Tak ada yang lebih menguras emosi Narasi setelah pelaksanaan evaluasi dari pentas seni tahunan akhir tahun tempo lalu. Ia merasa begitu tertekan ketika seluruh persoalan yang muncul seolah disalahkan padanya, membuat dirinya sempat beradu mulut dengan beberapa panitia lain, karena tidak terima disudutkan begitu saja.
Emosinya memuncak, hingga di jam istirahat pertama itu ia keluar dari ruang serbaguna setelah bertengkar dengan sang ketua pelaksana pentas seni kemarin. Ia melangkah dengan hentakan kasar menuju kelasnya, membuat yang melihatnya sepanjang jalan bingung.
Hingga Himka pun heran melihat Narasi yang masuk kelas dengan tak santai, kemudian berlalu melewatinya begitu saja untuk menghempaskan duduk di bangkunya. Sahabatnya itu lantas menelungkupkan wajahnya, membuat Himka mulai menerka, Narasi sedang tidak baik-baik saja.
"Nar—"
"Diem, Him. Gue lagi nggak bisa diajak ngomong."
Himka pun menutup bibirnya rapat-rapat, memutuskan untuk hanya duduk di bangkunya dan mengelus pelan punggung Narasi, barangkali membantu.
Namun ia jadi bimbang, haruskah ia pergi ke kantin sebentar untuk sekedar membeli makanan atau minuman untuknya dan Narasi atau tidak. Ia sudah bergerak hendak menghubungi temannya yang lain, Rhea, Renja atau Lia untuk menggantikannya, namun terhenti ketika matanya menangkap sesosok lelaki mengintip di ambang pintu kelasnya.
"Oit? Siapa tuh?"
Himka memutuskan untuk berdiri karena tidak mendapat sahutan, lalu menghampiri sosok itu yang ternyata merupakan adik kelasnya, Lian.
"Astaga, gua kira siapa."
"Hehehe, iya. Kok di kelas, Kak? Nggak ke kantin?"
"Nggak, mau ke kantin sih tadi. Tapi itu...."
Lian menatap bertanya, hingga kemudian mengikuti isyarat Himka yang menunjuk ke dalam kelas.
"Itu siapa? Kak Narasi?"
Himka menghela napas, "Iya."
"Hah? Kenapa tuh Kak Nara? Sakit?"
"Nggak tau sih... Tiba-tiba aja abis bel istirahat tadi dia dateng ke kelas abis dispen ngurus eval pensi. Mood-nya kayaknya ancur parah, tadi marah-marah anjir padahal gua baru manggil dia,"
Raut Lian yang khawatir itu membuat Himka mengajaknya melangkah masuk ke dalam kelas, dan mempersilahkan Lian duduk di bangkunya— di samping Narasi.
Lelaki itu kemudian menaruh kantong plastik yang dibawanya ke meja, sebelum perlahan mendekati Narasi.
"Kak, Kak Nara... Ini Lian, bawa jajan nih. Mau nggak?"
"Ck." Hanya decakan yang terdengar, namun baik Lian dan Himka dibuat bergidik ngeri mendengarnya.
"I-ini... Ada sari kacang ijo loh, Lian ambilin di kulkas yang paling belakang, paling dingin. Nih, Lian bukain,"
Masih tak ada respon, hingga Lian pun memilih diam dulu dan menggerakkan tangan mengelus lembut punggung Narasi. Sedangkan Himka, ia menghela napas lalu asal mengambil roti di kantong plastik yang dibawa Lian tadi, "Buat gua ya, laper."
Lian hanya mengangguk dan lanjut memberi serangkaian afeksi kepada Narasi, hingga tangannya juga mengusap lembut ke surai halus kakak kelasnya itu.
Dapat Lian rasakan semakin lama, napas Narasi memberat, hingga kemudian punggungnya bergetar kecil dan terdengar isakan samar.
"Eh?? Kak??"
Lian semakin panik ketika isakan itu semakin terdengar, sempat menoleh menatap Himka namun ia juga kebingungan, tak mengerti harus berbuat apa.
![](https://img.wattpad.com/cover/311056991-288-k264036.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lalala Love You | NOMIN ✅
Fanfiction[END] Cuma ceritanya si Lian yang baru masuk SMA dan langsung kepincut sama kakak OSIS panitia MPLS, Narasi. . . "Ish. Anak kecil tau apa, sih?" "Tau cara mencintaimu dengan setulus hati, kak!" "Stop! Cringe abis deh." "Siap! Salah kak!" bxb , nomin...