9 : try to be quiet

100 67 54
                                    

Matahari mulai terbit dan menyelusuri setiap ruangan. Begitu juga dengan wajah mulus Feya. Dia sedikit membuka matanya. Merasakan ada sesuatu yang menggenggam tangannya. Dilihatnya wajah Jay yang sangat tampan masih tertidur duduk di sebelah kasurnya. Feya terus menatap wajah pria itu dengan lekat dan sedikit mengelus beberapa helai rambut laki itu.

Jay mulai bangun dan sedikit meregangkan tubuhnya. Feya dengan cepat menarik tangannya dan segera duduk dengan posisi badan tegap.

"Kau sudah bangun?" Ucap Jay dengan suara berat.

"Ya, mengapa kau disini?" Tanyanya.

"Aku tertidur setelah melihatmu menangis dalam tidur."

Sontak Feya terkejut dengan ucapan Jay.

"Mimpi itu sangat menyiksaku," geram Feya dalam hati.

"Apa kau bermimpi buruk?"

"Ya--" lirih Feya sedikit menundukkan kepalanya.

Jay menatapnya dengan perasaan tidak enak hati.

"Kalau begitu kita jalan-jalan saja sekarang," sorak Jay dengan semangat.

"Tidak," ketus Feya dengan wajah datar.

"Mengapa?" Tanyanya.

Sebelum Feya membalas pertanyaan Jay, gadis yang masih tinggal di apartemennya datang dengan wajah sayu.

"Sial aku lupa dengan anak ini!!"  Batin Feya.

"Kak Jay sedang apa?" Tanya Lily dengan wajah datar.

"Eh Lily, apa kau lapar?" Ucap Jay. .

"Apa kalian tidak kerja?"

Feya dan Jay saling bertatapan heran.

"Memang kami ingin berangkat bekerja... oh iya!!! aku lupa ada jadwal pertemuan.. aku siap-siap dulu ya," ucap Jay segera berlalu keluar kamar.

Kini hanya ada Lily dan Feya di dalam kamar tersebut. Gadis itu menatap Feya dengan mata kosong.

"Kenapa dengan tatapanmu?" Ucap sinis Feya.

"Ah...tidak kak," ucap Lily dengan gugup.

Setelah mereka sarapan bersama Jay lalu pergi untuk mulai bekerja. Sedangkan Feya masih ingin cuti dan bermalas-malasan di dalam apartemen.

"Kak... Apa kak Jay tidak punya pacar?" Tanya anak itu lagi.

"Mengapa kau selalu menanyakan dirinya?" Ketus Feya seraya melipat tangannya di dada.

"Ee-eh aku mau memilikinya" ucap gadis itu dengan badan yang gemetar.

Feya terkejut dengan kata-kata itu, segera dia bangkit dari sofa dan mendekatkan dirinya ke anak tersebut.

Feya mengangkat dagu Lily yang masih saja menunduk dengan telunjuknya.

"Apa kau pantas? Ingat... Hanya milikku dan hanya untukku Jay Erick" bisik Feya dengan penuh penekanan diiringi senyum sinis.

Gadis itu tertawa terbahak-bahak  lalu berhenti dengan tatapan sinis. Feya mengerutkan jidatnya karena heran dengan perubahan sikap Lily yang secepat itu.

"Apa yang aku mau tetap harus aku dapatkan kak... Bagaimanapun caranya!" Sentak Lily.

Feya tak terasa emosinya memuncak, terasa ucapan gadis itu tidak asing di telinganya. Entah mengapa dirinya tidak bisa dikendalikan dia mulai mencekik leher Lily dengan kencang hingga membuat gadis itu batuk terus menerus karena kehabisan oksigen.

Srettt!!

Darah turun dengan lancar ke lantai.  Seorang gadis mengeluarkan pisau dari saku celananya dan menggores tangan Feya dengan senyum sinis.

"Akhh," rintih Feya seraya memegang tangannya yang masih mengeluarkan darah.

"Sudah lama aku tidak melihat darah," lirih Lily seraya menyentuh darah Feya yang berada di pisaunya.

Lily berjalan maju kearah Feya yang masih duduk membungkuk.
Dengan kencang dia menarik rambut panjang Feya hingga mengarah ke langit-langit.

"Enaknya mati pelan-pelan atau langsung?" Tanya gadis itu memainkan pisaunya.

Feya mulai tertawa dengan lantang tapi menyeramkan.

"Akhirnya datang juga waktunya," bantin Feya dengan senyum miring.

Lily mengerutkan alisnya tanda heran. Feya dengan kasar mendorong tubuh Lily hingga terbentur ke dinding.

Kini berbalaslah Feya dia memajukan langkahnya ke arah Lily. Lalu dia mengucapkan beberapa kata yang sangat membuat Lily terkejut hebat.

"Kalau gitu...matilah bersamaku," ucap Feya dengan seringai yang mengerikan.

Penyakit Feya kini mulai kambuh. Tingkat tertinggi Self Harm adalah dapat melukai orang lain tanpa merasa iba sedikitpun.

Tubuh gadis itu gemetar hebat. Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya.

"A-apa yang kau katakan", ucap Lily terbata-bata.

"Mengapa orang seperti kita harus ada di dunia? Jadi.... Bersama saja kita menghilang dari dunia ini," ucap Feya yang mulai tertawa kembali, kini tawanya tambah menyeramkan.

"Tidak!! Tidak!! Jangan bunuh aku psikopat!! " Teriak anak itu.

"Kau kan juga psikopat," ucap Feya dengan tatapan  datar.

"A-apa?"

"Hhh...Jangan pura-pura bodoh... Wajah polosmu itu sudah membunuh 2 orang," tukas Feya.

Kini tubuh Lily serasa mati rasa, semua badannya kaku berat dan terasa nafasnya tidak dapat berjalan normal, dia menelan salivanya dengan kasar, tidak menyangka orang yang dia target ternyata memiliki kepribadian yang lebih parah darinya.

"Ss-siapa kamu?!!" Tanya anak itu dengan wajah pucat dan keringat dingin.

"Kamu akan tau ketika aku membalas luka di tangganku," dengan cepat Feya melayangkan pisau di wajah Lily hingga meninggalkan goresan sepanjang  empat sentimeter di pipi gadis itu.

Lily meringis kesakitan. "Aku mohon! Aku mohon lepaskan aku!! Aku berjanji tidak akan menganggu hidupmu dengan kak Jay!!" Rintih anak itu.

Feya hanya tersenyum ketus. Tentu saja penyakitnya kali ini tidak dapat merasa iba sedikitpun. Benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya.

Feya mulai melayangkan lagi pisaunya tetapi sesuatu menahan pisau itu, dan jatuhlah darah ke lantai.

"Jay??" Lirih Feya lalu pingsan tiba-tiba.

Manager Go dan asisten Zoo juga datang dan membawa  tiga perawat yang membawa beberapa obat bius.

"Cepat bawa anak itu !! Dan jangan sampai ada laporan yang tertinggal tentangnya!!!" Perintah Jay dengan tegas lalu dia membawa tubuh Feya keluar dan menuju rumah sakit.

"Maafkan aku Fey!!"  Sesal Jay dalam hatinya.

Beberapa perawat mulai menyuntikkan obat bius pada Lily setelah beberapa menit gadis itu memberontak seperti orang gila.

------------

Yuk yang mau tau cerita ter-update gue bisa cek Instagram @hannahurmu_

Dan untuk tau lebih dalam tentang cerita wp yang gue buat bisa cek di @hanpadd

Thanks buat yang udah baca ceritanya!!!! 🖤🖤🐼

24HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang