29

471 60 19
                                    

"Sekarang mau kabur ke mana lagi, maling?"

Lembayung sukses dibuat kebingungan oleh pemandangan yang kini tersuguhkan di hadapan matanya.

"Sebentar, Pak." Lembayung menyela dan berdiri di samping Erlang. "Maksudnya apa, ya? Maling apa?"

Pria berwajah Batak itu menatap Erlang bengis. "Orang ini. Udah saya cari selama bertahun-tahun, dia udah banyak maling perhiasan di toko saya dan itu bikin saya rugi besar!!"

Lembayung menoleh pada Erlang lalu mendorong bahu pria itu agar menghadap padanya. Lembayung menatapnya bagai bertanya apa maksud perkataan pria itu, tetapi Erlang justru hanya berdiam diri dan tak mau menatap Lembayung.

"Maaf, Pak. Dia nggak mungkin mencuri, Bapak pasti udah salah orang," bela Lembayung.

"Saya nggak salah orang." Pria itu lantas memanggil salah satu anak buahnya, ia mengambil handphone yang tersodor padanya. "Liat ini, liat mukanya baik-baik! Sama 'kan kayak orang ini?"

Lembayung dan Selia memiringkan kepalanya kala melihat rekaman video yang sepertinya telah sengaja dibuat pada sebuah toko perhiasan. Tampak seorang pria tengah terburu-buru memasukkan berbagai macam perhiasan di dalam etalase ke dalam kantung hitam sembari celingukan perhatikan sekitar.

Lembayung memfokuskan penglihatannya pada wajah si pria yang terekam jelas. Saat pria itu menoleh, Lembayung menutup mulutnya yang menganga kemudian beralih pandang pada Erlang.

Selia pun segera melirik pada Jibran yang tengah menatapnya pula. Ia ingat, hari itu mereka pernah melihat Erlang bertindak sangat mencurigakan dengan menggunakan topeng seperti maling.

"Udah percaya 'kan, Mbak?" Ucap si pria Batak. "Setiap beberapa minggu pasti ada aja perhiasan yang hilang dari toko saya dan ketika diselidiki, ternyata pelakunya dia lagi, dia lagi!"

Lembayung kembali menatap Erlang yang kian menurunkan pandangannya. "Jadi kerjaan lo selama ini jadi maling?"

Erlang kontan menaikan pandangan. Ia lihat mata Lembayung sudah sangat marah padanya.

"JAWAB!!"

Erlang mengangguk terpatah-patah, membuat Lembayung semakin terlihat kecewa. Pun, Abhimanyu, Jibran, dan Selia menatapnya tak percaya.

"Jadi selama ini semua makanan, mainan, dan uang yang lo kasih ke Pandu itu hasil curian?!" hardik Lembayung. "Lo ayahnya, Lang!" teriak Lembayung sembari mendorong bahu Erlang. "Lo ayah kandungnya Pandu, kok lo tega biarin anak sekecil itu udah makan dari hasil curian?!"

"Sori, Bayung." Erlang terdesak. "Aku cuma mau bahagiain Pandu kayak ayah yang lain."

"Tapi nggak gini caranya! Masih banyak kerjaan lain walaupun gajinya nggak gede, lagian Pandu nggak pernah minta macem-macem sama lo, kok!"

Erlang kembali bungkam. Sungguh ia sendiri tak menyangka bahwa hal kotor yang ia lakukan akan terkuak di saat seperti ini. Erlang sungguh tak tahu bagaimana kacaunya perasaan Lembayung saat ini.

"Jadi waktu lo nggak dateng ke pemakaman Pandu itu karena lo lagi maling?" tanya Lembayung.

Erlang menggeleng. "Aku pergi ke luar kota karena mereka udah tau tempat di mana aku tinggal, dan waktu itu mereka lagi nyari-nyari aku."

"Udah berapa lama lo kasih makan anak gue pake duit haram?"

"D-dua tahun terakhir."

Lembayung memalingkan wajahnya frustasi, mengembuskan napasnya gusar. Bola matanya kian memanas kembali. Masih belum selesai rasa keterkejutannya akan tindakan Kirana, kini ia kembali dihadapkan oleh satu lagi kebenaran yang diluar dugaannya.

Through with U | Bluesy ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang