26

317 55 16
                                    

"Selamat pagi."

Sapaan yang ia yakin adalah untuknya itu membuat pria yang bersandar di badan mobil hitamnya menoleh, lalu tersenyum. "Pagi. Mbak Lembayung, ya?"

"Iya, betul. Mari, di sekitar sini ada coffee shop, kita bisa bicara di sana."

"Kalau aja saya punya banyak waktu senggang, saya akan terima tawaran Mbak. Tapi sayangnya saya lagi buru-buru."

"Ohh, nggak apa-apa, kita langsung aja ke intinya." Lembayung berhenti sebelum mulai menjelaskan. "Saya dapat informasi kalau Bapak adalah orang yang bertemu laki-laki bersama anak kecil di depan kedai ayam beberapa hari lalu."

Pria itu mengangguk-angguk. "Iya. Saya ingat mas-mas itu sempet mau buka mobil saya dan begitu saya tanya, ternyata katanya dia salah mobil."

"Baik. Saya ingin mengetahui lebih detail lagi soal itu, bisa Bapak jelaskan?"

"Bisa. Sehabis saya beli ayam, saya ngeliat ada orang yang mau membuka pintu mobil saya dan karena mobil saya punya alarm, jadi alarmnya langsung bunyi. Saya liat mas itu panik sekaligus kebingungan seperti 'kenapa saya bisa di sini' begitu." Pria itu menjeda kalimatnya. "Ternyata dia cuma salah ngenalin mobilnya tapi ada satu hal yang bikin saya aneh, badannya itu nggak bisa diam ketika ngomong. Oleng ke sana ke sini dan bicaranya hampir nggak jelas, dia emang minta maaf tapi sambil cengengesan."

Lembayung mendengarkan dengan teliti tiap kata yang terucap.

"Saya menduga dia sedang mabuk dan dugaan saya diperkuat karena nafasnya yang tercium seperti bau alkohol."

Lembayung menelan salivanya susah payah, dadanya kembali dilanda sesak luar biasa persis seperti malam itu. "Bapak yakin kalau itu bau alkohol?"

"Saya yakin karena saya juga meminumnya."

Hati Lembayung yang hampir hancur bagai dihantam kembali dan membuatnya benar-benar hancur. Ingin rasanya tak mempercayai ini, tetapi kini kebenaran tengah berdiri kokoh di hadapannya.

Pria itu beralih panik kala melihat mata Lembayung berkaca-kaca. "Eh, Mbak Lembayung kenapa? Emang mas-mas itu siapa?"

Lembayung menggeleng kuat lantas mengibasi kedua matanya. "Enggak apa-apa. Terima kasih sudah menjelaskan secara lengkap. Mas itu kenalan saya dan setelah pergi dari kedai ayam itu dia mengalami kecelakaan."

"Astaga! Terus gimana keadaannya, Mbak?"

"Keadaannya baik-baik aja tapi ... Bapak ingat anak kecil yang bersama dia."

"Oh iya. Dia anak yang lucu, waktu itu dia ikut ketawa begitu tau mas itu salah mobil. Dia keadaanya gimana? Baik-baik juga, 'kan?"

Lembayung tersenyum kecut, ia pun berusaha agar pertahanan air matanya tak kembali runtuh. "Dia anak saya dan dia meninggal karena kecelakaan itu."

Pria itu menganga lebar. "Astaga! Saya turut berduka cita, Mbak."

"Terima kasih. Jadi begini, saya minta izin supaya Bapak mau hadir di persidangan saya satu minggu lagi dan memberikan kesaksian Bapak tentang mas itu. Saya sudah punya bukti lain yang nunjukin kalau dia emang lagi mabuk waktu nyetir, tapi kesaksian Bapak akan semakin memperkuat bukti yang saya punya."

"Saya dengan senang hati kalau bisa membantu. Nyetir dalam keadaan mabuk emang nggak bisa dibenarkan apalagi kalau sampai bikin orang meninggal," ujarnya. "Mbak Lembayung tenang aja, saya akan membela Mbak di persidangan nanti dan saya pastiin pelakunya dapat hukuman atas perbuatannya."

Lembayung tersenyum tipis. "Terima kasih banyak, Pak."

•••

Through with U | Bluesy ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang