Ketika mereka bertujuh telah lelap di pembaringan masing-masing malam itu. Naip adalah satu-satunya orang yang terbangun. Ia merasa haus, dan persediaan air minum di kamarnya juga habis. Ia pun keluar dari kamar, turun ke lantai bawah, dan menuju dapur. Minum sebanyak dua gelas. Lalu membawa segelas lagi ke kamar. Di ruang tengah, ia menghentikan langkah. Ia mendengar suara-suara dari dalam ruang boneka. "Kok ada yang nangis?" Ia bertanya-tanya dengan perasaan heran. Ia mendekat ke ruangan itu. Suaranya makin jelas. Ada perempuan yang sedang menangis di dalam sana. Kontan, bulu kuduknya berdiri semua. Ia tidak berani membuka pintu. Takut melihat sesuatu yang tak diinginkan. Ketika ia berbalik, ia dibuat kaget. Ada sesosok boneka perempuan telah duduk di sofa ruang tengah.
Boneka dengan gaun putih polos dan rambut hitam panjang menjuntai. Tatapan matanya begitu tajam.
Tentu saja, tanpa pikir panjang, Naip berteriak-teriak membangunkan seisi rumah. Gelas berisi air di tangannya, tanpa sengaja ia lempar begitu saja, entah jatuh di mana.
"Ada apaan sih, Bang Naip?" tanya Tian.
"Iya, nih." Merlyn juga menggerutu karena tidurnya terganggu.
Rea menjadi yang paling terkejut berikutnya. Boneka yang mirip penampakan hantu di kamar Natz itu, kenapa bisa ada di sofa ini? Sedangkan pintu ruang boneka kan sudah dikunci dari luar!
Essy pun menjadi salah satu orang yang merasa ketakutan malam itu. "Haduh... Kok tiba-tiba ada kejadian aneh begini?" Untuk meredam rasa takut, ia dan Merlyn langsung berpelukan.
Tian hendak menyentuh boneka tersebut, tapi...
Rea keburu mencegahnya. "Jangan disentuh dulu, Tian!"
"Emang kenapa?" tanya Tian.
"Pokoknya jangan dipegang dulu," kata Rea. "Kita kan gak tahu apa penyebab boneka ini bisa ada di sini, keluar dari ruang boneka itu."
"Trus, lo mau ngapain?" tanya Tian lagi.
"Udah, gak mau ngapa-ngapain," jawab Rea. "Cuma, kan gue takut sidik jari lo yang ketinggalan..."
Tian makin tidak mengerti maksud Rea. "Sidik jari?"
Ah, pikiran Rea terasa kacau sendiri. Sebaiknya ia berhenti meracau, daripada dirinya tambah pusing dan mengundang teman-temannya untuk ikutan pusing.
Malam itu, mereka sepakat untuk tidak meninggalkan ruang tengah. Mereka tidur di sofa. Menunggui boneka itu. Namun hingga pagi, tidak ada lagi yang terjadi pada boneka tersebut.
Hari Senin, semua anggota Genk Sunset sama-sama memiliki kegiatan. Andree mesti pergi pagi-pagi untuk apel PNS. Naip dan Tian seperti biasa bekerja. Merlyn, Essy, dan Rea kuliah pagi.
Natz yang terakhir akan meninggalkan rumah. Mau tidak mau, ia masih tinggal sendiri di rumah. Mengingat kejadian semalam, lalu melihat boneka itu masih duduk anteng di ruang tengah, Natz bergidik sendiri. Ia tidak berani lama-lama sendirian. Bahkan, ia memutuskan akan mandi di warnet saja nanti. Sebelum pergi, Natz menutupi boneka itu dengan taplak meja.
Di tempat kerja, Rea bertemu dengan Ardan. Ia menceritakan soal boneka itu.
"Ini makin aneh, memang," ujar Ardan. "Gak mungkin kan, bonekanya jalan sendiri keluar dari ruangan yang udah jelas terkunci."
"Trus mesti gimana, dong?" Rea tampak gusar.
"Kalian harus cari tahu dulu, apa yang terjadi di rumah itu dari pemilik, atau mungkin yang pernah ngontrak di rumah itu," saran Ardan. "Mereka mengalami kejadian serupa atau engga?"
Menurut Rea, saran Ardan masuk akal juga.
Di kantor advokat tempatnya bekerja, Tian juga merasa tidak tenang. Kejadian soal boneka itu mengganggu pikirannya. Bukankah tidak mungkin, si Naip yang mengeluarkan boneka itu, lalu sampai teriak-teriak membangunkan teman-temannya. Juga, boneka itu tidak mungkin jalan sendiri. Kejadian aneh ini mengingatkannya pada "Ilusi Kamar Mandi" yang pernah Naip ceritakan. Gara-gara melamun, Tian tidak sadar, sejak tadi dipanggil oleh sekretarisnya, Nisa.
"Mas Tian kenapa? Ngelamunin apa?" tanya Nisa.
Tian mendesah pelan. "Kalo saya ceritain, kamu gak bakal percaya, deh."
Nisa tersenyum. "Kan belum coba diceritain. Coba cerita aja dulu."
Ketenangan pikiran Naip sendiri lebih terganggu. Ini bukan kali pertama ia mengalami peristiwa aneh. "Ilusi kamar mandi" pun kembali diputar dalam otaknya. Ia pun akses internet. Gabung di forum-forum misteri, lalu menceritakan pengalamannya, diakhiri dengan meminta analisa sejumlah orang.
Pesawat Garuda Indonesia baru saja mendarat di Bandara Soekarno-Hatta. Di antara penumpang itu, ada seorang pemuda yang datang ke Jakarta untuk urusan keluarga. Neneknya dikabarkan meninggal dunia. Ya. Ia adalah cucunya Mak Lehah, namanya Norman. Pria muda berusia 26 tahun. Ia berparas tampan. Tubuhnya tinggi, kulitnya sawo matang. Ia bekerja di Kalimantan Timur pada sebuah perusahaan sawit, sebagai staff perkebunan. Gajinya tinggi. Mendengar kabar neneknya meninggal dunia, ia pun merasa harus pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEROR KUNTILANAK
HorrorRea tahu, ada yang tidak beres di rumah kontrakan baru ini. Bukan yang tampak di mata, namun yang ada di sekeliling dia dan teman-temannya. Satu per satu teman sekontrakan mendapatkan teror menyeramkan dari hantu wanita. Hingga mereka menemukan sebu...