Hari Kelulusan

184 3 0
                                    

Hari ini adalah hari penentuan kelulusan ku di bangku SMA. Aku sangat bahagia dan bersedih di saat bersamaan karena, aku akan melanjutkan kuliahku dan juga akan berpisah dengan kedua sahabatku Rina dan Ririn. Mereka berdua kembar identik tapi aku bisa bedakan mereka berdua. Rina lebih tua lima menit dari Ririn, dan memiliki tahi lalat kecil di pelipisnya. Tapi jika ada orang baru yang melihat mereka bersama pasti susah membedakan mereka. Rina dan Ririn berasal dari keluarga kaya raya. Berbeda dengan ku yang terlahir dari keluarga sederhana, bapak hanya petani sayur. Mama meninggal waktu aku berumur 2 tahun. Tetapi Rina dan Ririn mau berteman denganku disaat teman-teman yang lain tidak mau dekat denganku apalagi berteman. Karena status sosial ku yang berasal dari kalangan bawah. Aku berhasil masuk ke sekolah inipun karena, aku salah satu siswa berprestasi. Sehingga aku mendapat beasiswa hingga aku selesai kuliah nanti. Aku memiliki dua kakak perempuan dan satu Kakak laki-laki. Mereka semua sudah menikah, dan hanya aku yang tinggal bersama bapak. Aku sendiri bingung kenapa ketiga kakakku tidak pernah memberi kabar kepadaku dan bapak. Aku sangat kasihan kepada bapak yang usianya sudah tua dan kulitnya sudah mulai keriput tapi bapak masih semangat untuk bekerja di kebun sayur milik kami, karena hanya itu penghasilan kami satu-satunya.

Saatnya untuk masuk aula, aku mencari kedua temanku tapi saat aku bertanya kepada teman yang lain mereka berkata bahwa Rina dan Ririn belum datang. Aku memilih untuk duduk paling sudut karena aku tidak terbiasa dengan keramaian seperti ini. Keseharianku di rumah pun hanya membantu bapak di kebun. Aku tidak seperti teman lain yang setiap akhir pekan mereka gunakan untuk berlibur bersama atau sekedar melepas lelah.

Tidak beberapa lama aku mendengar suara yang sangat aku hafal, ya itu Rina dan Ririn. Mereka berjalan beriringan menuju tempat dudukku. Aku sangat tahu kalau kedua temanku itu sangat cerewet, berbeda denganku yang datar-datar saja.

"Felicia Rosalin Pratamaaaaaa!!!" teriak mereka bersamaan
Ya! Nama Asliku Felicia Rosalin Pratama.
Aku berbalik dan melihat kedua teman somplak ku.
" Hay " aku menyapa mereka singkat
" Gitu doang nyapanya Fel?" Tanya Ririn padaku
"Lah, aku harus jawab apa coba? Gak usah lebay deh Irin! "
" Cipika cipiki kek" Rina berkata " dingin banget kek kulkas dubelas pintu" ucapnya lagi sambil memanyunkan bibirnya. Aku hanya tertawa.
" Ayo duduk, bentar lagi acaranya mau dimulai" aku berdiri dan memeluk mereka berdua. Seketika wajah jutek mereka kembali ke setelan awal yang ceria.

Acaranya berjalan lancar dan khidmat. Aku melihat ke panggung ada ketua OSIS yang entah kapan beridiri di atas panggung dan bersama kepala sekolah dan entah membisikkan apa ke telinga kepala sekolah dan beliau hanya manggut-manggut, Sambil berpidato.
" Atas nama kepala sekolah dan yayasan, saya memanggil, Felicia Rosalin Pratama untuk naik ke panggung sebagai, siswa berprestasi "

Aku tidak menyangka bahwa apa yang aku perjuangkan di bangku sekolah tidak sia-sia. Aku berdiri sambil mengusap air mataku yang menetes dengan cepat karena haru, dan sempat menoleh ke belakang untuk melihat bapak yg duduk bersama kedua orang tua Rina dan Ririn. Bapak melihat ku dengan linangan air mata karena bahagia melihat anak bungsunya bisa membanggakannya dengan sebuah penghargaan berupa medali. Aku tidak mampu lagi melihat bapak menitikkan air mata, seketika akupun menangis. Bukan karena sedih tapi bahagia.

Aku naik ke atas panggung dan kepala sekolah memberi kesempatan untuk mengucapkan sesuatu. Dengan mata yang kembali berkaca-kaca aku menatap cinta pertamaku yaitu bapak

" Terima kasih atas waktu dan kesempatan ini. Dan bolehkan aku meminta sesuatu Pak?" Aku melihat ke arah kepala sekolah dan beliau hanya mengangguk tanda setuju. "Aku ingin bapak aku naik ke atas panggung untuk memberikan penghargaan ini untukku" ucapku dengan nada bergetar karena menahan tangis.
Pembawa acara pun memanggil nama bapak.
"Untuk bapa Adam Pratama silahkan naik ke panggung" dengan bahagia bapak naik ke panggung namun matanya tidak lepas dari kepala sekolah seakan-akan mereka sudah lama saling mengenal. Akupun menepis perasaan itu karena ini hari yang tidak akan pernah terulang untuk kedua kalinya.

Suamiku Adik TingkatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang