"Gimana, Mbak?"
"Mbak?"
"Eh!" Lembayung tersentak lantas ia melirik-lirik kelimpungan.
Jibran yang duduk di depan meja kerja Lembayung berucap, "Lagi mikirin apa sampe lo ngelamun gitu, Mbak?"
Lembayung menggeleng terpatah-patah. "E-enggak kok, gue nggak ngelamun."
"Kalau gitu lo pasti denger 'kan gimana taktik gue nyelesain kasus gue hari ini? Menurut lo bagus, nggak?"
Kini perempuan itu menatap Jibran tak mengerti. Ia bahkan tak tahu mengapa pikirannya tiba-tiba diisi oleh percekcokan bersama Abhimanyu beberapa hari lalu dan sampai membuatnya tak fokus dengan keadaan sekitar.
"Duh ..." Lembayung memijat sisi kanan pelipisnya pelan. "Sori, Ji, bisa lo ulang, nggak? Soalnya gue nggak denger apa yang lo omongin tadi."
Jibran tersenyum tipis. "Bener 'kan tadi lo lagi mikirin sesuatu? Mikirin apa, Mbak?"
"Bukan hal penting, kok."
"Yakin? Tapi raut muka lo ngomongnya lain, tuh."
"Ah, masa, sih?" tanya Lembayung seraya tertawa renyah.
Jibran mengangguk. "Lo boleh kok cerita sama gue kalau mau."
Lembayung menatap Jibran sebentar, haruskah ia memberitahu apa yang terjadi dengannya dan Abhimanyu baru-baru ini? Kemudian ia menghela napas berat. "Sebenernya, gue ada masalah sama Abhi."
"Masalah?" ulang Jibran dengan kedua alisnya yang menukik.
"Bukan masalah yang gede, kok," ucap Lembayung cepat sebelum Jibran salah mengartikan kalimatnya. "Cuma sedikit salah paham aja."
"Soal apa?"
"Jadi baru-baru ini gue tau kalau dia punya perasaan lebih sama gue, sedangkan gue selama ini cuma anggap dia sebagai adik aja."
"Hah?!" Jibran berseru tak percaya, membuat mata sipitnya membulat.
"Kenapa ... lo sampai kaget gitu?"
Jibran memajukan tubuh kemudian menyilangkan kedua tangannya di atas meja. "Mbak, selama ini gue ngira kalian berdua tuh saling suka."
Kini giliran Lembayung yang membulatkan matanya. "Enggak, Jibran. Emang apa yang ngebuat lo sampe ngira gitu?"
"Sikap kalian berdua. Abhimanyu yang perhatian banget, terus lo yang welcome sama sifat dia itu. Gue juga nggak sekali atau dua kali doang ngeliat lo ngasih perhatian yang sama ke Abhi."
Kedua bahu Lembayung sontak merosot. Sejenak berpikir, jika Jibran saja sampai berpendapat demikian, bagaimana dengan Abhimanyu yang dapat merasakan rasa perhatian tersebut sendiri. Tetapi Lembayung juga berpikir, apa yang selama ini ia lakukan pada Abhimanyu terbilang berlebihan untuk batasan seorang kakak dan adik?
"Jadi semua yang lo lakuin itu bukan karena mandang Abhi sebagai orang yang lo suka, tapi itu karena sebagai adik aja?" tanya Jibran.
Lembayung mengangguk lemas, wajahnya tertekuk sempurna. "Gue berlebihan, ya?"
"Enggak, kok. Cuma gue mau tanya deh, yakin sama pendapat lo yang mandang Abhi cuma sebagai adik doang?"
"Iya. Abhi udah barengan terus sama gue dari SMA dan berhubung dia lebih muda, jadi gue emang ngeliat dia sebagai adik, nggak lebih."
Jibran mengangguk-angguk paham. "Tapi tanyain lagi sama hati lo deh, Mbak. Apa bener perasaan lo cuma sebagai seorang kakak aja sewaktu lo nyetir mobil dini hari buat nyusul Abhi ke Jogja habis dapet kabar pesawatnya nggak bisa dilacak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Through with U | Bluesy ✓
General FictionGuratan takdir membuat Lembayung mengalami keterpurukan. Dikucilkan masyarakat, diasingkan keluarga, serta hilang kepercayaan pada orang-orang. Di samping itu, Abhimanyu mati-matian membawa Lembayung keluar dari situasi tersebut. Orang-orang juga be...