Dandelions 34 ; Feeling Uneasy

1.3K 172 8
                                    

Seperti janjinya tadi malam, Jisoo berniat untuk menemui Jennie. Karena setalah Jisoo pikir-pikir apa yang sudah ia lakukan pada adiknya itu sungguh sudah amat sangat keteralulan.

Pagi-pagi sekali Jisoo sudah pulang kerumah, Berharap jika ia dan Jennie dapat bertemu di bangunan yang sudah menampungnya selama 26 tahun itu. Tapi ternyata ia salah, Jennie tidak ada disana. Bahkan para pekerja di rumah megah itu terakhir kali melihat Jennie di rumah saat pagi dimana gadis itu pergi ke rumah sakit. Dan itu terjadi kemarin.

Dan berujung Jisoo berpikir jika gadis itu menginap di rumah sakit. Setelah membersihkan tubuhnya, Jisoo kembali pergi meninggalkan bangunan ini untuk kembali ke rumah sakit. Semua ini harus segera Jisoo selesaikan, Bagimanapun Jisoo merasa sangat kacau dan merasa begitu bersalah atas perlakukannya itu.

Beruntungnya jalan tidak terlalu padat, Sesampainya di gedung bernuansa putih ini. Jisoo segera melangkahkan kakinya untuk menuju ruangan milik Adiknya. Membuka perlahan pintu yang terdapat tulisan nama Adiknya itu.

Tidak ada siapa-siapa disana, Dan itu sungguh membuat Jisoo kebingungan. Seharusnya Adiknya ada di ruangan ini, Karena ini masih terlalu pagi untuk para dokter menjalankan tugas mereka.

Meraih benda pipih yang berada di saku celananya, Dengan jari-jemari yang bergerak begitu cepat mencari nama yang hendak ia hubungi. "Ayo angkat, Jen. Kita harus menyelesaikan semuanya..."

Perasaan Jisoo mendadak gusar, Jennie tidak pernah menolak panggilan darinya mau dalam keadaan semarah apapun gadis itu. Tapi pagi ini, Jangankan untuk menolak panggilan Jisoo. Bahkan ponsel gadis itu tidak aktif, Dan hal itu semakin membuat Jisoo merasa ada sesuatu yang aneh terjadi.

"Jisoo, Eonnie?" Jisoo menatap seorang gadis yang sudah berada di ambang pintu. Gadis cantik dengan jubah Dokternya.

"Seulgi-ah, Apa kau melihat Jennie?" Jisoo segera bertanya, Berharap jika gadis dari rekan kerja sekaligus teman baik adiknya ini mengetahui keberadaan Jennie.

Sementara Seulgi hanya menatap Jisoo dengan keheranan, Bukankah hubungan kakak adik keluarga mereka terjalin dengan baik. Bahkan ini kali pertamanya Jisoo menanyakan keberadaan Jennie dengannya selama ia berteman dengan Jennie, Ini kali pertamanya.

Seulgi mengelenggkan kepalanya pelan. "Tidak, Terakhir kali aku bertemunya kemarin pagi saat pemeriksaan Chaeyoung. Dan pagi ini aku baru ingin mengunjunginya, Tapi..." Seulgi tidak melanjutkan kalimatnya, Karena ternyata Jennie tidak ada di ruangannya.

"Apakah kau tahu, Dimana biasanya Jennie sering pergi?" Jisoo merasa menjadi kakak terburuk, Setiap adiknya akan selalu tahu tempat yang sering Jisoo kunjungi untuk berdiam diri. Termasuk Jennie, Salah satu adiknya yang sangat amat peka terhadapnya. Sementara Jisoo? Dia tidak terlalu banyak mengetahui tentang Adik-adiknya.

"Tidak, Dia hanya terus menghabiskan waktunya di sini. Ada apa? Apakah terjadi sesuatu?" Jisoo mengelengg pelan, Dan segera berlari meninggalkan Seulgi sendirian di ruangan ini yang sudah berjalan menuju sebuah laci meja, Tepat dimana berbagai dokumen kesehatan Chaeyoung selama beberapa hari ini yang di simpan oleh Jennie.

..........

Tenda darurat ini terlihat begitu ramai, Setiap harinya ada saja para tentara dari medan perang berdatangan untuk menyembuhkan berbagai luka tembakan yang mereka dapatkan. Tidak ada waktu istirahat untuk salah satu Dokter cantik berdarah korea ini istirahat.

Dengan melawan rasa takutnya, Ia berusaha keras untuk tetap kuat menjalankan tugasnya disini. Suara tembak menembak dari senjata di luar sana terdengar begitu nyaring. Terlebih kini semkin banyak korban yang berdatangan.

"Kau harus istirahat terlebih dahulu, Luka yang di hasilkan tembakan pelurumu itu cukup dalam. Jadi mohon untuk jangan bergerak" Dokter cantik ini berujar dengan salah satu tentara yang ia tangani, Dengan menggunakan bahasa inggris tentunya.

"Terimakasih Dokter... Tapi aku harus kembali ke medan perang. Jika tidak maka kami akan kekurangan banyak anggota nantinya"

"Tapi luka mu masih basah" Sahutnya, Dokter cantik ini hanya mampu meringis. Saat melihat bagaimana para tentara ini berjuang untuk negerinya. Terlebih tidak mudah untuk menahan rasa sakit yang di sebabkan oleh tembakan maupun luka-luka lainnya.

"Tidak ini akan sembuh nantinya, Terimakasih atas bantuanmu Dokter... Aku harus kembali membantu kaptenku" Pria itu bangkit dari duduknya, Dengan sedikit berdiri pincang.

"Biar ku bantu, Hingga menuju ke posisimu" Ia menawarkan dirinya untuk membantu pria ini. Bahkan kini Dokter cantik ini sudah memegang salah satu lengan milik tentara ini dan bersiap untuk membantunya.

"Tidak perlu, Sekali lagi terimakasih. Anda harus tetap berada di dalam sini Dokter, Saya permisi"

Wanita ini hanya mampu menatap kepergian dari tentara itu, Setelahnya ia kembali membantu rekan-rekan Dokter yang lain untuk menangani para korban dari peperangan ini. Cukup lama, Akhirnya ia dapat sedikit bernafas legah.

Suara tembakan tidak lagi terdengar, Dan bahkan kini keadaan terdengar sedikit jauh lebih damai. Ia meraih ponselnya, Mulai menghidupkan benda pipih itu. Saat hendak menekan ikon telpon, Pandangannya terlebih dahulu terahlikan pada sosok tentara yang sedang terjebak di reruntuhan bangunan.

Dengan segera ia berlari mendekat, Dengan pemandangan mata yang sedikit berjaga-jaga. "Dokter!" Teriakan itu tidak mampu menghentikan gerak Dokter cantik ini.

"Dokter apa yang kau lakukan disini? Segera kembali kedalam tenda, Disini terlalu berbahaya untukmu!" Ini medan perang, Sungguh tidak akan ada yang tahu kapan para musuh kembali meluncurkan tembakan mereka.

"Izinkan aku membantumu, Komandan. Setelahnya aku akan kembali ke tenda" Ia segera menyingkirkan berbagai bebatuan dari bangunan yang runtuh.

Begitu banyak darah yang keluar, Ternyata kaki pria yang bernama Kim Hanbin itu mengalami luka yang begitu besar. Dan itu cukup parah. "Aku akan memberikanmu bius, Untuk menjahit lukanya"

"Kembalilah ke tenda, Dokter. Aku baik-baik saja" Hanbin tidak dapat menghentikannya.

Dokter ini bahkan sudah membius sebagian areah kakinya, Mulai membersihkan lukanya. Dan berahli untuk mulai menjahit. Sementara itu, Hanbin berjaga-jaga di posisinya dengan senjata api yang ada di tangannya. Biasanya kesempatan seperti ini akan selalu di manfaatkan oleh para musuh.

Boom!

Sebuah boom meledak tidak jauh dari keberadaan keduanya, Hanbin segera merangkul tubuh Dokter ini. Lihat musuh kembali bangkit dan memanfaatkannya. "Dokter! Segera kembali ke tenda!" Teriaknya, Dokter relawan ini menganggukkan kepalanya.

Ia segera bangkit, Dan membereskan berbagai alat-alat nya. Ia berlari secepat mungkin untuk segera sampai di tenda. Namun, Di pertengahan ponselnya berbunyi. Nama seseorang yang tertera di layar benda pipih ini sungguh tidak dapat ia tolak.

Dorr! Dorr! Dorr!

Tubuh itu terjatuh ke tanah dengan cairan merah yang sudah mengalir dari mulutnya. Bahkan tidak sedikit orang yang melihat pemandangan ini dari tenda darurat maupun di medan peperangan menjerit histeris. "Hallo..."

"Dokter!" Teriak Hanbin yang melihat bagaimana tubuh itu jatuh ke tanah dengan tiga luka tembakan di tubuhnya.

Dengan rasa marahnya, Ia mengarahkan senjatanya pada seorang musuh yang sudah dengan tega menembak Dokter cantik itu.

Dor! Dor! Dor! Dor! Dor!

Lima peluru begitu saja Hanbin berikan pada pria yang sudah berani menyentuh Dokter itu. Setelahnya, Hanbin berlari mendekati tubuh yang semakin tak berdaya itu. Tanpa menghiraukan rasa sakit pada kakinya, Hanbin mengendong tubuh milik Dokter relawan dari rumah sakit terbaik di Korea.

"Siapkan Helikopter! Kita harus membawa Dokter ini kembali ke Korea!" Semua bergerak mengikuti arahannya. "Bertahanlah Dokter, Aku harus membawamu dalam keadaan selamat ke negara asalmu..." Lanjutnya dengan nada lirihnya.

Jambi, 01 Oktober 2022

Ngerasa makin ga jelas ga sih ama alurnya?-_

Dandelions ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang