Setiba di rumah, Azzam masih enggan mendekati Syahida. Tampaknya rasa cemburunya pada Firman belum juga usai. Sudah beberapa metode Syahida lakukan untuk membujuknya. Tapi, selalu gagal.
Kali ini Syahida mendapat ide untuk menghibur Suaminya itu. Namun, tidak tahu apakah akan berhasil nantinya. Tak ayal membuatnya mondar-mandir di depan kamar.
Dia takut tidak akan berhasil. Azzam sangat ini sedang sensitif. Emosional berantakan.
Menghela nafas, memberanikan dirinya untuk membuka handel pintu. Saat pintu berderik, kembali Syahida menutupnya kembali.
"Kak Syahida ngapain?" Celetuk Adam tiba-tiba saja sudah berada di sampingnya.
"Astagfirullah ... Adam. Kamu ngagetin kakak. Kamu sendiri, mau ngapain?" Mengusap dada.
"Hahaha ... Maaf Kak. Mau panggil Abang. Soalnya ...." Suara derik pintu terbuka. Azzam sedikit terkejut dengan kehadiran keduanya yang berada di depan pintu.
"Kalian pada ngapain di depan pintu kamar?" tanya Azzam melirik Syahida. Istrinya baru saja hendak menjawab, tetapi Keburu Adam."Bang, Civan." Melirik Syahida.
"Kenapa?"
"I---i---itu, anu." Salah tingkah, mengaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Itu, anu. Apa Adam? Kenapa Civan?" Penasaran.
"Abang aja dah, bicara sama Kak Civan. Adam enggak ngerti juga."
"H-hah?"
"Di mana leptop?"
"Di bawah, dekat meja makan." Bergegas Azzam menuruni tangga lalu, diikuti Adam.
📃📃📃
Syahida tampak memainkan jari-jari tangan Azzam. Sedangkan Azzam terlihat menutup matanya dengan lengan kanannya.
Syahida beranjak bangun dari baringnya. Dia tatap wajah Azzam yang terlelap dengan kaki di tekuk sebelah kirinya.
"Mas, harus banget berangkat besok?" tanya Syahida.
"Iya, Syahida. Saya harus segera kembali mengajar."
"Terus, aku gimana Mas?"
"Kalau kamu masih enggak mau berangkat, enggak apa-apa. Saya sendiri saya."
"Kenapa enggak ajak Adam Mas? Dia juga 'kan udah rindu teman-temannya di sana."
"Tidak bisa, siapa yang akan menjaga kamu dan Bibi. Adam bisa ikut daring."
"Mas, bisa tidak udah dulu cemburuannya? Syahida bolehin deh." Azzam mengeriyit dahinya. Apa maksud Syahida mengatakan itu? Buru-buru Azzam menampik pikiran kotor.
"Bismillah, Insya Allah. Syahida udah siap Mas."
"Siap ikut berangkat?" Positif thinking.
"Syahida siap Mas, buat menjalankan kewajiban Syahida yang tertunda."
Deg!
Malam itu Azzam sengat tidak menyangka akan ucapan Syahida. Padahal dirinya tahu, Syahida belum benar-benar siap untuk melakukannya.
Azzam sudah rapi mengenakan stelan kemeja hitam yang senada dengan celananya. Seluruh orang terdekat Azzam juga ikut mengantarkannya ke bandara. Tampak Khul-khul bergandengan tangan. Khulaya menyenderkan kepalanya pada bahu Suaminya.
Sedangkan Syahida terlihat enggan melepaskan kepergian Suaminya ke Turki. Dari rumah sampai bandara, dia sama sekali tidak membiarkan Azzam membawa koper.
Panggilan penumpang penerbangan Indonesia-Turki terdengar di seluruh bagian bandara. Syahida kian tidak mau melepaskan Azzam.
"Mas, jangan pergi." Azzam mengelus kepala Syahida. Entah kenapa Syahida hari ini terlihat manja padanya.
"Sya, saya di sana bekerja. Tidak untuk senang-senang. Nanti juga kita bakalan ketemu. Kamu 'kan nanti juga ikut saya ke Turki," Azzam.
"Zam, Lo tenang aja di sana. Gue sama Khulaya enggak akan biarin Syahida bosan di rumah," cetus Khulusi.
"Iya, Kak Azzam tenang saja. Nanti Khulaya bawa dia jalan-jalan, biar lupa."
"Jangan sayang, nanti pawangnya ngamuk. Nanti telat dong datangnya teman bayi kita," balas Khulusi mengelus perut Khulaya yang masih datar.
"Kamu hamil Khulaya?" tanya Syahida. Khulaya mengangguk senang. Mendengar hal itu, Syahida langsung melepaskan koper milik Azzam dan beralih sedikit jongkok, mendekatkan kepalanya pada perut sahabatnya itu."Khul, kok, belum nendang dia?"
Pertanyaan Syahida yang polos seketika membuat yang lain tertawa melihat kelakuannya." Belum Sya, baru aja beberapa hari."
"Waduh, Istri lo polos amat Zam," celetuk Khulusi sedangkan Azzam hanya menggelengkan kepalanya.
"Kapan dia nendang?"
"Nanti kamu juga akan tahu Sya. Kalau kamu hamil," ucap Khulaya membuat Syahida melirik ke Azzam. Azzam membuang muka, mengalihkan topik pembicaraan."Bi, Azzam pamit dulu. Jaga kesehatan ya, Bi." Fatma mengangguk sembari membiarkan Azzam mencium punggung tangannya.
""Khulusi, Khulaya, Adam. Pamit berangkat ya. Tolong bantu aku jagain Syahida ya. Awasin dia, soalnya di suka---" ucapan Azzam terpotong karna Syahida menutup mulutnya.
"Suka apa Zam?"
"Enggak ada apa-apa," balas Syahida cepat. Azzam melepaskan tangan Syahida dari mulutnya. Memeluk Syahida sebelum masuk ke dalam Bandara.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," balas mereka serempak.
Fatma, Khulaya beserta Fatma terlihat berdiri di depan bandara. Menunggu Khulusi dan Adam yang sedang mengambil mobil di parkiran. Senyum Syahida tak pernah hilang dari wajahnya. Dia sangat girang mendengar kehamilan sahabatnya itu. Syahida terus mengelus-elus perut Khulaya.
"Khul, nanti kamu mau kasih nama apa anak kamu?" Khulaya tertawa mendengarnya pertanyaan Syahida. Khulaya yang hamil saja belum tahu kelamin anaknya, sudah ditanya nama oleh sahabatnya."Untuk saat ini belum kepikiran untuk kasih namanya Sya. Kelaminnya aja belum kelihatan."
"Oh, iya-iya. Hehehe ...."
"Sya, kamu kapan nyusul aku?" Seketika membuat Syahida tersipu-sipu. Pipinya merona."Yang sabar ya, Khul. Nanti juga bakalan nyusul," sanggah Fatma menggoda Syahida.
"Bibi ...."
"Kenapa? Malu? Kenapa harus malu? Sudah kodrat perempuan itu hamil dan melahirkan nantinya," balas Fatma.
Tittt!!
Suara klakson mobil Adam dan Khulusi berbunyi. Bergegas mereka semua masuk ke dalam mobil masing-masing. Saat Syahida hendak membuka pintu mobil sebelah kanan, tanpa sengaja dirinya dapati sosok pria di seberang jalan melihat ke arahnya. Syahida menoleh ke kiri dan kanan. Memastikan siapa yang sedang diperhatikan laki-laki diseberang jalan.
Syahida tampak tidak asing dengan pria tersebut, hingga matanya melebar dengan sendirinya." Kak Damar?"
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Love From Ankara S2
Romancesetelah memutuskan membatalkan taa'rufan dengan Syahida. Azzam memboyong Bibi dan Adiknya untuk pindah ke Turki. tinggal tiga setengah tahun diluar negeri, Azzam hanya menghabiskan waktunya untuk mengajar dan berkumpul dengan orang terdekatnya. hin...