17. Semua Ketakutan

3 0 0
                                    

Terjadi perdebatan dan pertengkaran antara Norman dan Mak Lehah.

"Mak, tolong jangan pisahin saya sama Aish," rengek Norman, memohon-mohon pada sang nenek.

"Norman, sadarlah, Nak! Dia bukan Aish lagi!" Mak Lehah berusaha menyadarkan cucunya.

Pada akhirnya, Mak Lehah menang karena punya ilmu. Ia menjebloskan Boneka Aish ke dalam ruang boneka. Menyegelnya dengan lemari berisi beraneka benda berat, yang sudah diberi mantra, agar roh Aish tidak bisa ke mana-mana.

Mak Lehah tahu, Norman sedang dilanda depresi berat. Ia coba menyembuhkan sang cucu, agar kembali normal. Dengan doa-doa ruqyah, akhirnya Norman sadar. Ia membawa kesedihannya pergi jauh ke Kalimantan.


"Kalau bukan karena Mak meninggal dunia, mungkin saya gak akan pulang dulu," ujar Norman. "Jujur, saya masih belum bisa melupakan Aish. Kesedihan itu masih ada."

Reflek, Rea menyentuh tangan Norman. "Yang sabar ya, Mas." Ia seolah bisa merasakan kesedihan yang pria itu rasakan. "Kita sama-sama berdoa, semoga Mbak Aish tenang di alam sana. Semoga ia mendapat tempat terbaik di sisi Allah."

Norman mengamininya. Begitu juga sahabat-sahabat Rea.

"Trus, sekarang gimana, Mas?" tanya Andree. "Boneka Mbak Aish itu sungguh mengganggu kami. Bahkan meneror kami."

Norman pun berkata, "Aish adalah gadis yang baik hati dan lembut. Dia gak mungkin tega menyakiti seseorang. Cerita-cerita kalian membuat saya yakin, bahwa yang menyusup ke boneka itu bukan roh Aish, melainkan iblis. Kalian jangan khawatir. Kita akan sama-sama menangani dia."


Untuk malam ini.. Gank Sunset plus Ardan diminta pulang dulu ke kontrakan. Norman berencana akan ke sana besok. Meski takut-takut, tapi mereka pun tetap pulang.


Ketika Ardan hendak pamit pulang, Rea langsung mencegahnya. "Beb, Kamu jangan pulang, ya. Aku takut, nih."

Ardan pun menenangkan Rea. "Kan, di sini banyak temen-temen kamu."

"Tetep aja." Raut muka Rea sungguh dilanda risau. "Aku lebih tenang kalo sama-sama kamu."

Kemudian, Tian muncul. "Udahlah, Dan. Lo di sini aja." Ia mendukung agar Ardan tidak benar-benar pulang. "Daripada ntar dia malah jadi senewen. Lo bisa stay di kamar gue."

Sebenarnya Ardan juga tidak tega melihat wajah memelas Rea. "Ya udah. Aku nginep di sini." Lantas ia menepuk pundak Tian. "Thanks ya Bro."


Tetapi malam itu tidak satu pun dari mereka berani tidur sendiri di dalam kamar masing-masing. Mereka berkumpul di ruang tamu. Membawa bantal dan selimut. Rencananya, pada mau tidur di situ. Tampak, Rea bersandar pada dekapan Ardan. Hal yang paling dibenci oleh Andree. Tapi ia bisa apa?

"Besok kegiatan kalian apa?" tanya Naip.

"Gue ngantor, kayak biasanya," jawab Tian lebih dulu. "Gak ada sidang."

Andree jadi yang berikutnya menjawab, "Gue juga ngantor doang. Kan hari Jumat. Gak rame juga."

Para gadis yang mestinya kuliah pun mengatakan tidak ada jam kuliah besok. Rea dan Ardan hanya akan ke lokasi syuting sebentar untuk menyiapkan syuting hari Sabtu.

Natz terakhir yang menjawab. "Gue masuk shift sore."

Tetapi Naip punya imbauan. "Besok, sebisa mungkin kalian izin dari tempat kerja, tempat kuliah. Kita mesti bantuin Norman. Supaya ke depannya kita juga tenang tinggal di sini."

Mereka semua setuju. Ardan juga suka rela akan membantu mereka.

Tiba-tiba terdengar suara gemludak dari ruang tengah. Di mana Boneka Aish masih duduk anteng di sofa. Para muda-mudi itu sampai terjaga dari rasa kantuk. Dan suara-suara aneh itu bermunculan berkali-kali, bahkan ada suara benda pecah juga.

"Uda, lo aja yang liat," kata Tian saat menangkap isyarat Naip untuk menyuruhnya melihat apa yang terjadi.

Naip pun menolak. "Ah, ogah. Takut gue."

Merlyn dan Essy sama sekali ogah melihat. Apalagi Natz yang udah gemeteran sambil memeluk gulingnya.

Ardan pun berkata, "Biar gue yang coba lihat." Ia tahu, Rea sungguh berat hati melepasnya. "Gak papa. Semua akan baik-baik aja. Tenang, ya."

Andree agak jengkel melihat Ardan sok berani gitu. Ia pun tidak mau kalah. "Gue juga mau lihat."

Merlyn tahu, Andree juga sama penakutnya. "Yakin lo, Ndre?"

"Yang penakut itu kan, kalian." Andree malah meledek.

Rea ganti mendekat pada teman-teman yang lain, melihat Ardan dan Andree pergi melihat ke asal suara tadi.

Ardan dan Andre berjalan perlahan menuju ke ruang tengah. Suara-suara aneh masih terdengar. Tapi, lebih anehnya lagi tidak ada benda atau sesuatu yang jatuh, apalagi pecah, seperti suara yang seharusnya terjadi. Semuanya masih rapi dan bersih. Boneka Aish juga masih anteng duduk manis di tempatnya.

TEROR KUNTILANAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang