XVIII

103 27 4
                                    

Dini hari, langit masih begitu gelap dengan udara yang dingin menusuk tulang, pukul tiga dan hampir semua orang telah tidur kecuali noe yang baru saja terbangun oleh rasa haus
Perlahan dirinya terbangun berjalan menuju dapur, tapi langkahnya terhenti saat maniknya menemukan orang lain selain dirinya yang masih terjaga dibalkon

Reza disana, diam menatap lantai dasar dengan sorot yang tak bisa noe deskripsikan

Noe mendekat membuat reza mengalihkan atensinya,mulutnya seperti hendak bertanya namun urung saat melihat botol digenggaman noe

"Kau bukan orang biasa"  kalimat itu seketika membuat lelaki dihadapan nya menoleh
Entah ini waktu yang tepat atau tidak tapi noe ingin mengucapkan kalimat itu sejak awal namun selalu gagal

"apa yang kau pikirkan...tentang....aku?"

"Kau bukan warga sipil yang buta senjata"

"Aku berlatih"

"Dimana tempat latihan dan guru yang mengajarkan membunuh tanpa rasa ragu sedikitpun" pertanyaan retoris itu berhasil membuat reza terkekeh

"Kau sangat menggemaskan noe, mau mendengar dongeng ku?"

"Akan ku dengarkan jika aku boleh bertanya dan kau menjawabnya"

"Baiklah terserah"

"Kau yakin namamu hanya Reza tanpa nama belakang? " pertanyaan inilah yang paling mengusik bagi noe sedari awal mengenal reza,aplagi melihat raut reza yang kini diam
Noe tak yakin reza mau menjawab pertanyaan nya

Namun hal tak diduga terjadi saat lelaki itu berucap "Rezka Zadinata, letnan satu di kesatuan penanggulangan teroris, tugasku adalah melacak dan kerja lapangan membantai teroris asing yang datang berkunjung untuk memasarkan senjata ilegal, puluhan mafia bawah tanah telah ku seret ke meja hukum tak jarang aku menghabisi mereka karna melawan.
Aku terbiasa dengan suara peluru
Aku terbiasa dengan bau anyir darah
Aku terbiasa dengan goresan pisau maupun lubang yang diciptakan oleh peluru dikulitku.
Tapi suatu hari para petinggi negara itu menyuruhku mengasuh anak mereka untuk melakukan wajib militer, gilanya mereka yang seperti bayi dan sering merengek itu menjadi kapten tim ku
puncak terparahnya saat teroris asing menghadang kami, satu persatu timku terluka, mereka masih bisa selamat tapi kapten bodoh itu lebih memilih lari menyelamatkan diri sendiri
Karma menimpa kapten bodoh itu dia berlari tanpa memperhatikan jalan dan terjatuh ke jurang aku membantunya
Tapi aku tetap menerima semua hukuman, aku dipecat tidak hormat karna difitnah melukai kapten dan membunuh teman tim ku"

Reza tertawa mengakhiri ceritanya
Sekilas pula ia melirik noe yang terlihat bingung memikirkan sesuatu
Kau punya pertanyaan lain?

"Kau pahlawan nya, kau seorang tentara sejati tapi mengapa tetap dihukum?"

"Bagitulah cara dunia bekerja, biasanya perampok dijalanan dijauhi, tapi perampok ditempat berAC dipuji"












-▪︎-■-▪︎-

Sejak kematian berlian, icut tak pernah lagi pergi kebalkon, terlalu takut untuk menengok kebawah dimana para makhluk itu berkumpul seakan berharap akan adanya makanan yang jatuh dari atas

Icut memang penakut dan ia juga mengakui dirinya terlalu pengecut, berada disituasi seperti ini rasanya seperti mimpi buruk yang menjadi nyata. Kematian berlian dan ucapan laras malam itu memberinya bayangan apa yang akan terjadi padanya, hal yang sama? Mungkin saja
Ini gila tapi otaknya seperti diproses untuk memikirkan hal-hal buruk itu
Bagaimana jadinya hari esok? Apa yang akan terjadi? Apa mereka akan terinfeksi dan saling serang, atau besok mereka menjadi seorang kanibal untuk bertahan hidup?

Entahlah ini sudah terlalu gila
Dulu kematian adalah sebuah nasib
Tapi kini kematian menjadi Pilihan



Miss me?

Kemarin saya terlalu sibuk menyelesaikan tetekbengek tentang daftar sekolah, MPLS, kemah dll
Apa kita sama?

INFECTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang