20

360 55 6
                                    

Hari-hari berlalu usai kembalinya Lembayung dan Abhimanyu dari kampung halaman. Kini keduanya kembali menjalani kehidupan seperti biasa dan tengah disibukkan oleh persiapan pernikahan yang akan berlangsung empat bulan lagi.

Siang ini Abhimanyu mempunyai tugas untuk terbang kembali, Lembayung yang sedang mendapatkan waktu kosong setelah menyelesaikan kasus sebelumnya memilih menetap di rumah. Lembayung mengekori Abhimanyu menuju pintu rumah, lelaki itu berbalik badan sebelum hendak benar-benar pergi.

"Maaf, ya. Satu bulan ini aku bener-bener jarang pulang karena terus ambil penerbangan," ujarnya.

Lembayung tersenyum hangat. "Nggak apa-apa. Itu 'kan udah jadi kesepakatan kita supaya giat kerja untuk bisa mencukupi biaya pernikahan sama kehidupan kita di masa depan."

"Iya." Abhimanyu bergerak memeluk Lembayung, mendekap tubuh itu dalam-dalam guna menghalau rasa lelah yang menghadang. "Minggu ini penghasilan aku keluar dan akan digabungin sama yang kemaren terus ditabung, deh."

Lembayung mengangguk menyetujui. "Gaji aku juga udah ditabung. Aku punya dua kasus lagi yang harus aku selesaiin."

"Semangat, ya!" ujar Abhimanyu. "Jangan pernah liat ke belakang lagi dan fokus aja sama tujuan kita ke depannya. Sekarang cuma ada kamu, aku, dan Pandu. Kita berjuang sama-sama buat kehidupan kita bertiga."

"Abhi, kita akan terus sama-sama, 'kan?"

"Sayang." Abhimanyu kian mengeratkan pelukannya. "Udah jelas 'kan apa jawabannya? Kenapa kamu nanya kayak gitu?"

"Perasaan aku nggak enak banget semenjak kita balik ke sini."

"Itu cuma perasaan kamu aja, nggak akan terjadi apa-apa." Abhimanyu berkata lembut seraya mengusap punggung sang kekasih. "Aku baru aja bilang, jangan liat ke belakang lagi, lupain semuanya, ya?"

"Iya," ucap Lembayung ragu. Sungguh tak mengerti harus menanggapinya dengan bagaimana sebab memang semenjak mendengar ucapan ibu Abhimanyu, Lembayung menjadi gelisah setiap saat seakan mengkhawatirkan sesuatu.

Abhimanyu melepas pelukannya lebih dulu lantas mengelus surai Lembayung penuh sayang. "Aku berangkat dulu, ya. Kamu jangan sampai telat makan kalau lagi kerja."

"Iya. Kamu juga hati-hati kemudiin pesawatnya, yang fokus, ya?"

Abhimanyu tersenyum. "Iya, sayang."

Usai Abhimanyu pergi, Lembayung beralih menutup pintu dan hendak bersiap mempelajari kasus persidangan yang baru saja ia ambil, tetapi dirinya terperanjat bukan main kala Pandu meneriakinya seraya menangis. Ia melihat anak belia itu berlari menghampirinya.

"Pandu, kenapa nangis, sayang?"

"Ibu ..." Pandu terisak. "Ibu maafin aku."

Lembayung mengernyit heran. "Minta maaf buat apa?"

Pandu mengangkat beberapa lembar kertas putih yang setengah bagiannya tampak basah berwarna cokelat. "Tadi aku nggak sengaja numpahin susu ke berkas Ibu yang ini."

Lembayung membelalak, ia baru saja memikirkan tentang berkas tersebut tetapi kini berkasnya sudah rusak oleh cairan susu. Melihat Ibunya hanya menatap berkas itu tak percaya, membuat Pandu semakin merasa bersalah dan kian menangis.

"Udah, jangan nangis lagi, sayang." Lembayung mengambil alih berkas itu dan ditaruh pada lantai kemudian memeluk Pandu. "Nggak apa-apa, kok. Nanti Ibu bisa minta datanya lagi sama Om Jibran."

"Tapi ... katanya Ibu mau pake berkas itu sekarang, 'kan? Berkasnya udah rusak gara-gara aku, Bu."

"Ibu 'kan udah bilang nggak apa-apa. Lagian Pandu juga nggak sengaja numpahin susunya, 'kan? Jadi jangan nangis lagi, ya?" Lembayung berucap lembut seraya membelai rambut Pandu.

Through with U | Bluesy ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang