XV

128 33 2
                                    

Icut mengusap wajahnya kasar, sampai pagi ini dia merasa hubungannya dengan Reza benar-benar memburuk
Lelaki yang selalu misterius dalam diamnya itu enggan menatapnya, apalagi meliriknya. Ia mengaku dirinya salah dan sifatnya kemarin memang amat sangat menjengkelkan
Ini kesalahannya, namun jiwa perempuan nya seperti berbisik "kau kan perempuan seharusnya dia yang meminta maaf, lelaki macam apa dia"

Icut menggelengkan kepalanya, menepis pemikiran kolot itu
Kalau salah minta maaf, harus!

"Arghh kenapa semuanya terdengar menyebalkan!?"

"Apa kau mulai gila adik?" Ichad yang mulai jengah melihat adiknya bertingkah tak jelas

"Diamlah kak ichad"

"Kau yang dari tadi tak diam, aku duduk disini ingin sarapan dengan tenang bukan melihat kefrustasianmu"

"Kak aku harus bagaimana?"

Ichad melirik adiknya yang baru saja mengerang

"Ajak reza bicara dan minta maaf padanya, apa susahnya?" Icut berdengus mendengar saran itu

"Berbicara dengan nya itu seperti berbicara dengan tembok, tembok rumah hantu! karna dia benar-benar menyeramkan"

Ichad menggembungkan pipinya, lantas ikut berdecak kesal melihat raut putus asa adiknya
"Kenapa sih perempuan selalu penakut"

"Yasudah lupakan saja saranku, anggap semua selesai dan terima sifat reza yang akan memusuhimu selamanya"

"Kak kenapa kau malah mengatakan itu?"

"Lalu aku harus apa? Kau terlalu penakut untuk mencoba, jika kau tak berniat menghilangkan sifat penakutmu itu, jangan berharap masalahmu akan selesai. Karna sifat penakut biasanya menimbulkan masalah baru" ichad berdiri dari duduknya dan melenggang pergi dari sana, menyisakan icut dengan diamnya






Pukul tujuh pagi icut terbangun dari tidurnya, saat malam laki-laki akan berjaga dan saat pagi giliran perempuan yang berjaga sepanjang hari. Tapi mata nya menangkap hal lain disana terlihat reza yang sedang duduk termenung dibalkon "bukankah seharusnya dia tidur?"
Dengan jantung berdebar dia mendekati reza yang memunggunginya

"Kak reza"

"Hm"

"A-pa k-au tidak tidur,m-maksudku kau bisa sakit" icut berucap,sekedar basa-basi

"Apa kau berharap aku sakit? Sarkas reza, dia menoleh menatap adik temannya itu yang terlihat semakin menunduk

"T-tidak"

Pembicaraan terhenti, rasa canggung samakin menyeruak
Berkali-kali ia berpikir apakah suasananya sudah tepat untuk minta maaf,mengaku salah dan mengajak berbaikan tapi berkali-kali pula ia menggigit bibir mengatupkan mulutnya sendiri
Hingga akhirnya reza lebih dulu bertanya

"Kau tak lelah berdiri disana? Jika ada yang ingin kau katakan, katakan saja" lelaki itu berucap

"Ah... ya" icut bergumam, menggaruk pipi pelan dan mengutarakan tujuan nya
"Se-sebenarnya, aku ingin minta maaf"

Lelaki itu mengerutkan alisnya "tentang?"

"Kata-kataku kemarin, aku sadar itu salah dan aku memang sangat menyebalkan kemarin" icut menunduk menyembunyikan wajahnya dari reza

Reza mengangguk pelan, sebenarnya dia tak marah dengan adik sahabatnya itu tapi dia sedikit malas melihatnya, itu sebabnya dia tak mau membicarakan apapun dengan nya

"Kau memang menyebalkan, bukan kemarin tapi sejak dulu. Aku tak mempermasalahkan yang kemarin karna sejujurnya kesalahanmu yang dulu jauh lebih buruk"

Ada lega yang dirasakan icut, mengetahui reza tidak dendam pada ucapan nya

"T-tapi kak reza, perkataanmu kemarin tentang membunuh...
Kau hanya bercanda kan?
Kau tak berniat membunuhku kan?"

Air muka reza terlihat berubah detik itu juga, icut menelan saliva melihat wajah muram itu "jadi dia serius? Hell!!!"

"Dengar.... kau tau kan kalau aku tak pernah bermain-main dengan ucapanku?
Membunuh mu itu hal yang mudah" reza berucap, mata elangnya menghunus tajam membuat icut merasa sesak ditatapnya

"K-kau..."

Srett

Pisau yang selalu tersimpan disakunya kini sudah melesat dengan cantik dileher gadis itu

Wajah icut seketika pias

Menatap tak percaya teman kakaknya

Ctak

Pisau kecil itu terjatuh

Sang empu asik memegangi perut dan meledakkan tawanya "wajah pucatmu benar benar membuatku puas" ujarnya

Icut syok ditempat, matanya menatap pria dihadapan nya tak percaya, hanya bercanda? What the!!! Candaan itu bahkan seperti detik-detik kematian

Sedangkan noe yang melihatnya dari kejauhan hanya menggeleng tak percaya  "selera humor pria itu terlalu tinggi, kau harus menjauhinya no" gumamnya

-------
Semakin cepat jempol kalian mencet bintang, semakin cepat cerita ini tamat

INFECTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang