30

447 55 8
                                    

Tubuh berotot milik pria Chinese itu terbalut baju tahanan dengan sempurna, presensinya kini telah berkumpul dengan sekawanannya di balik jeruji besi. Hawa mencekam tak mengenakkan sungguh menusuk relung dada, Erlang sungguh tak dapat membela diri sebab rekaman video mencurinya itu.

Erlang duduk bersandar pada dinding, memperhatikan ujung sepatunya tak berekspresi. Tubuhnya di sana, tetapi pikirannya pergi jauh pada kejadian sembilan tahun silam tepatnya saat bencana besar melanda Lembayung. Perlahan tapi pasti Erlang mulai sadar bahwa tindakan kecil namun berdampak besar yang ia lakukan telah membawa Lembayung, Abhimanyu, dan dirinya pada suatu peristiwa yang tak mengenakkan hati seperti sekarang.

Kedua manik Erlang berkaca-kaca dan setitik bulir air hadir di ujung matanya. Mendadak senyuman dan tawa riang Pandu terbayang dan membuat ia kian merasa bersalah dan menyesali perbuatan mencurinya. Relung dadanya sungguh sesak hingga ia memilih menyembunyikan wajahnya di antara kedua lutut agar teman tahanannya tak melihat ia menangis.

Erlang begitu hancur, dirinya begitu rapuh saat ini. Konsekuensi dari kejahatannya ini belum seberapa besar daripada kesalahannya yang harus Lembayung tanggung dulu, ia bahkan tak sanggup membayangkan bagaimana Lembayung bisa kuat menghadapi itu semua.

Di tengah-tengah penyesalannya, Erlang mendapatkan sebuah ide bagus. Kepalanya terangkat, ia hapus jejak air matanya sebelum tubuhnya berjalan mendekati jeruji besi. Erlang celingukan mencari para penjaga penjara dan ketika melihat salah satunya yang sedang berpatroli, ia memanggilnya.

"Tolong, izinkan saya bertemu kepala polisi. Saya ingin meminta sesuatu darinya, dan ini sangat penting," pinta Erlang menyatukan tangannya.

"Katakan pada saya apa yang kamu mau, biar saya sampaikan kepada kepala polisi."

Erlang menelan salivanya sebentar. "Saya ingin menemui seseorang di luar kota, kasih saya kebebasan satu hari aja dan setelah itu saya akan kembali ke sini. Saya janji."

Polisi itu menatap Erlang heran, tak habis pikir dengan permintaannya. Kendati demikian, sang polisi meminta Erlang untuk menunggu selagi ia menyampaikan apa yang diminta Erlang kepada kepala polisi.

Erlang menunggu dengan gelisah. Jemarinya terus mengetuk-ngetuk jeruji besi, keringat dingin bagai menyelimuti, dan benaknya tak berhenti berdoa agar permintaan kecilnya itu dikabulkan. Tak lama polisi itu kembali dan membebaskan Erlang sebab kepala polisi ingin bertemu dengan dirinya.

Erlang berjalan takut-takut menghampiri kepala polisi yang menatapnya tanpa ekspresi, kepala polisi itu lantas meminta Erlang untuk menyampaikan sendiri apa permintaannya.

"Tolong, Pak. Saya nggak minta apa-apa lagi, ini sangat penting," mohon Erlang di akhir permintaannya. "Saya nggak akan kabur, Bapak bisa menugaskan anak buah Bapak untuk mengawasi saya."

Kepala polisi itu menimbang-nimbang sebentar, namun kalimat terakhir Erlang ada benarnya juga.

"Baik. Saya izinkan kamu ke luar kota tetapi hanya satu hari. Dan selama itu kamu akan diawasi oleh petugas kepolisian, jika kamu mencoba melarikan diri, maka hukuman kamu akan lebih berat dari yang sudah ditentukan."

Erlang spontan bernapas lega. "Terima kasih banyak, Pak. Saya akan kembali di hari itu juga."

•••

Kini Erlang sudah tiba di sebuah rumah besar yang tampak tak berubah sejak sembilan tahun berlalu, benaknya berkata ia harus yakin bahwa rencana bagusnya untuk menyatukan Lembayung dan Abhimanyu dengan kedua orang tua mereka akan berhasil.

Dengan baju putih polos dan kedua petugas polisi yang berdiri di belakang tak jauh darinya, Erlang berjalan menuju pintu masuk dan mengetuknya. Tak lama muncul lah wanita paruh baya yang langsung membelalak ketika melihat polisi di kediamannya.

Through with U | Bluesy ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang