Dandelions 29 ; Day To Battle

1K 194 25
                                    

Waktu berjalan begitu cepat, Tidak terasa bagi Chaeyoung yang akan segera berjuang untuk hidup dan mati besok. Walaupun begitu, Gadis cantik sama sekali tidak mempedulikan kedua hal itu, Ia bahkan tidak takut akan kehilangan nyawanya saat operasinya berlangsung besok.

Tapi, Malam ini yang cukup menganggu pikirannya ialah sang Kakak yang akan mengambil ahli seluruh kegitan operasi untuknya. Bagaimana jika operasinya gagal? Akankah seluruh keluarganya menyalahkan Kakaknya itu?.

Sungguh Chaeyoung tidak dapat membayangkan bagaimana hancurnya Kakaknya itu. Chaeyoung mengahlikan pandangnya pada arah pintu ruang rawatnya, Sosok yang tadinya berkeliaran di otak Chaeyoung kini sudah berjalan mendekatinya.

Saat ini hanya ada Chaeyoung sendirian di ruang rawatnya, Sebelum sosok Jennie datang. Sedangkan keluarganya yang lain, Sedang pulang kerumah untuk mengambil beberapa keperluan mereka yang mungkin akan menetap di rumah sakit selama Chaeyoung dirawat nantinya.

Jennie meraih lembut selimut yang berada di atas perut Chaeyoung, Menariknya hingga sebatas leher Chaeyoung dengan senyuman manisnya. "Kau seharusnya segera istirahat, Karena besok merupakan hari pertempuranmu yang mungkin cukup berat" Ucap Jennie, Yang setelahnya meraih kursi yang terletak di sisi ranjang yang ditempati oleh Adiknya.

Chaeyoung hanya tersenyum, Entahlah Chaeyoung lebih menghawatirkan Jennie saat ini di bandingkan dengan dirinya. Apakah wanita ini terpaksa melakukannya?. "Eonnie, Sebelum aku menghadiri pertempuranku besok. Ada yang ingin kutanyakan padamu..." Chaeyoung menjeda ucapannya, Dan itu sungguh membuat Jennie penasaran.

"Apakah keputusanmu ini merupakan sebuah keterpaksaan bagimu?" Lanjut Chaeyoung.

Jennie terdiam, Bahkan kini kedua bola mata Kakaknya itu menatapnya tanpa berkedip. Sementara Jennie, Kini sedang membasahi bibirnya yang terasa kering itu. "Tidak, Jika kau bertanya kenapa tiba-tiba aku ingin menjadi Dokter untukmu. Jawabanku adalah, Karena aku ingin menjadi seorang kakak yang berguna untuk adik-adiknya..." Balas Jennie yang begitu terlihat serius dengan kalimatnya.

"Maaf telah merepotkanmu... Tapi aku berjanji, Akan membayar semua kekacauan yang telah kuperbuat" Sahut Chaeyoung. Jennie meraih lembut lengan kurus milik Adiknya itu, Menatap begitu tajam wajah pucat milik Adiknya yang mampu membuat Jennie ingin meneteskan air matanya.

"Cukup berjuang disaat operasi berlangsung besok, Maka itu sudah membayar semuanya" Lirih Jennie bergetar, Tidak... Jennie tidak ingin menagis di hadapan Adiknya. Jennie tidak ingin di tatapan lemah oleh siapapun itu. Termasuk para Adik-adiknya dan juga keluarganya, Walau pada kenyataannya Jennie merupakan salah satu gadis Choi yang sangat mudah menangis.

Chaeyoung bangkit dari tidurnya, Dengan sedikit bantuan dari Jennie. Meraih lembut tubuh mungil milik Sang Kakak yang duduk di sisi ranjangnya itu, Dan mulai mendekapnya dengan hangat.

"Terimakasih... Dan Perlu kau ketahui. Walaupun mungkin aku sering bersikap tak sopan padamu, Percayalah jika aku sangat menyayangimu..." Bisik Chaeyoung, Dan kini berhasil sudah air mata yang Jennie tahan itu mengalir membasahi pipi bulatnya.

"Chaengie... Mianhae..." Lirih Jennie bergetar. Chaeyoung hanya diam dengan tangan yang mengusap lembit punggu mungil yang terasa rapuh itu. Jika saja Jennie tidak terlambat mengetahui tentang kondisi Adiknya ini maka hal ini tidak akan mungkin terjadi. "Jongmal Mianhae, Chaengie..."

Hingga tangisan itu terasa sedikit mereda, Chaeyoung melepaskan dekapannya. Membersihkan bekas air mata milik Jennie yang tersisa di pipi bulat gadis itu dengan lembut. "Tolong... Katakan kembali kalimat itu, Disaat kau kembali membuka matamu saat setelah operasi besok"

Chaeyoung hanya diam tak menjawab apapun, Ia hanya memberikan respon berupa senyuman tipisnya. Dan itu sungguh semakin membuat Jennie merasa khawatir, Dan tangisan Jennie kembali pecah.

Yang dapat Chaeyoung lakukan saat ini hanya mampu mengelus lembut kedua punggung tangan milik Jennie dengan lembut. Chaeyoung berusaha untuk memberikan ketenangan disana, Namun Jennie justru tidak dapat merasakannya. Bahkan dengan Chaeyoung sendiri, Yang tidak tahu cara untuk menenangkan dirinya sendiri.

.........

Hari ini, Hari dimana semua rasa ketakutan dan kekhawatiran keluarga Choi akan segera di mulai. Hanya sekitar 3 jam lagi, Tubuh kurus milik Choi Chaeyoung akan segera di bawa menuju ruang operasi.

Jisoo yang sedang menemani Chaeyoung saat ini, Terlihat begitu telitih memperhatikannya. Sedangkan Ayah dan Ibunya baru saja berpamitan untuk melihat ruangan yang akan menjadi tempat mereka melihat proses operasi berlangsung nanti. Sementara Lisa kini sedang dalam perjalanan.

Dan Jennie? Gadis itu tidak memperlihatkan wujudnya, Setelah menemani Chaeyoung tadi malam. Ayahnya berkata jika Jennie sengaja tak ingin bertemu dengan Chaeyoung hingga sampai mendekati Operasi nanti, Karena gadis berpipi mandu itu berkata jika ia memaksakan untuk bertemu dengan Chaeyoung maupun keluarganya yang lain hal itu justru memperburuk konsentrasinya.

Saat ini Jisoo sedang sibuk mengelus-elus lembut punggung tangan milik Chaeyoung, Dengan kedua bola mata yang menatap kosong kearah jendela ruang rawat milik Chaeyoung. Dan tentu Chaeyoung tidak ingin merusak lamunan sang Kakak.

Saat ini rasa takut Jisoo semakin menjadi. Tapi, Bukankah Jisoo sendiri yang dulu memaksa Jennie untuk menjadi Dokter yang mengoperasi Chaeyoung. Tapi kenapa Jisoo sekarang merasa takut dan khawatir jika semuanya gagal.

Semua tahu, Jika kini kanker yang bersarang di dalam kepala Chaeyoung hampir menyentuh pembuluh darah pada otaknya. Dan tentu itu sangat sulit untuk melakukan operasinya, Mereka harus dengan sangat berhati-hati agar tidak merobek pembuluh darahnya.

Jisoo seketika tersentak terkejut, Saat lengan milik Chaeyoung menghentikan gerakan tangannya dengan lembut. "Unnie, Maukah kau berjanji?. Berjanjilah jika terjadi sesuatu yang buruk nanti, Kau dan yang lain tidak akan menyalahkan Jennie"

Jisoo terdiam ragu, Tidak semua akan baik-baik saja. Walaupun Jisoo tahu jika tidak semua yang mereka inginkan akan tercapai dengan sempurna. Kini kedua bola mata Jisoo sudah bergetar, Ia ingin menagis. Tapi sangat disayangkan air matanya justru tidak dapat menetes.

"A-aniya... Semua akan baik-baik saja" Jawab Jisoo sedikit terbata.

Chaeyoung hanya terdiam dengan senyuman tipisnya, Dan hal itu sungguh sangat dibenci oleh Jisoo. Jika biasanya Jisoo akan selalu ingin melihat senyuman dari para Adik-adiknya, Terutama pada Chaeyoung yang selalu mudah untuk tersenyum. Maka hari ini, Siang ini Jisoo tak ingin melihat seyumana yang seolah-olah memiliki arti tersendiri itu.

"Kau harus bertahan, Hingga hari ulang tahunmu. Ingat kita harus merayakannya bersama, Kudengar jika Jennie menyiapkan hiasan yang terbuat dari bunga Dandelion, Memetiknya langsung saat kita di Swiss. Sebagai hadiah ulang tahunmu" Lanjut Jisoo, Yang selalu meyakinkan adiknya satu ini jika semua akan berjalan dengan lancar tanpa halangan satupun.

"Jinja?! Waahh... Aku sangat penasaran" Jisoo menganggukkan kepalanya dengan cepat.

"Kau juga harus melihat hadiah yang sudah kusiapkan untukmu" Chaeyoung tersenyum dan menganggukkan kepalanya mengerti.

"Tentu aku tidak sabar untuk itu, Tapi Unnie bisakah kau menolongku?" Tanya Chaeyoung.

"Ya? Aku akan membantumu, Apa itu?"

"Tolong letakan satu susu pisang di meja kerjanya" Jisoo menyeringit sedikit bingung.

"Kenapa tidak kau memberikannya saat setelah operasi nanti?"

"Tidak bisa, Setelah aku operasi nanti aku tentu belum di perbolehkan untuk berjalan. Dan kasiahan dia pasti kelelahan nanti"

"Geure. Aku akan melakukannya nanti"

Jambi, 06 Juli 2022

Berhenti memikirkan alur akhir cerita ini, Mari fokus pada cb nya nak paud bentar lagi....

Dandelions ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang