3. Gank Sunset

7 0 0
                                    

Mereka bertujuh ini, menamai diri mereka Gank Sunset. Asal mulanya sih, mereka bertemu di dunia maya, sekitar tahun 2006. Mereka benar-benar sahabat dari sebuah aplikasi chat bernama MIRC. Mereka berasal dari beberapa daerah berbeda di negeri ini, kemudian bertemu di satu kota secara nyata untuk kepentingan yang ditakdirkan berada di kota yang sama.

Yang tertua adalah Naip, asalnya dari Padang, bekerja di sebuah perusahaan start up di Jakarta. Ia menguasai bidang IT gitu.

Tian dan Merlyn berasal dari Palembang. Mereka punya tujuan berbeda di Jakarta. Tian kerja di bidang hukum, sebagai pengacara untuk kasus kriminal anak jalanan atau yang ringan-ringan. Sedangkan Merlyn kuliah S-2 sambil jualan lewat e-commerce atau yang lebih populer dengan sebutan online shop.

Essy asalnya dari Depok. Dia baru masuk kuliah S-2 juga, di bidang keperawatan, pada sebuah universitas yang cukup populer di kota tersebut.

Natz berasal dari Bandung. Dia semenjak lulus SMA, memang tidak berniat melanjutkan kuliah. Maka, ia pun bekerja sebagai operator warnet gim online

Andree asalnya dari Surabaya. Ia ke Jakarta bekerja sebagai PNS. Dan memang ditugaskan di Jakarta, di kantor Dukcapil.

Yang terakhir adalah Rea. Gadis Tionghoa Muslim itu asalnya dari Jember, Jawa Timur. Di Jakarta, ia bekerja di bidang perfilman, posisi belakang layar.

Mereka bertujuh sudah sepakat untuk belajar mandiri. Yang berkuliah memang masih dapat kiriman dari orang tua. Tetapi untuk urusan pola hidup, mereka harus pikirkan sendiri.

Usai makan malam.

Natz, Naip, dan Tian kembali ke kamar masing-masing. Sedangkan Merlyn, Essy, dan Andre coba menyalakan televisi di rumah itu. Ternyata bisa. Kualitas gambarnya juga baik. Terasambung pada kanal-kanal nasional, bahkan dari luar negeri. Rupanya TV kabel. Tidak jauh dari mereka Rea sedang membaca buku kesukaannya di ruang tamu.

"Eh, rumah segede ini, listriknya gimana, ya?" celetuk Andree, sambil memainkan remote dengan memindah-mindahkan kanal, mencari tayangan televisi.

Merlyn berkata, "Jangan khawatir, pake pulsa, kok. Nanti urunan aja berapa-berapa tiap bulannya."

"Syukur, deh," ucap Andre lega. Rumah sebesar ini, tidak mungkin kebutuhan listriknya sedikit, 'kan?

"Asli! Rumahnya gede banget," kata Essy. "Gue aja belum sempet liat-liat. Besok aja, deh. Kan kuliah gue masuknya siang. Sekalian beres-beres."

Merlyn ikut berkata, "Besok, gue juga gak ke mana-mana. Palingan ngurusin dagangan online. Ntar gue bantu bebersih, deh."

Andree salut, karena teman-teman perempuannya sangat getol bekerja. Ia pun ingin meringankan beban mereka. "Besok Minggu, biar para cowok yang kerja bakti. Oke?"

Merlyn sangat senang mendengarnya. "Beneran, yaaa??!!"

"Sama gue, gak percayaan amat, sih!" Andree bersungguh-sungguh akan niatnya.

*

Di ruang tengah, Rea masih baca buku. Tepatnya sih, komik. Judulnya Topeng Kaca: Syair Lidah Api. Sudah buku kelima. Di meja, ia sudah menyiapkan beberapa jilid selanjutnya. Sebenarnya, malam ini Rea membaca komik sambil menunggu Ardan yang katanya mau datang.

Suara ketukan pintu sedikit mengejutkan Rea. Gadis memiliki rambut panjang sepunggung itu terlalu fokus membaca komik. Ia segera membuka pintu. Pasti yang datang itu Ardan.

Pintu pun terbuka, dan Rea melongok keluar. "Loh? Kok gak ada siapa-siapa?" Ah, mungkin barusan hanya halusinasinya saja. Ia kembali menutup pintu. Tidak sampai lima detik, pintu kembali diketuk. Rea langsung membukanya lagi. Tetap tidak ada siapa pun? Tiba-tiba, bulu kuduk Rea terasa berdiri. Ia buru-buru menutup pintu. Langsung pergi ke ruang tengah. Tapi tidak sengaja, ia bertubrukan dengan Andree.

"Wee! Laopo toh iki?" tanya Andree dalam Bahasa Jawa. Yang artinya, Ngapain, sih?

Rea ingin sekali menjawabnya. "Ndre, Ng... Anu..." Tetapi sulit sekali kata-kata itu keluar dari mulutnya. "Hh, gak. Gak ada apa-apa." Ia lanjut masuk ke ruang tengah. Ia memutuskan untuk tidak cerita apa-apa dulu. Mereka kan baru pindah. Rea tidak ingin membuat teman-temannya takut. "Aku ke kamar dulu."

Andree menarik lengan Rea. Menahan langkahnya. Karena melihat wajah gadis itu agak pucat. "Eh, sek...  tunggu dulu."

"Apa?" tanya Rea.

Lalu Andree berkata, "Besok berangkat bareng, yuk."

Rea langsung meledeknya. "Amnesia, ya? Gue kan dijemput sama Ardan."

"Ardan tok ae," cibir Andree.

"Udah, ah. Gue mau ke kamar dulu." Rea tetap melangkah, meski pun Andre terus memanggil dan mengikutinya sampai ke lantai dua. "Ih, Andre! Lo ngapain sih, ngikutin gue mulu?!"

Andree menampiknya. "Lah, siapa yang ngikutin? Kamar gue kan di sini juga."

Saking gugupnya gara-gara ketukan pintu misterius itu, Rea sampai lupa, kalau sekarang kamar mereka bersebelahan. Karena malu, Rea langsung masuk kamar, tanpa mengatakan apa-apa lagi.

"Dasar, Cah Ayu!" Andree juga masuk ke dalam kamarnya.

*

Di dalam kamar, Rea menelepon Ardan. "Kamu gak jadi ke sini, Say?"

Ardan pun beralasan. "Sorry ya, aku gak jadi ke sana. Soalnya mobil aku mogok. Kayaknya kurang oli atau apa. Aku gak ngerti, deh. Baru besok dibawa ke bengkel."

Rea pun bisa mengerti. "Iya. Gak apa-apa. Jadi... besok kamu gak bisa jemput aku?"

Ardan berkata, "Mm, besok pagi aku kabarin, ya."

"Ya udah," kata Rea. "Kalo emang gak bisa, jangan dipaksain, ya."


Sementara itu di kamarnya, Naip sedang mengobrol dengan pacarnya di kampung, lewat akun Facebook. Nama pacarnya adalah Laras. Obrolannya sih, seputar kabar masing-masing. Menanyakan kabar keluarga di Padang sana, juga menceritakan soal kegiatan sehari-hari. Keasyikan chat di Facebook, membuat Naip lupa waktu. Tidak terasa telah lewat tengah malam.

Ugh... ngantuk, sih. Lalu...

TEROR KUNTILANAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang