1. Rumah Kontrakan Baru

13 0 0
                                    

Siang itu, Merlyn dan Essy baru selesai berburu rumah kontrakan baru. Kali ini memang rumahnya lebih besar dan ada banyak kamar. Tapi harganya itu loh! Miring banget! Siapa yang tidak mau, coba? Lokasinya di daerah pinggiran kota Jakarta. Arah mau ke Bogor. Dekat dengan tempat kerja mereka dan kampus mereka.

"Gue kabarin Andree sama Rea," kata Merlyn membagi tugas dengan Essy. "Lo kabarin Tian, Naip ama Natz, ya."

Essy mengeluh. "Kok banyakan gue, sih?"

Merlyn menanggapinya dengan santai. "Duh! Emang kenapa, sih?"

Essy pun mengusulkan, "Tulis di group WhatsApp aja, deh."

Merlyn hampir saja lupa, kalau mereka sudah buat group chat di aplikasi chat modern itu. "Oh iye, ye."


Setelah mendapatkan persetujuan yang kompak, Merlyn dan Essy menunggu kelima temannya di kontrakan yang lama. Sambil menyicil berkemas. Rencananya, mereka akan berangkat bersama menuju ke kontrakan yang baru.

Pada waktu seperti ini, semua orang sebenarnya punya kegiatan masing-masing. Hanya saja, Merlyn dan Essy yang memiliki jadwal kosong hari ini. Sehingga merekalah yang pergi cari kontrakan baru, setelah beberapa hari sebelumnya bergantian dilakukan oleh teman-teman yang lain.

 Sehingga merekalah yang pergi cari kontrakan baru, setelah beberapa hari sebelumnya bergantian dilakukan oleh teman-teman yang lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sorenya, ketujuh muda-mudi ini sampai di kontrakan yang baru.

Andree memperhatikan rumah itu dari luar. "Kalian yakin, ini kontrakan yang katanya murah abis?"

Essy mengangguk. "Kalo gak percaya, nih... gue punya buktinya. Kwitansi pembayaran sewa selama sebulan pertama."

Tian juga heran. Tetapi ia pun bersatir. "Rumah kayak begini sih, mau dua tahun kek, gak masalah."

Dibalas dengan jenaka oleh Natz, "Ih, dua tahun? Kalo dua tahun, mendingan Natz pulang ke Bandung aja."

Tian tertawa. "Dasar anak telmi! Masa iya, dua tahun beneran?"

Natz memang sahabat mereka yang paling muda. Setahun di bawah Essy. Dan pikirannya juga yang paling polos. Kalau Tian suka menyebutnya telmi alias telat mikir. Tetapi, pikirannya yang telat itu justru sering memberikan solusi tepat.

Bukan sesuatu yang aneh ketika mereka semua terheran dengan wujud rumah dan membandingkan harganya. Ini rumah mewah yang tergolong murah biaya sewanya. Sebuah rumah besar bertingkat dua, dan memiliki taman depan yang luas. Serta dikelilingi pagar besi yang tinggi.

Naip yang paling dewasa, segera menyudahi gurauan mereka. "Udah yuk, kita masuk. Kelamaan di luar gini, lama-lama kita malah jadi satpam deh."

"Eh, gue mau nelpon si Ardan dulu, ya." Rea melipir, menjauh dari teman-temannya. "Ntar gue nyusul." Ardan yang disebutnya adalah pacar Rea.

Andree langsung beringsut. "Eleh! Pacaran mulu."

Rea tidak mempedulikan komentar sahabat-sahabatnya. Ia pergi ke sisi lain rumah. Ada batang pohon melintang di pinggir jalan. Ia duduk di sana.

Merlyn yang memegang kunci rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Merlyn yang memegang kunci rumah. Ia lebih dulu membuka pintu. Setelah mereka masuk, lagi-lagi melihat seisi rumah dengan penuh kekaguman.

"Wah! Rumahnya gede banget!" Natz menyapukan pandangannya ke seluruh isi rumah.

Essy menyahut. "Gede dan murah. Kamarnya juga banyak. Kita masing-masing dapet satu kamar."

Tidak hanya mewah, tetapi juga dipenuhi perabotan rumah yang dibutuhkan. Tian sampai berkata, "Udah lengkap ama isinya pula!"

Naip merasa lega. "Akhirnya punya privasi juga." Dilanjutkan dengan tawa. Di kontrakan lama, dirinya sekamar dengan Natz yang suka berisik saat dirinya sedang menelepon kekasihnya di kampung.

Lalu Merlyn mengarahkan. "Semua kamar tidur ada di lantai dua."

Dengan tidak sabaran, Natz langsung menghambur ke lantai dua. Diikuti Andree yang juga agak slenge'an. Diikuti sahabat-sahabatnya yang lain. 


Sedangkan Rea yang masih di luar rumah, sibuk menelepon. "Rumahnya gede. Dua tingkat lagi. Tahu deh, rumah kontrakan atau bungalow. Ditambah harga sewanya murah."

Dari ujung telepon, terdengar suara Ardan bicara. "Kamu chat aja alamatnya. Ntar aku ke sana."

"Kalo capek, gak usah dulu," kata Rea. Ia tahu kekasihnya ini baru menyelesaikan beberapa kegiatan kampus dalam sehari ini.

Ardan memaksa. "Tapi aku tetep mau ke sana."

Rea pun berkata, "Terserah kamu. Mm... kalo jadi ke sini bawain martabak telur, ya."

"Iya," sahut Ardan. 

Lalu mereka mengakhiri pembicaraan.

Rea melihat hari sudah hampir maghrib. Ketika ia hendak masuk ke halaman rumah, terasa seperti ada yang berdiri di samping pagar. Tetapi, ketika Rea mau memastikan ada atau tidaknya orang, sudah tidak ada siapa pun di sana. Dan, begitu akan melanjutkan langkah memasuki rumah, sungguh mati kaget Rea. Muncul Andre. Dan ia menertawakan reaksi terkejutnya.

"Ih! Ngagetin aja!" hardik Rea, yang jantungnya hampir saja lepas dari rongganya.

Andre tertawa. 

Rea masih kesal. "Iseng amat, deh!"

Andre juga masih tertawa. "Abisnya, lo kayak orang bingung gitu. Masa abis nelepon pacar, bingung?"

Rea jadi kesal padanya. "Tahu, ah!"

"Ya udah, yuk. Masuk!" ajak Andre. "Mau maghrib juga."

*

Kamar-kamar di lantai dua membentuk huruf U. Kamar paling ujung ditempati Rea, yang memang suka kamar dengan balkon. Sebelah kanan adalah kamarnya Merlyn, Essy, lalu Natz. Di sebelah kiri adalah kamarnya Andre, Tian, lalu Naip.

Rumah ini dilengkapi dengan tiga toilet. Satu di lantai dua, dan dua lagi di lantai satu. Di luar kamar, terdapat sedikit ruangan, yang bisa dipakai untuk bersantai.

Di dalam rumah ini juga dilengkapi musala. Jadi, muda-mudi yang beragama Islam dapat melakukan ibadah di sana. Sedangkan yang nasrani seperti Essy dan Merlyn membuat sebuah kapel kecil di salah satu sudut lantai dua.

*

Maghrib pertama di kontrakan yang baru. Naip mengimami salat. Diikuti makmumnya yang terdiri dari Andre, Tian, Natz, dan Rea.

Sedangkan Merlyn dan Essy yang beragama Kristen menyiapkan makan malam.

Merlyn lalu berkata, "Eh, katanya yang punya kontrakan ini mau dateng. Mana, ya?"

"Mungkin besok," terka Essy. "Soalnya udah gelap gini."

Kemudian, datanglah Andre. Ia bilang, salat sudah selesai. "Kalian dapet info soal rumah ini dari siapa, sih? Pilihannya tepat banget." 

Pertanyaan itu yang memang paling ingin ditanyakan semua sahabatnya sejak tadi.

TEROR KUNTILANAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang