"Kak." Abhimanyu memanggil tetapi Lembayung tak mendengarnya.
Tangan kanan Lembayung terus memutar-mutar sendok kecil tersebut bahkan setelah gula dalam teh larut. Netranya sibuk memperhatikan Kirana yang telah berganti pakaian, terduduk di ruang tamu sembari menatap kosong meja di hadapannya.
Sejak Abhimanyu membawa Kirana ke rumah, lelaki itu belum sempat menceritakan perihal Kirana pada Lembayung. Tangan Abhimanyu terangkat menyentuh bahu Lembayung, "Kak."
"Eh!" Barulah setelahnya perempuan itu tersadar. "Iya, kenapa?"
Abhimanyu melirik Kirana sekilas sebelum ia menyandarkan punggung bawahnya pada sisi meja makan. "Aku boleh minta bantuan sama kamu, nggak?"
Lembayung mengernyit, apa Abhimanyu ini masih benar-benar marah hingga kini mulai izin untuk meminta bantuan?
"Bantuan apa?"
"Kirana, dia korban pelecehan."
Lembayung mendadak membelalak bukan main hingga menutup mulutnya yang menganga. "Yang bener?!"
"Iya. Dia salah satu penumpang di penerbangan aku. Aku nemuin dia berduaan sama cowok di toilet perempuan, posisi mereka bener-bener bikin aku jijik banget dan cowok itu kayak nggak peduli kalau Kirana udah nangis-nangis ketakutan." Abhimanyu berhenti sejenak. "Kirana sempet bilang kalau ini udah yang ketiga kalinya."
"Tiga kali?!" ulang Lembayung sedikit berbisik tetapi tak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya yang semakin besar.
Abhimanyu mengangguk. "Pelecehan bukan hal sepele, apalagi ini udah sampe berkali-kali. Kasian sama mental korbannya, 'kan?"
"Iya. Terus aku bisa bantu apa?"
Abhimanyu menarik napas seraya menghadapkan tubuhnya pada Lembayung. "Tolong bantu Kirana dapet keadilan."
Lembayung kembali tersentak oleh penuturan Abhimanyu, terdengar memohon tetapi terdapat penegasan pula di dalamnya.
Perempuan itu lantas mengulas senyum tipis. "Pasti," ucapnya yakin kemudian menoleh pada Kirana. "Pelakunya akan dihukum dan Kirana pasti dapet keadilan."
Kini giliran Abhimanyu yang menarik senyumannya, menatap Lembayung dengan teduh lalu menepuk pundaknya. "Aku percaya kamu pasti bisa nanganin kasus ini."
Lembayung kembali menukikkan alisnya saat melihat warna kebiruan di tulang pipi Abhimanyu, tangannya lantas terangkat dan mengusapnya pelan. Sementara Abhimanyu hanya terdiam, terdiam menatap dalam netra Lembayung yang memancarkan kekhawatiran.
Sebesar itu? Apa rasa khawatirnya sebesar itu kalau kamu cuma nganggap aku sebagai adik aja?
"Tadi sempet berantem, ya?" tanya Lembayung.
"Iya. Cuma nggak sakit, kok."
"Tetep aja..." Lembayung kembali memperhatikan memar tersebut. "Biar aku obatin dulu."
"Enggak usah, Kak. Kamu samperin Kirana aja, kasian dia masih keinget sama kejadian tadi."
"Tapi luka kamu harus diobatin."
"Aku bisa obatin sendiri kok, Kak."
Lembayung mengatupkan bibirnya rapat-rapat, sedikit kecewa Abhimanyu menolak tawarannya. "Ya udah. Biarin aku ngomong berdua dulu ya sama Kirana."
"Iya."
"Oh iya, Abhi." Lembayung menyerahkan segelas kopi, membuat Abhimanyu terheran-heran menerimanya. "Hari ini jangan minum dulu, kamu harus bener-bener istirahat habis satu minggu kerja terus, jadi sebagai gantinya aku bikinin kopi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Through with U | Bluesy ✓
General FictionGuratan takdir membuat Lembayung mengalami keterpurukan. Dikucilkan masyarakat, diasingkan keluarga, serta hilang kepercayaan pada orang-orang. Di samping itu, Abhimanyu mati-matian membawa Lembayung keluar dari situasi tersebut. Orang-orang juga be...