12. Selamat Tinggal Kashmirku

5.2K 270 8
                                    




Vote sebelum membaca ♥️









Happy reading 🧘🏻‍♀️






∅⁰∅⁰∅




Suara burung berkicau samar-samar ditengah langit yang masih berwarna hitam. Halil seorang raja kini telah membuka matanya untuk melaksanakan kewajiban, di Kashmir mungkin suara adzan subuh tak terdengar karena mayoritas mereka tak beragama sepetinya.

Ditatapnya wajah istrinya yang masih tertidur. Walaupun penolakan keras yang dilakukan tetap saja Halil harus bersikap tegas, dia adalah seorang pria dan harus memiliki wibawa di depan istrinya sendiri.

Ada perbedaan antara mengatur semuanya dengan melakukan pemaksaan sepihak. Sebagai seorang bangsawan dari bayi Halil terbiasa melakukan banyak hal yang tidak disukainya. Mulai dari hal-hal kecil sampai banyak hal yang membuat kehidupan pribadinya sendiri terganggu.

Suara ketukan pintu terdengar, "assalamualaikum yang mulia, sudah waktunya sholat subuh," kata Yasir
dari luar kamarnya, pria itu selalu sopan tak pernah melewati batasnya. Sekarang Yasir memakai jubah hijau, ia tampak segar walaupun hari masih gelap.

Halil menjawab salam itu dari kamarnya. "Waalaikumsalam, pergilah aku akan melakukannya di kamar saja," pintanya dengan suara yang tak terlalu keras. Halil tak menggangu tidur istrinya, mungkin jika yang tebarik di kasur itu adalah Zulaikha sudah pasti sedari awal ia sudah membangunkan, tapi yang ada dalam kenyataannya adalah putri Kashmir itu.

"Baik yang mulia." Setelah itu suara derap langkah kaki menjauh dari kamarnya. Yasir bergabung dengan beberapa orang untuk sholat berjamaah.

Karena suatu perasaan menggelitik, Halil berjalan kembali ke arah ranjang. "Kau sangat keras kepala, bukannya aku benci tapi kau benar-benar bisa menguji kesabaran. Kau selalu menyebutkan bahwa aku raja, tapi kaupun harus ingat bahwa sesungguhnya aku hanya manusia biasa di mata penciptaku," ucap Halil sambil merapihkan rambut Behnaz yang menghalangi wajah cantiknya.

Lampu dikamar sudah banyak yang padam karena menyala sepanjang malam, lilin itu hanya tersisa sebagia tapi sudah tak setinggi saat ia masuk ke kamar ini.

Kembali pada ibadah adalah kewajiban bagi setiap pemeluk agama. Bahkan seorang raja kerajaan besar sepertinya juga harus menundukkan kepalanya di tanah atas perintah Tuhannya. Begitu juga yang selalu Halil yang menanamkan itu semua di hati dan kepalanya.

"Aku akan berwudhu di sini," ingin Halil yang melihat air kolam pemandian yang sepertinya belum tersentuh. Untuk mandi pagi biasanya ia akan menyerok air dengan bantuan tembaga kecil untuk menyiram air ketubuhnya.

Air disini berbeda dengan Kabul, mungkin karena dikelilingi oleh gunung bersalju maka Kashmir memiliki temperatur lebih dingin. Lihat dengan dirinya yang sedikit bergidik saat pertama kali menyiramkan air itu ke kulitnya.

Beres mandi Halil baru berwudhu, lantas mengenakan pakaian dengan sedikit mengusapkan wewangian ke tubuhnya setelah itu langsung bergegas untuk beribadah.

Behnaz menatap sekitarnya yang seperti ada sebuah pergerakan. Di dalam matanya ada sebuah siluet pria seperti sedang melakukan ibadah, memang sangat berbeda dengan apa yang dia lakukan, tapi ia merasa tak asing karena paman Mehmet biasa melakukannya.

"Allahuakbar."

Suara serak itu beberapa kali terdengar agar jelas, entah perasaan Behnaz saja atau mungkin begitu cara melakukan ibadahnya. Menekan beberapa ucapan di gerakan khusus.

KASHMIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang