12. Ada Apa sih, Dengan Rumah Itu?

5 0 0
                                    

Pertama-tama, yang Norman tuju adalah rumah orang tuanya, yang biasanya tidak berpenghuni. Ia punya kunci rumah itu. Ia masuk ke sana. Rumah, yang sejak enam tahun lalu tidak ingin ia datangi lagi. Suasananya tidak berubah. Interior, juga perabotannya. Lalu, Norman berjalan perlahan ke ruang tengah. Ada yang menarik perhatiannya. Kain taplak meja tergolek hampa di atas dudukan sofa. Ia sudah tahu, kalau rumah ini dikontrakkan oleh almarhumah sang nenek. Padahal, sesungguhnya ia tidak setuju.


Mak Lehah mengontrakkan rumah ini bukan karena butuh uang. Karena Norman selalu mengirimkan sebagian gajinya untuk kebutuhan hidup sang nenek. Tidak kurang-kurang. Malah bisa dibilang lebih dari cukup untuk kebutuhan seorang renta seperti dirinya.

"Rumah itu butuh penghuni yang pemberani, yang kuat iman," kata Mak Lehah sebelum memutuskan untuk mengiklankan rumah itu, pada Norman melalui telepon.

"Tapi Mbah, rumah itu peninggalan Bapak dan Ibu," tolak Norman dengan alasan seperti itu.

MaK Lehah terdengar tidak mau kalah berdebat. "Sebelum jadi rumah bapakmu, itu tadinya rumah milikku dan kakungmu. Itu kalau kamu mau membicarakan soal kepemilikan."

Norman terus merayu agar Mak Lehah membatalkan niatnya. Si mbah pun tetap teguh pendiriannya. Maka, jadilah, rumah itu diiklankan untuk kontrakan.

Siapa sangka, tidak lama setelah rumah itu mendapat penghuni baru, Mak Lehah meninggal dunia.


Tidak ada yang berani pulang ke rumah duluan. Mestinya, Essy yang sampai di rumah lebih dulu. Ia malah menunggu teman-temannya di tempat penjual karedok yang mangkal di pertigaan jalan menuju komplek, di mana rumah kontrakan berada. Ia yakin, sebentar lagi Merlyn atau Rea pasti muncul. Ia sudah mengirimi mereka pesan. Saat tengah menunggu, datang seorang pembeli karedok. Essy mengenali orang itu. Pak Tumari, tetangganya Mak Lehah.

"Adek ini yang tinggal di kontrakannya Mak Lehah, kan?" sapa Pak Tumari dengan ramah.

"Iya, bener, Pak," jawab Essy, juga dengan sopan.

"Gak biasanya nongkrong di sini?" Tumari merasa heran.

Wajah Essy langsung berubah. Lekukan wajahnya menunjukkan ketakutan.

"Gak papa, cerita aja," kata Pak Tumari dengan sabar.

Essy pun menceritakan kejadian aneh di rumah kontrakan itu.


Di kantor pengacara tempat Tian bekerja, ia menceritakan apa yang terjadi di rumah kepada Nisa. Memang sedang tidak sibuk juga hari itu.

Nisa menyimak apa yang Tian bahas. Hantu. "Mas harus tanya sama yang punya rumah. Ada kejadian apa sebenernya di rumah itu. Trus soal mobil yang ketemu di dalam kolam renang, bisa aja kan, sebelumnya bagian belakang rumah itu dulunya bisa dimasuki mobil. Pasti ada jalannya."

Tian manggut-manggut. "Iya, ya, Nis. Kamu ada benernya juga."


Naip mendapatkan satu informasi tentang rumah itu, setelah menyebutkan alamatnya. Seorang pengguna forum juga pernah hampir mengontrak rumah itu. Namanya Alan.

Alan pun menceritakan pengalamannya melalui video call dengan Naip. "Waktu itu, gue ketemu sama Mak-Mak yang ngaku pemilik rumah."

"Yang lo maksud pasti Mak Lehah," kata Naip.

"Iya. Itu namanya." Alan membenarkan. "Nah, gue sih dibolehin lihat seisi rumahnya. Bagus. Bersih. Perabotannya lengkap dan boleh dipakai pengontrak juga. Kamarnya banyak. Trus harganya lumayan murah untuk rumah sebagus itu. Siapa pun bakal tergiur."

"Trus, kenapa batal ngontrak?" tanya Naip. 

Alan pun menjelaskan, "Pertama, waktu lihat-lihat di lantai dua. Di kamar pertama sebelah kanan..."

Naip membatin, itu kamar Natz.

"Gue nyium bau anyir, tapi juga seger kayak ada melatinya," lanjut Alan. "Merinding pokoknya. Trus, waktu gue periksa toiletnya, gue lihat banyak rambut di lubang pembuangan air. Rambut panjang, juga berdarah. Pas gue mau kasih tahu Mak Lehah, rambut berdarah itu gak ada lagi. Hilang."

Naip terkesiap mendengar cerita Alan. "Ini bener-bener di luar dugaan, Lan. Kasihan temen-temen gue."

"Oh ya, lo tadi sempet nyebutin ruang boneka, kan?" tanya Alan. 

"Iya," jawab Naip.

"Lo pernah sentuh bonekanya?" tanya Alan lagi.

Naip pun menjawab, "Engga, sih. Kenapa emangnya?"

"Pokoknya jangan disentuh dulu!" tegas Alan.

Waduh! Beberapa sahabatnya pernah menyentuh boneka itu!! Membuat Naip lantas bertanya, "Kalo disentuh kenapa emangnya, Lan?" Belum juga dijawab, tiba-tiba listrik di kantor Naip padam.


Pak Tumari mendengarkan cerita Essy dengan seksama. Penjual ketoprak juga tidak sengaja ikut nimbrung.

Penjual Karedok itu berkata, "Neng, ini hanya sepengetahuan aye, ye. Rumah ntu udah bolak-balik mau dikontrak ame orang, tapi kagak pernah ade yang berhasil. Selalu dibatalin. Aye juge kagak tahu kenape."

Tumari tampak tidak berani bicara banyak. Entah, karena dia mengetahui sesuatu tapi takut, atau gimana. Tiba-tiba ia pamit pergi dari sana. Katanya sih, ada urusan.

TEROR KUNTILANAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang