Dandelions 23 ; Jennie's Choice

1.3K 208 19
                                    

Pukul dua dini hari, Chaeyoung terbangun karena sebuah rasa tidak enak mulai menghantuinya. Suasana di kamar yang berunansa putih ini terlihat begitu gelap. Rasanya Chaeyoung merasa banyaknya kejadian yang ia lewatkan hari ini.

Setelah Chaeyoung melakukan kemoterapi tadi pagi, Dirinya lebih banyak tertidur karena salah satu efek sampingnya. Dan setelahnya Chaeyoung baru merasakan, Tubuhnya yang mengeluarkan keringat panas dinginnya. Bahkan kepalanya kini kian berdenyut dan juga perutnya yang terasa sesak yang siap mengeluarkan isi perutnya.

Chaeyoung ingin bangkit dari tidurnya, Namun tubuhnya begitu lemah tidak bedaya. Untuk duduk menyender saja, Chaeyoung membutuhkan tenaga yang banyak. Nafasnya kini mulai memburu, Bahkan keringat dingin itu semakin banyak mengalir di dahinya.

"E-eomma..."

Sungguh Chaeyoung tidak pernah membayangkan rasa sakit yang mampu membuatnya membutuhkan pertolongan orang lain, Terasa hanya sia-sia. Chaeyoung pun memilih untuk diam memendam semua rasa asing ini pada tubuhnya.

Hingga sebuah cahaya yang sedikit masuk melalui pintu kamarnya yang terbuka, Menampilkan seseorang yang berjalan pelan menujunya. Chaeyoung begitu bersyukur saat melihat jika ada seseorang yang masuk ke kamarnya.

"Eomma--, huek..."

Chaeyoung sudah berusah keras untuk menahan rasa mual ini, Namun tampaknya tidak membuahkan hasil. Kini pakaian hingga kasur milik Chaeyoung sudah di penuhi oleh cairan muntah miliknya.

"Chaeyoung-ah!" Chaeyoung mendengar panggilan itu, Tapi kini ia sangat di sibukan untuk menghentikan mualnya yang begitu menyiksa. "Tidak apa, Sayang. Kelurkan saja" Lanjut sosok tersebut seraya memijit tukuk Chaeyoung membantu gadis itu untuk mempermudah mengeluarkan cairan muntahnya.

Hingga cukup lama Chaeyoung sudah merasa sedikit membaik, Namun tidak dengan kepalanya yang masih terasa begitu berdenyut. "Unnie, Kenapa tubuhku menjadi seperti ini" Lirih Chaeyoung yang bertanya pada sosok gadis lainnya yang kini sedang membersihkan sisa-sisa muntahnya.

Sedangkan gadis itu hanya terdiam seraya terus fokus membersihkan muka pucat milik Chaeyoung. Pemandangan yang tidak pernah ia bayangkan ini sungguh membuatnya tersiksa. "Mari kita pindah ke kamarku"

Jennie, Gadis yang baru saja sampai di mansion megah ini. Segera membatu adiknya untuk berjalan menuju kamarnya setelah selesai membersihkan sisa-sisa muntah milik adiknya. Dengan langkah yang pelan Jennie menutut Chaeyoung untuk terus melangkah menuju kamarnya.

Sesampainya keduanya di ruangan yang beraromah vanila itu, Jennie bergegas untuk segera mengantikan pakain kotor milik Chaeyoung dengan pakainnya. "Kembalilah tidur"

Jennie terlihat aneh, Dan Chaeyoung mersakan perubahan sikap itu. Dengan segera Chaeyoung mencekal pergelangan tangan milik Kakak keduanya itu membuat gadis cantik itu menghentikan langkahnya.

"Unnie, Apa aku akan segera mati?" Jennie terdiam, Bahkan kini tubuhnya sudah semakin sulit untuk di gerakan karenan kalimat yang mampu membuat dadanya sesak itu.

"Rasanya sangat sakit..." Air mata Chaeyoung meluncur begitu saja, Dia tidak pernah mengeluh selama ini. Namu sekarang semuanya berubah, Chaeyoung lebih sangat mudah menyerah dan mengeluh karena penyakit ini.

Saat Jennie membalikkan tubuhnya, Kedua bola matanya dengan begitu saja tertuju pada kedua bola mata coklat yang penuh akan penyerahan disana. Melepaskan cekalan itu, Jennie mulai membawa adiknya itu untuk menuju dekapanya.

"Chaeyoung-ah, Tolong bersabarlah. Unnie, Sedang berusaha untuk menyembuhkanmu" Ujar Jennie dengan nada bergetarnya, Dan sepertinya Jennie memang harus melakukannya.

"Katakan dengan cara apa?" Jennie memejamkan matanya untuk beberapa saat sebelum menundukkan kepalanya menatap adikknya.

"Menjadi Dokter untukmu, Dan menyembuhkanmu. Seperti apa yang ku janjikan di saat kecil dulu"

Chaeyoung tersenyum, Namun nyatanya senyuman itu tiada artinya. "Eonnie, Maaf telah menyusahkanmu. Tapi aku tidak ingin mati karena penyakit ini, Terlebih mati di tangan orang lain. Jika pun nantinya aku akan mati di tanganmu, Aku sungguh akan senang. Setidaknya aku dapat melihat seberapa baiknya kau, Memperjuangkan nyawa adikmu yang tidak berguna ini dan menepati janjimu" Ujar Chaeyoung yang merasa begitu senang.

"Tidak, Kau tidak akan mati di tanganku Chaeng. Jadi bersabarlah sejenak" Sahut Jennie, Apakah keputusannya ini akan sanggup ia jalankan. Ya tuhan, Saat ini Jennie tidak tau apa pilihannya benar atau tidak. Sungguh dia tidak tahu.

..........

Siang ini, Sulung Choi habiskan untuk menikmati seharian penuh besama sih bungsu. Ya, Karena mereka terlalu sibuk memikirkan kondisi Chaeyoung. Jisoo dan sekeluarganya nyaris melupakan hari penting dari sih bungsu.

Tepat pada hari ini Choi Lalice sudah genap berumur 18 tahun, Jika saja Jisoo tidak melihat sebuah postingan yang dibagikan oleh Chaeyoung tadi pagi maka sekarang gadis berponi ini tidak akan mendapatkan hal manis dari keluarganya.

Setelah keduanya puas menghabiskan waktu mereka berdua, Kini Jisoo memarkirkan mobil mewahnya di sebuah halaman gereja yang menjulang tinggi. Sebelum keduanya pergi untuk jalan-jalan, Lisa terlebih dahulu berpesan sebelum pulang agar mampir di sebuah gereja karena ada suatu hal yang ingin Lisa sampaikan pada tuhannya.

Jisoo sudah mematikan mesin mobilnya, Dan disaat itu pula Lisa sudah bersiap untuk turun. Keduanya mulai melangkah memasuki bangunan yang kian mulai sepi dari para orang.

Mulai mengisi sebuah kursi yang kosong, Jisoo sedikit menghela nafasnya dan mulai mengeluarkan kalimatnya. "Sekarang katakan semua yang ingin Adik Unnie katakan padanya"

Lisa tersenyum, Mulai meluruskan tubuhnya menghadap sebuah tanda di seberangnya. Menyatuhkan kedua tangannya dan mulai menutup matanya erat begitu pula dengan Jisoo yang berada di sampingnya.

Keduanya terlihat begitu khusyuk dalam ibadah mereka, Bahkan tidak sedikit orang yang berlalu lalang melihat kedua bersaudara ini yang begitu khusyuk. Cukup lama keduanya dengan serempak menyelesaikan do'a mereka, Dan bersiap untuk pergi.

Namun sebelumnya, Kedua gadis Choi ini justru begitu terkejut saat mendapati sosok gadis Choi lainnya yang berjalan untuk segera keluar dari dalam ruangan ini. "Lisa, Jisoo Unnie?"

Gadis itu terlebih dahulu menyapa dengan nada yang terdengar sedikit terkejut. "Kau disini?" Tanya Jisoo yang mendapati anggukan dari gadis itu.

"Eonnie, Izinkan aku untuk membawa Lisa pergi. Sebelum jam sembilan kami akan pulang"

"Ya bawalah. Ingat hubungi aku jika sesuatu terjadi, Aku akan pulang. Bagaimana dengan Chaeyoung? Dia baik-baik saja?" Jika Jennie berada di sini kemungkinan jika Chaeyoung sudah dalam keadaan membaik.

Tadi pagi, Sebelum Jisoo pergi bersama Lisa. Adik ketiganya itu menujukkan rasa sakitnya secara terang-terangan. Bahkan seluruh orang di rumah dapat mendengarkan dari gadis itu.

Dan disaat semua orang memutuskan untuk segera melihat gadis itu, Berbeda dengan Jisoo yang segera menyeret Adik bungsunya ini untuk segera meninggalkan kediaman mereka. Ada perasaan merasa bersalah, Namun semua ini demi Lisa. 

Chaeyoung berpesan agar Lisa tidak menemuinya dalam keadaan dia kesakitan, Dan sekeluarga Choi itu pun sepakat untuk melakukannya. Bahkan Lisa kini sudah tidak pernah di perbolehkan untuk bertemu kakak ketiganya itu.

"Hm, Aku sudah memberikannya beberapa obat. Dan saat ku tinggal kondisinya sudah jauh lebih membaik, Unnie saat sampai dirumah tolong jaga dia. Aku dan Lisa akan segera kembali" Jisoo menganggukkan kepalanya mengerti.

"Pergilah, Dan jangan pikirkan hal itu" Jennie dan Lisa pun mulai berpamitan pada Kakak mereka dan mulai meninggalkan tempat ini. Begitu pula dengan Jisoo yang ikut berjalan di belakang kedua Adiknya itu.

Jambi, 08 April 2022

Udah ada yang bisa nebak alur akhirnya ga?

Dandelions ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang