14 : Impossible

74 53 56
                                    

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh. Mereka memakirikan mobil di depan rumah bercat cream dengan halaman yang cukup luas di penuhi pepohonan yang sedang berbuah. Membuat tempat itu menjadi sangat nyaman dan fresh di mata.

"Amazing," kagum Feya seraya keluar dari mobil.

Setelah menekan bel rumah itu, keluarlah dua pelayan yang langsung menuntun Jay dan feya ke ruang tamu. Datanglah ayah Jay dengan senyuman bahagia.

"Anakku, kamu benar menemui ayah," ucap ayah Jay seraya duduk  berhadapan dengan anaknya.

Jay menarik kedua sudut bibirnya. "Aku hanya mau mengambil beberapa barangku."

Ayah Jay menghela nafas panjang, dia masih tidak mengira anaknya belum bisa memaafkan dirinya dan sebenernya dia sangat ingin mencari tahu pasal  kematian istrinya, tetapi ayah Jay merasa belum waktunya untuk memberikan penjelasan kepada anak satu-satunya itu.

"Dia siapa?" Tanya Ayah Jay menunjuk ke arah wanita berparas cantik itu.

Saat Feya hendak mengenalkan dirinya tetapi Jay lebih duluan berbicara.

"Dia temanku, Feya," ucapnya singkat.

Feya berdecak kesal lalu melipat kedua tangannya di dada. Tetapi Feya tak kalah cerdas, dia merasa ada hal yang tidak beres antara anak dan ayah.

"Aku akan segera mengambil barangku, tunggu disini," ucap Jay lalu menuju kamarnya yang dulu.

"Kau sudah makan?" Tanya Ayah Jay yang memecah kecanggungan.

"Sudah, emmm... Apa saya boleh bertanya?" Lirih Feya dengan sedikit membungkukan badannya.

"Silahkan."

"Dimana istri paman?" Tanya Feya dengan hati-hati.

"Sudah meninggal," jawab ayah Jay dengan senyum tipis. Terlihat  dari wajahnya yang tiba-tiba meremang semakin membuat Feya yakin ada yang tidak beres.

Feya berguman kecil lalu meminum teh yang berada di atas meja.

"Apa kamu mau mendengar kisah istriku?"

Feya mengangguk cepat lalu dia duduk dengan posisi rapih.

"Istriku adalah wanita hebat yang pernah kutemui, saat hari yang bahagia tiba kelahiran anak satu-satunya kami, dia berniat akan membuat sebuah restoran dan tentu saja aku sangat mendukung keinginannya," ucap ayah Jay dengan senyum tipis. "Dan aku tahu, dia hebat dalam hal memasak tetapi... Saat aku menyadari jika hobi tak semua berujung kesuksesan."

Feya menelan salivanya dengan susah payah, dia merasa jika hobi ibunya Jay berujung pada kematian.

"Jika aku tahu pembunuhnya, aku tidak akan segan-segan untuk menyiksanya," geram Feya dalam hati.

Memang sikap Feya terlihat dingin dan cuek pada apapun, sebenarnya dia memiliki sikap hangat dan peduli pada orang yang dia sayangi. Walaupun itu bisa membahayakan dirinya, bagi Feya melindungi seseorang dari belakang adalah hal yang lebih baik.

"Maaf aku menceritakan hal yang terlalu tinggi untuk seusiamu, ingat kamu harus menjaga orang tuamu dengan baik dan jalankan kehidupan dengan baik," ucap ayah Jay dengan menarik kedua sudut bibirnya.

Feya  tersenyum kecut dengan diiringi anggukan pelan.

"Maaf paman, tapi saya tidak pernah merasa memiliki orang tua," lirih Feya dan kembali meminum tehnya.

Ayah Jay mengerti maksud dari ekspresi wajah Feya dan dia tidak mau membuat seseorang tidak nyaman jika bertanya hal yang dianggap terlalu privasi.

"Kamu boleh menganggap saya ayah sendiri," ucap ayah Jay dengan senyuman yang sangat tulus.

Feya yang mendengar itu langsung tesenyum dan menganggukkan kepalanya. Dalam hatinya dia sangat bahagia memiliki orang tua baru yang dapat memahaminya setelah 25 tahun tanpa kasih sayang keluarganya.

"Sudah selesai, mari kita kembali," ujar Jay dengan tangan yang di penuhi barang miliknya.

"Apa secepat itu?" Jawab Feya yang merasa ingin lebih lama di rumah tersebut.

"Apa kau lupa, hari ini ada jadwal pemberangkatan pesawat?"

"Oh ya, that's right!! Aku hampir lupa," ucap Feya lalu bangkit dari duduknya.

"Apa kalian akan pergi ke luar negeri?" Tanya ayah Jay.

"Ya, untuk hal bisnis," jawab Feya dengan diiringi senyuman.

Jay tetap berlalu pergi menuju mobil tanpa bicara sedikit pun.

"Ah iya, jika kamu ada waktu... Berkunjunglah ke rumah ini lagi, anggap saja rumah kamu sendiri."

"Dan Feya bawalah ini," ucap ayah Jay yang memberikan sekotak bekal.

Feya mengangguk lalu segera memberi salam pada ayah barunya itu.

~

"Hey!! Kenapa kau pergi begitu saja?!" Gerutu Feya dengan nada tinggi.

"Cepatlah."

Feya hanya mendengus kesal lalu masuk ke dalam mobil, setelah masuk dia menaruh kotak bekal tadi ke kursi belakang.

"Apa yang kau bawa?"

"Tentu saja bekal dari ayahku."

Jay sedikit terkejut dengan Feya yang menyebutkan ayahnya adalah ayah dia juga.

"Bagaimana kau bisa menyebut ayahku adalah ayahmu?!" Ketus Jay dengan kedua alis yang menyatu.

"Karena aku sudah di angkat sebagai anaknya, memangnya tidak boleh?" Ucap Feya yang ikut mengerutkan keningnya.

Jay hanya berdecak kesal, dia merasa tidak akan selesai jika adu mulut dengan seorang Feya Asley yang terkenal hebat dalam debat.

Ponsel Feya berdering lalu dia mengangkatnya.

"Ada apa."

"Feya dimana kamu? Aku dan Ju sudah berada di bandara." Ucap manager Go di balik telepon.

"Aku bersama Jay, kalian ambil penerbangan terpisah saja."

"Apa?! Tapi nona..." Ucap Zoo yang juga ikut bicara di telepon manager Go.

"Apa masih kurang jelas ucapanku?" Ucap feya dengan datar.

"Baik nona."

Feya menutup telepon dengan kasar.

"Begini saja tidak bisa," gerutu Feya dengan wajah kesal.

"Kau kenapa?" Tanya Jay yang tatapannya fokus ke arah jalan.

"Tidak apa," singkat Feya lalu mengalihkan pandangannya ke jalanan yang sedang mereka lewati.

Sikap Feya memang selalu berubah-ubah hingga tidak dapat di tebak orang dan hanya orang tertentu yang dapat berurusan dengannya.

--------------------

Hallo semuanya cerita gue yang update kalian bisa cek diinstagram gue @hannahurmu_
Untuk tahu tokoh dalam cerita ini, kalian bisa cek di@hanpadd disana juga banyak potongan-potongan dari cerita gue,
So don’t forget to always support my novels‼ ❤️






24HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang