Berlian: The Brightest

4.9K 475 44
                                    

— Dari sudut pandang Narasi;

Berlian Adhi Gautama. Remaja tanggung yang paling menjulang dari kelas X IPS 1 itu, penuh warna di hidupnya.

Si wajah dengan gurat tegas, yang ketika tersenyum, semuanya luluh digantikan mata segaris yang membentuk bulan sabit itu.

Aku mengenalnya sebagai sosok yang begitu berani. Langkah yang ia buat tak pernah ada ragu, namun penuh pertimbangan dan perhitungan.

Keputusan-keputusan yang diambilnya, yang bagiku terlihat impulsif, ternyata telah diperkirakannya matang-matang, serta dapat dipertanggungjawabkannya dengan baik.

Ia memang bukan ketua OSIS, pun murid dengan prestasi terbaik di sekolah. Bukan juga anggota paling unggul di Passus. Dan aku begitu terkesan karena itu, pasalnya, aku jelas tahu ia mengikuti dua organisasi itu karena siapa.

Karena aku, karena ingin menyamai sinarku. Katanya begitu.

Padahal, dia tidak tahu saja. Sinarnya bahkan dapat mengalahkan panjang bayangku. Ia terlalu banyak takut akan kata 'tak pantas', padahal dirinya adalah sosok yang sudah begitu bersinar.

Si kapten basket yang teknik bermainnya membuat beberapa pelatih nasional yang sempat bertemu dengannya, mengapresiasi dengan standing applause.

Si pemuda yang menjadikan futsal sebagai hobinya, yang selalu bisa menguasai lapangan bidang pertahanan dengan baik.

Dan, sang panglima dari Garda Juang yang dipercaya para seniornya untuk meneruskan hereditas perkumpulan remaja itu.

Tak lupa, sosoknya yang akan menjadi paling bersinar dan memunculkan tawa di tengah orang-orang. Si happy virus, yang tingkah laku penuh candanya akan membawa kebahagiaan bagi orang di sekitarnya.

Yang semua itu, membuatnya sudah begitu bersinar.

Ia dan sinarnya, memilih untuk datang kepadaku. Bak berpura-pura redup, dan mengaku ingin bersinar sama seperti diriku.

Astaga, Lian. Kamu mau bersinar secerah apa lagi, sih? Yah, i just realized that we're talking about Berlian and his diamond souls. Yang akan terus cari terang sebanyak-banyaknya.

Lian dengan segala kharisma yang ia punya, memilihku sebagai tempat menjatuhkan hati. Menyalurkan beribu afeksi dari kala kami saling mengenal pertama kali.

Aku pernah bertanya, suatu hari, ketika aku sedang kehilangan seluruh kepercayaan diri.

"Kamu kenapa pilih suka sama aku? Semua yang aku punya, bukannya bisa orang lain miliki juga? Jadi, kalau kamu ketemu sama orang yang punya segala keahlian yang persis seperti yang aku miliki, kamu bakal pergi?"

Lian tersenyum, di bawah temaram lampu minyak di gazebo restoran rumahan yang kami kunjungi.

"Enggak."

"Be realistic," perintahku.

"Tetep enggak. Kalau tanya alasannya, simply karena itu udah terlanjur Kak Narasi. Hatiku udah terlanjur diikat kamu, terlepas dari apa aja keahlian yang kamu punya. Kakak pikir, aku jatuh cinta sama Kakak cuma gara-gara liat Kakak yang waktu itu jadi panitia MPLS terus kucel begitu?"

Aku mendelik tak terima, "Eh, aku ngambek ya ini?!" Ancamku.

"Hehe, bercanda. Tapi yang ini serius. Semuanya, karena kamu udah terlanjur tuangkan kisah yang aku simpan di hati. Dan kisah-kisah itu, akan selamanya jadi milik Narasi. Jadi, sekalipun aku ketemu dia ribu lima ratus duplikat kamu dengan nama yang berbeda, nggak akan ada yang bisa torehkan cerita yang sama seperti punya kamu. Jadi, stop overthinking ya, Kakak Cantik. Aku nggak tertarik sama supervisor di kantor aku yang suka caper itu."

"Hih, aku enggak— aku nggak cemburu, tau!"

"Ya, yang bilang kamu cemburu siapa?"

Telak. Aku kalah telak.

Karena Lian akan selalu tahu semua tentangku. Akan selalu mengerti aku.

Dirinya yang akan iya-iya saja ketika kuperintah ini itu kala aku sedang full cemberut, bete.

Dia yang akan selalu menyediakan sari kacang hijau dingin, dalam sekali lihat rautku yang lelah.

Dan ia, yang akan selalu maju pertama kali untuk berikan bahu tempatku menyandarkan lelah dan sakit dari dunia. Yang jemarinya juga akan bergerak— satu sisi di suraiku, dan yang lain mengelus di punggungku, nyaman. Yang akan selalu membisikkan bahwa, semuanya sudah dan akan berjalan begitu baik.

Berlian akan selalu mengajakku turut bersinar seterang dirinya, dan mengaku jika akulah yang paling bersinar di antara semuanya. Ia yang akan menjadikanku sebagai yang pertama, menunjukkan pada semua orang, bahwa Narasi adalah si sempurna pemilik hatinya.

"You're soooo bright. Brighter. The brightest." Bisiknya kala merengkuhku sehangat angin senja.

"Padahal kamu yang barusan menangin project besar. Kok aku yang dipuji?" Tanyaku bingung.

"Ya karena kamu emang perlu dipuji? Aku sayang kamu soalnya."

Salah tingkah aku dibuatnya, dan jangan sampai ia melihat ronaku yang merah sempurna atau ia akan besar kepala.

"Udah, ah! Ayo, katanya aku mau ditraktir dinner?"

"Iyaa, sunshineee."

Berlian-ku, yang sinarnya selalu terang benderang. Di sisi kamu, rasanya aku akan selalu dibahagiakan. Aku bahkan nggak tau mau balas semua yang kamu lakukan buatku pakai apa.

Jadi, kala kamu minta aku untuk selalu bersamamu agar kamu semakin bersinar, maka dengan senang hati aku lakukan.

Jadi, jangan pernah redup, ya?





———

Abis ini masih ada versi Narasi, tapi bagian bonchap aku belum tau mau ngapain heheh, ada saran?

Lalala Love You | NOMIN ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang