Tidak Jujur

2.7K 243 14
                                    

Siang hari, Mas Kai baru menghubungiku. Ia menceritakan tentang ponselnya yang rusak. "Seharusnya, Mas kasih kabar," protesku.

"Maaf, sayang. Mas lupa," balasnya.

Aku sudah sangat kesal padanya. Apalagi setelah mendengar ia pergi ke tempat karaoke. Ditambah mimpi semalam. "Istrinya sendiri bisa dilupakan. Memang siapa yang kamu ingat? Dahlia atau perempuan lain?" ucapku, ketus.

"Apa maksud kamu, Fira?" Mas Kai meninggikan suaranya. Bahkan ia tak lagi menyebutku dengan kata sayang. "Kenapa kamu menuduh Mas seperti itu?"

"Kalau tau sikap kamu akan seperti ini, lebih baik Mas tidak pergi ke luar kota. Baru ditinggal empat hari kamu sudah menunduh Mas macam-macam. Dahlia, lah! Perempuan lain, lah! Mas di sini kerja!" sambungnya.

Ia masih tidak mengaku kalau sudah pergi ke tempat karaoke. Dasar laki-laki, pintar berkelit. "Jadi sekarang aku yang salah?" Aku ikut meninggikan suara.

"Bukan begitu, kamu juga harus tau situasi. Ponsel Mas kan rusak. Belum sempat diperbaiki, tapi Mas sudah harus pergi ke hutan. Kamu tau, kan? Di hutan tidak ada tempat servis ponsel. Sinyal saja tidak ada!"

"Memang kamu seharian di dalam hutan? Saat kembali ke hotel, kenapa tidak berinsiatif menghubungiku?"

"Mas tidur. Capek!"

"Jangan bohong, Mas!"

"Mas tidak berbohong."

"Semalam bukannya kamu pergi ke tempat karaoke sampai larut malam?"

"Kamu jangan mengada-ada."

"Aku tidak mengada-ada. Aku melihatnya sendiri." Sengaja aku tidak mengatakan kalau mendapatkan kabar itu dari Pak Baim. Takutnya, Mas Kai akan marah besar padanya.

"Melihat sendiri? Kamu bahkan tidak ada di sini!"

"Aku melihatnya di dalam mimpi."

"Mimpi? Kamu bilang mimpi? Kamu lebih percaya mimpi daripada suami sendiri?"

"Sejauh ini mimpi aku selalu benar."

"Sekarang Mas menyesal sudah menelepon kamu."

"Jangan-jangan Mas juga menyesal punya istri sepertiku."

"Ya Allah, Fira. Istighfar! Sekalipun Mas tidak pernah berpikir seperti itu. Sudah lah! Percuma berbicara sekarang, nanti kita bicarakan di rumah."

Tut!

Mas Kai menutup telepon. Kucoba menghubunginya lagi, tapi tidak bisa. Telepon dimatikan.

________

Seharian ini suasana hatiku sedang tidak baik. Amarah ini belum juga mereda. Sudah coba dialihkan, tetap saja ... rasanya ingin marah-marah tak jelas. Beruntung Bu Ismi bisa memahamiku. Ia lebih menjaga jarak dan tidak mengajakku mengobrol.

Tok! Tok!

"Bu," panggil Bu Ismi.

"Ya, masuk," balasku yang daritadi duduk di tempat tidur.

Bu Ismi masuk ke kamar membawakan segelas susu coklat. "Saya sempat baca di Facebook, katanya coklat bisa menenangkan suasana hati." Ia meletakan gelas itu di atas nakas.

"Makasih, Bu."

Bu Ismi ke luar kamar. Kuraih gelas itu. Permukaannya terasa hangat. Kuseruput perlahan, hingga tak ada susu yang tersisa.

Aku menghela napas panjang sembari menenangkan pikiran. Melirik ponsel yang kuletakan di dekat bantal.

Apa aku harus menghubungi Mas Kai?

Dia Mengincar SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang