkan bisa bilang kayak gitu ribuan kali dalam satu jam."
Si gadis lantas tertawa lepas, membuatnya tersedak berondong jagung dan dengan cekatan Erlang bangkit mengambil jus di atas meja belajar. Tetapi sebelum benar-benar meraih gelas, Erlang mengeluarkan sesuatu dari saku seragamnya lantas menaruh tablet bulat putih yang langsung larut ke dalam gelas.
Pemuda itu berbalik pada Lembayung seraya menyerahkan gelas tersebut. Erlang masih menatap Lembayung lamat tetapi kini hanya berfokus pada satu titik, yaitu bibir Lembayung.
Bibir merah muda sedikit bervolume dan tampak halus yang tengah bersentuhan dengan bibir gelas membuat Erlang berdebar dan menggigit bibir bawahnya.
Segera setelah Lembayung minum, Erlang menyeka bekas bulir air jus yang tumpah di sudut bibir Lembayung. Sentuhannya sangat lembut dan perlahan mulai menyentuh bibir bawah Lembayung, membuat bulu kuduk si gadis berdiri terlebih lagi karena kedua netra Erlang yang begitu terkunci pada bibirnya.
Kepala Erlang mendadak maju, membuat Lembayung refleks menutup mata dan meremas roknya sendiri kala bibir mereka bersentuhan.
Astaga. Lembayung bahkan tak pernah menduga hal ini sebelumnya.
Selang beberapa detik Erlang melumatnya pelan, memberi kesan luar biasa pada ciuman pertama si gadis hingga Lembayung berhasil terlena oleh pergerakannya. Jemari Erlang bergerak melonggarkan cengkeraman kuat Lembayung pada roknya, mengusap punggung tangan tersebut lembut dan perlahan beralih ke atas, membuat Lembayung menggeliat lantaran geli.
Kecupan yang terjalin mulai merambat pula pada dagu hingga leher Lembayung, embusan napas Erlang yang hangat di lehernya kembali membuat si gadis diterjang desiran geli dalam tubuhnya. Lembayung berusaha menjauhkan Erlang, tetapi yang didapat hanya kecupan yang semakin memburu hingga pertahanannya yang menahan mati-matian agar suara desahannya tak keluar pun runtuh, hal itu membuat Erlang tersenyum miring.
"Erlang, don't," lirih Lembayung kala Erlang coba melepas kancing teratas seragamnya.
"Please ... I won't hurt you."
"AAAAKKK!!!" Lembayung berteriak histeris kala mendapati presensi seseorang di sebelahnya.
Tak disangka oleh Pandu bahwa sang ibu akan bertindak demikian, ia yang mulanya berbaring di atas paha Lembayung sontak terperanjat hingga buku komik di tangannya terjatuh menimpa dada.
"Aduuh ... Ibu, kenapa?" Pandu bangkit sembari meringis mengusap dadanya.
Lembayung yang melihatnya otomatis mendelik lantas ikut mengusap dada sang putra. "Maafin Ibu, ya. Kamu nggak apa-apa, 'kan?"
"Enggak apa-apa, Bu. Justru aku takut, kenapa Ibu tiba-tiba teriak?"
Pun, Abhimanyu yang merupakan presensi orang tersebut membelalak tak kalah terkejut dari Pandu. Abhimanyu yakin betul bahwa ia hanya duduk di sebelah Lembayung lantas memanggilnya, tetapi mengapa respon yang diberikan begitu tak terduga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Through with U | Bluesy ✓
General FictionGuratan takdir membuat Lembayung mengalami keterpurukan. Dikucilkan masyarakat, diasingkan keluarga, serta hilang kepercayaan pada orang-orang. Di samping itu, Abhimanyu mati-matian membawa Lembayung keluar dari situasi tersebut. Orang-orang juga be...