7. Lapor RT Setempat

6 0 0
                                    

Rea buru-buru naik ke lantai dua. Berjalan cepat menuju kamarnya. Namun, ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Pintu kamar Natz terbuka. Padahal, pintu kamar yang lain tertutup. Ia hafal betul sifat para sahabatnya. Dan mereka bertujuh memiliki kesamaan, yakni soal melindungi privasi masing-masing. Kamar tidur termasuk privasi, jadi mereka sudah terbiasa untuk meninggalkannya dalam keadaan tertutup.

Tapi kali ini kamar Natz terbuka. Rea berniat mau menutupkannya. Sedikit masuk ke dalam kamar untuk menarik pintu, ia dapat melihat isi kamar Natz yang dindingnya ditempeli poster sejumlah gim daring.

Rea baru berdiri di ambang pintu, ketika ia melihat sesuatu berwarna putih itu berkibar seperti kelambu. Ya, awalnya Rea pikir itu kelambu. Tetapi semakin dilihat ke ujung atas, tampaklah juntaian rambut hitam panjang, berikut wajah pucat tersenyum menyeringai.

Tentu saja Rea ketakutan. Ia langsung menutup pintu kamar Natz. Ia juga tidak jadi mengambil HP. Ia langsung kembali berbaur bersama teman-temannya. Meski sudah berusaha bersikap tenang, Rea tetap tidak bisa menyembunyikan wajah paniknya.

"Lo kenapa, Re?" tanya Merlyn yang lantas meledek. "Kayak abis liat hantu aja."

Emang iya, abis liat hantu. Tetapi Rea tidak ingin membuat teman-temannya takut, sehingga hanya berkata, "Engga. Cuma gak nyangka aja, ternyata HP gue lowbat. Lupa gak gue charge dari tadi."

"Ah, kirain lo kenapa," ujar Tian lega. "Abis muka lo itu pucat pasi gitu. Ternyata cuma gara-gara HP. Ada-ada aja."

Meski Rea sudah menyembunyikan sekuat hati, ia luput mengelabuhi Andree.


Malam itu, ketujuh muda-mudi itu pergi ke rumah RT setempat. Karena tidak jauh, mereka pun berjalan kaki.

Andre mewakili mereka bicara, sekaligus menunjukkan KTP masing-masing sahabatnya. "Kami datang dari daerah yang berbeda. Dan kami semua tinggal di kontrakan milik almarhumah Mak Lehah."

Pak RT pun menjelaskan. "Sebenarnya, kemarin siang, Mak Lehah sudah memberi tahu saya. Cuma sebagai RT, awalnya saya agak ragu membiarkan kalian laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri tinggal serumah. Saya khawatir, kalian melanggar aturan susila yang berlaku."

"Aturan susila, maksudnya teh, pacaran kitu, trus kumpul kebo?" Ceplos banget pertanyaan Natz. Teman-temannya sampai harus menahan tawa. "Teu bakalan, Pak. Sumpah deh. Uda Naip ini ada pacarnya di Padang sana. Tian juga punya pacar di Palembang. Merlyn mana mau kalo bukan sesama Tionghoa-nya. Mm... Essy juga kayaknya gak selera pacaran ama sahabatnya sendiri. Rea juga punya pacar. Aing teh masih nyari yang kayak Nyi Iteung. Mm... cuma Andree sih, yang jomblo. Jadi Pak, kagak bakalan tuh lebih dari ini. Ya, gak?"

Tian hampir tertawa mendengar semua yang Natz katakan. "Tumben ngomongnya bener."

"Tadinya gue yang mau ngomong begitu," gumam Andre, "Keduluan si bungsu."

Pak RT itu tampak tergugah dengan cara Natz bicara dan mengatakan segalanya. "Baiklah. Tapi saya titip-titip, ya. Jangan sampai melanggar norma susila. Harus jaga nama baik kampung ini."

"Baik, Pak," kata Merlyn. "Kami janji. Kami kan juga harus jaga nama baik persahabatan ini."

Dalam perjalanan pulang ke rumah, semua memuji Natz.

Tian memuji sekaligus mencandainya. "Gak percuma kita punya sobat cupu gini. Ternyata gak cupu-cupu amat."

Natz menyadarinya, hingga bibirnya manyun. "Itu muji atau ngeledek?"

Tian langsung merangkul leher Natz. "Dua-duanya boleh, gak?"

Mereka tertawa.

Hanya Rea yang tidak bisa menikmati keberhasilan mereka meyakinkan RT. Ia masih teringat dengan penampakan sosok perempuan di kamar Natz. Perempuan apa itu? Tiba-tiba, ia merasa pundaknya ditepuk. Kaget setengah mati, hingga ia reflek terlonjak. "Ah, Andree! Ngaget-ngageti ae."

Andree pelakunya. "Lagian, kita pada ketawa-ketiwi, cuma lo yang bengong."

Rea masih sebal. "Huh!"

"Emang ada apa, sih?" tanya Andree.

"Gak papa," jawab Rea. "Cuma capek ama apa yang udah terjadi sepanjang hari ini. Dari pagi sampe sekarang. Pagi pertama kita di kontrakan." Lantas ia menghela napas, menghirup udara segar malam hari.

Andree menyetujui yang Rea katakan. "Ya emang gak ada yang terasa baik. Pemilik kontrakan malah meninggal dunia. Aneh lagi, Essy, Merlyn, dan Natz nemuin rongsokan mobil tenggelam di kolam renang."

Rea benar-benar baru tahu soal ini. "Kolam renang mana?"

Andree pun menjelaskan, "Ternyata, di rumah kontrakan kita itu, ada kolam renangnya. Tadi, Merlyn yang ngasih tahu gue."

Rea sungguh terkejut dan tidak bisa berpikir jernih. "Kok bisa ada rongsokan mobil, tapi? Ah, kita 'kan emang belum lihat seisi rumah berikut pelosoknya dengan detail."

TEROR KUNTILANAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang