Ch. 9 Kesedihan?

2.3K 300 9
                                    

"hei bocah siapa keluarga mu?" Tanya Feng Ying menatap Chao Ji yang masih disuapi.

"Bukan bocah, namaku Ji margaku Chao." Jawab Chao Ji lalu menyambung,"orang tuaku tidak menginginkan ku, keluarga  cabang mengusirku," jelas Chao Ji menunduk dengan mata berkunang-kunang.

"Semua orang bilang aku anak sial, pembawa bencana, aku.. aku.." Ucap Chao Ji menitihkan air mata.

Ye Liu meletakkan sumpitnya menatap dingin ke Feng Ying lalu menenangkan Chao Ji dengan memeluknya.

"Sekarang kita keluarga, kau bukan anak sial tapi anak berharga." Ucap Ye Liu menepuk-nepuk punggung Chao Ji menangkannya dari kesedihan.

Suatu dari sudut hati Chao Ji merasa hangat, entah kenapa kata-kata Ye Liu membuatnya lebih sedih dan mulai menangis lebih lancar.

Ye Liu terus menenangkan Chao Ji dengan menggendongnya ala bayi berkeliling, sedangkan Feng Ying merasa bersalah.

Beberapa saat kemudian Chao Ji tertidur dalam gendongan Ye Liu. Ye Liu meletakkannya ke kasur lalu kembali ke bawah tempat Feng Ying.

"Dia sudah tidur." Kata Ye Liu menuruni anak tangga.

"Dia menyelamatkanku dari penjara, meskipun aku tidak melihatnya, tapi aku tau kalau dia menggunakan racun untuk melelehkan belenggu jiwa." Ucap Ye Liu duduk di samping Feng Ying dan menyandarkan kepalanya dipundak Feng Ying.

Hal ini jelas menandakan bahwa Chao Ji sudah cukup dewasa dalam hal pikiran.

Feng Ying sangat gembira dalam hatinya tapi sangat tenang diluarnya, tangannya dengan lembut menarik helai rambut Ye Liu.

"Kurasa dia memiliki rahasianya sendiri, jadi aku tidak akan menanyainya." Ucap Ye Liu meski Feng Ying hanya sibuk bermain dengan rambutnya.

***

Dua hari kemudian...

"Ibu..." Suara Chao Ji datang dari anak tangga ketika melihat Ye Liu di dapur tengah menyiapkan sarapan.

Ye Liu agak kaget, tapi membiarkannya memanggilnya seperti itu, sebab dia memang berencana untuk membuat anak dengan Feng Ying, jadi ini kesempatan yang bagus untuk persiapan menjadi ibu.

"Hei nak, panggil aku ayah." Ucap Feng Ying menunjuk dirinya didepan Chao Ji.

"Paman Feng selamat pagi." Ucap Chao Ji dengan senyum merekah diwajahnya, tapi berbeda dengan Feng Ying yang wajahnya seakan retak.

"Hei nak... aku itu suami dari ibumu, jadi panggil aku ayah." Ucap Feng Ying dengan bangga memeluk pinggang Ye Liu ketika hendak menaruh hidangan.

"Berhentilah memaksa Ji'er." Ucap Ye Liu mengetuk kepala Feng Ying dengan sendok kayunya.

"Akh... Sakit." Rintih Feng Ying menatap Ye Liu dengan air benik kristal di sudut matanya.

"Mulailah dengan membujuk atau memberikannya hadiah, mungkin dia akan memanggil mu ayah." Ucap Ye Liu berjalan ke dapur mengambil sisa hidangan lainnya.

Mereka bertiga lalu makan di meja yang sama, tapi Chao Ji makan di pangkuan ibunya juga pasti di suapi. Hanya saja tatapan cemburu datang dari seberang meja.

"Yin tolong jaga Chao Ji, aku akan ke atap." Ucap Ye Liu menyerahkan Chao Ji ke Feng Ying.

"Lagi? Huh... Ji'er ayo aku akan membawamu melihat-lihat tempat ini." Ucap Feng Ying kemudian berlari pergi dari sana.

"Paman Feng, kenapa kita harus pergi dari rumah ketika ibu ke atap." Tanya Chao Ji cukup penasaran dalam pelukan Feng Ying.

Meski kemarin ia ingin bertanya tapi dia memutuskan untuk mengelilingi pulau apung misterius terlebih dahulu.

"Panggil aku ayah dulu." Ucap Feng Ying memberi syarat.

"Ukh.." Chao Ji mengalami dilema,"a.. ayah," pada akhirnya ia kalah juga,"ahahaha tuan anda kalah," Tawa Wu melayang-layang di sampingnya.

"Berisik." Ucapnya dalam dalam pikiran yang tersambung dengan Wu.

Sementara Feng Ying tersenyum kemenangan tapi hanya sesaat.

"Ayo, akan kuperlihatkan sisi ibumu yang retak." Ucap Feng Ying kemudian melompat dan tiba di Dahan pohon tertinggi.

"Dengarkanlah, kau akan mengerti setelah mendengar nyanyiannya." Ucap Feng Ying dengan ekspresi yang rumit.

Chao Ji ingin bertanya sesuatu tapi memutuskan tidak bertanya dan beralih melihat ibunya yang sedang duduk di atas atap pavilum.

Ye Liu cukup lama terduduk lalu mulai mengaktifkan cincin roh pertama cabang ke 4 lantunan gemuruh perubah cuaca.

Suara burung berkicau mulai meriuh menjauhi tempat itu tapi beberapa hewan lainnya mulai mendekat ke tepi danau.

Perlu diingat pavilum ada di tengah danau.

Chao Ji penasaran dengan yang akan dilakukan ibunya, tapi hal itu segera hilang ketika Ye Liu mulai bernyanyi.

Nyanyian Ye Liu dengan nada rendah tetapi melodinya terdengar menghanyutkan, beberapa hewan di tepi pantai berlutut dan menitihkan air mata mendengar nyanyiannya.

Langit mulai bergemuruh membentuk awan hitam yang siap menurunkan hujan kapan saja kala itu.

Bahkan hewan dalam danau ikut muncul menatap ke langit dimana air mata mereka tidak berjatuhan tetapi melayang naik ke awan.

Tak lama hujan akhirnya berhasil menenangkan perasaan para hewan yang bersedih atas berbagai macam jenis kesedihan.

"Ayah... ibu terlihat kesakitan." Chao Ji tidak mengerti lagi, disudut hatinya merasakan ngilu.

"Aku tahu, tapi kita tidak bisa melakukan apapun tentang hal ini."

Keduanya merasakan 1.000 macam kesedihan dalam nyanyian Ye Liu. Meskipun mereka ingin membantu tetapi tidak bisa melakukan apapun dengan 1.000 macam kesedihan.

Hujan membasahi tubuh mereka tapi tak ada yang merasakan dingin melainkan merasa hangat.

"Setidaknya dia tidak sehancur sembelum kamu bangun." Ucap Feng Ying melihat secercah cahaya di sudut bibir Ye Liu yang tampak tersenyum.

"Tenang saja, aku pasti akan membahagiakan ibu." Ucap Chao Ji mengepalkan tangannya bersemangat.

Nyanyian berhenti awan juga telah buyar, serta binatang-binatang spiritual sudah kembali ke rutinitas masing-masing. Seakan kesedihan baru saja meninggalkan mereka.

"Ayo kita pulang dan menghilangkan kesedihannya." Ucap Feng Ying membawa Chao Ji ke tengah danau.

"Ibuu..." Teriak Chao Ji dalam pelukan Feng Ying yang tengah berlari diatas air lalu melompat ke pelukan Ye Liu.

Mereka bertiga lalu berpelukan sangat harmonis meski dengan pikirannya masing-masing.

"Aku tidak yakin dengan kedepannya, tapi akan kujaga ibu meskipun nyawaku taruhannya, aku masih ingin merasakan cinta dan kasih sayang mu jadi kau tidak boleh mati." Batin Chao Ji dengan sorot mata tegas melihat alur cerita selanjutnya.

"Istriku.. suamimu ini memang bodoh tapi aku akan tetap disisimu selama sisa hidupnya." Pikir Feng Ying berlarut dalam pelukan hangat mereka bertiga.

[Ding]

[Semua misi sampingan telah selesai]

[Mendapatkan 10.000 poin dan 3.200 koin]

[Misi sampingan baru telah terbuka]

[Misi utama:
-membesarkan (Tianzhi) Chao Ji menjadi tiran yang bijak
-membantu (Tianzhi) Chao Ji memulihkan benua teratai tujuh warna
Misi sampingan:
-membesarkan (Tianzhi) Chao Ji hingga umur 16 tahun
-mengajarkan (Tianzhi) Chao Ji pengetahuan dan membimbingnya dalam pelatihan
-memberikan (Tianzhi) Chao Ji cincin roh pohon abadi]

{Kalian yakin bakal happy ending}


Bersambung...
Selasa 19 Juli 2022

[BL] Kaisarku Yang MalangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang